Jalan Raya Pos, Jalan Daendels

waktu baca 3 menit

Judul Buku : Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Peresensi : Abdul Manaf Farid
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun : Cetakan ke-6, 2008
Tebal Buku : 148

KEMPALAN : Dalam buku ini Pram sang pengarang mencoba kembali bercerita untuk mengingat peristiwa-peristiwa kelam yang luput dari pembicaraan tentang pembangunan Jalan Raya Pos yang beraspalkan darah dan air mata rakyat Indonesia dan biasa dikenal sebagai Jalur Pantura.

Dalam buku, dijelaskan penggambaran keadaan kota-kota yang dilewati oleh Jalan Raya Pos ini dari daerah Anyer sampai Panarukan sepanjang 1000km yang rampung pada tahun 1809.

Pada buku ini juga Pram menuliskan bahwa Jalan Raya Pos ini sebelumnya telah ada sejak dahulu dan pada banyak titik hanya mengalami pelebaran dari 4 meter menjadi 7 meter, pihak Belanda yang saat itu dibawah kendali Maarschalk en Gouverneur Generaal (dibaca Gubernur Jendral) Herman Willem Deandels memerintahkan pembangunan (atau pelebaran) Jalan Raya Pos ini sebagai bagian dari rencana Hindia-Belanda untuk menguasai pantai utara pulau Jawa yang dihubungkan melalui Jalan Raya Pos.

Perjalanan Pram pada buku ini dimulai dari Anyer sampai Panarukan di masa lampau. Pada bagian pertama digambarkan Jalur Raya Pos yangi ada di dekat lingkungan rumahnya yaitu Jalur Rembang-Blora. Dari Rembang Pram selanjutnya menjelaskan bagaimana keadaan Lasem pada waktu itu dan hal-hal yang tak pernah ada sebelumnya dibuku ajar pendidikan di Indonesia.

Kemudian selanjutnya pada bagian Anyer, pada bagian ini dijelaskan bagaimana proses kedatangan para Koloni dan posisi penting Anyer yang di kuasai Kerajaan Banten untuk menyaingi kota Batavia dan bagaimana proses kehancurannya.

Pada buku ini dari Anyer hingga Batavia dijelaskan bagaimana kondisi dan realita yang terjadi di kota-kota yang dilewati oleh Jalan Raya Pos tersebut. Juga selanjutnya pada kota-kota yang sekarang menjadi bagian dari Jawa Barat, dijelaskan bagaimana kondisi masyarakat Priangan pada waktu itu menjadi sebuah keaguman sendiri bagi para penjajah juga kondisi alam kota Bandung yang merupakan sebuah bekas kawah gunung purba dikelilingi oleh banyak sekali bukit tinggi.

Walaupun demikian, banyak juga masyarakat yang tewas dalam pembangunan Jalan Raya Pos karena sistem kerja paksa yang merenggut ribuan nyawa karena sakit dan kelapan. Hingga saat ini pun tak jelas berapa jumlah pasti korban dan nama mereka yang tewas karena rakyat jelata tak pernah mempunyai hak untuk itu di masa Hindia-Belanda

Pada bagian kota-kota di Jawah Tengah, dijelaskan bahwa kondisi masyarkat Jawa Tengah bagian Utara pada waktu itu sangatlah maju dibandingkan dengan masyarakat pedalam. Pedalaman yang dimaksud adalah masyarakat jawa yang ada di daerah selatan dimana raja pendahulunya merupakan raja yang terbelakang, yang hanya tahu berkuasa, yang kelak terkenal dengan gelarnya Sultan Agung dan menghancurkan serta mencuri kebudayaan Surabaya sebagai kota termaju di Nusantara pada tahun 1625. Sama halnya dengan daerah Banten hingga Jawa Barat, masyarakat Jawa Tengah juga mengalami kerja paksa dimana merenggut ribuan nyawa entah karena kelaparan, atau terkena malaria. Pun demikian masyarakat petani yang juga menjalankan tanam paksa dimana mereka hanya mendapatkan hasil seperempat belas dari panennya dan sisanya adalah keuntungan Hindia-Belanda.

Memasuki wilayah Jawa Timur, penggambaran kondisi kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos sedikit berbeda. Pram banyak mengatakan bahwa dia hanya sesekali melewati kota di Jawa Timur yang di lewati Jalan Raya Pos, bahkan di daerah Panarukan dia tidak pernah singgah bahkan menginjakkan kakinya. Penjelasan dibagian kota di Jawa Timur sedikit dipersingkat dan diperjelas seakan-akan Pram ingin cepat menyudahi ceritanya.

Dalam semua karyanya Pram memanglah seorang yang hebat, dalam buku ini semisalnya seorang pembaca seakan-akan sedang melihat sang penulis sedang bercerita dan pembaca seakan-akan dibawa masuk keadalam latar cerita tersebut. Dalam buku ini juga Pram banyak memberikan sebuah kalimat satire kepada para penguasa yang hanya memupuk ambisi berkuasa tanpa mempedulikan kesejahteraan masyarakatnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *