Pelukis Abstrak Harun : Saya Selalu Siap dengan Prinsip yang Saya Pilih

waktu baca 4 menit
Pelukis abstrak Harun dengan salah satu karyanya

KEMPALAN : Jika banyak kalangan seniman menyatakan bahwa PSLI (Pasar Seni Lukis Indonesia) mempertemukan banyak pelaku maupun penikmat seni, itu sama sekali tidak salah.

Sejak lebih kurang 30 tahun saya tidak bertemu dengan pelukis abstrak Harun.

Dulu sering kumpul-kumpul di base camp Pak Sampan Suwiryo (Al Fatihah), seorang kolektor benda-benda seni yang pengusaha batu hias, di kawasan Panjang Jiwo, Surabaya.

Base camp (Rumah dan kantor Pak Sampan) sering disebut sebagai ‘galangan’. Di situ batu-batu hias ditumpuk sebagai etalase dan gudang.

Dan di situ pula banyak pelukis ngumpul, berdikusi seputar dunia seni rupa. Dan
sesekali mereka membawa 1-2 foto karyanya, siapa tahu dikoleksi oleh Pak Sampan yang juga kolektor suiseki (*) ini.

Di antara mereka hadir juga Harun sosok bertubuh kecil yang seingat saya dulu dia tinggal di kawasan Keputran, Surabaya.

Saat saya melihat PSLI XIV Minggu 17 November lalu, saya amprokan dengan Harun di depan pintu masuk yang di kartu namanya tertulis: Mr. Harun (ditunjukkan kemudian saat ngobrol di booth nomor 83).

Harun tidak kaget melihat saya. Mungkin dipikirnya : ‘kok masih kurus tinggi’. Saya pun agak terkejut melihat sosoknya : ‘kok masih mungil tapi lincah’.

Yang membedakan mungkin sama-sama punya rambut memutih, dan kulit tubuh mulai keriput.

Tapi ada yang tidak beda, yaitu sama-sama mengenakan topi bareta, dimana kalau di google topi ini disebut : topi pelukis atau topi sutradara.

Kemudian kami pun berpisah. Saya klinong-klinong memanjakan mata dan hati, melihat karya seni yang indah-indah.

Saat selesai mewawancarai pelukis Buggy spesialis kupu-kupu di booth nomor 70, saya ketemu Harun lagi. Lantas saya diajak Harun ke booth nomor 83 : Rumah Seni & Budaya Pandawa Bekasi.

Nah, di situ salah satu lukisan abstrak Harun dipajang. Saya pikir style-nya masih seperti dulu : abstrak rintik hujan.

Kami pun lantas ngobrol gayeng.

Harun sekarang tinggal di Malang. Persisnya di Gang Kenikir Indah Bumi Ayu 20. Di kartu nama yang tertulis Mr. Harun, juga dicantumkan alamat : Abstrak Figuratif Painting Teras Seni Malang Plaza Jl. Agus Salim 26-28 Lantai 2.

Saya pikir yang saya sebut pada alinea di atas adalah base camp Harun dan beberapa pelukis di Malang.

Dan yang menarik, di balik kartu nama itu, di sisi kanan atas diletakkan gambar Semar tokoh pewayangan yang dikenal sebagai yang ngemong Pandawa.

Di bawah gambar Semar itu, dicantumkan semacam quote : Lukisan adalah bahasa roh ungkap pikir, rasa dan renungan alam yang indah tertata. (By Mr Harun).

Di antara ngobrol dengan ayah tiga orang anak dan kakek tiga cucu ini, sempat terlintas di pikiran, kenapa ada tambahan ‘Mr’ di depan namanya. Ya, mungkin Malang Plaza banyak disinggahi turis asing, setelah mereka menikmati udara sejuk dan view indah di kota Batu.

Meski Harun mengaku pelukis otodidak, dia menyatakan pernah berguru pada pelukis Hardjiman, Jogja, yang diakuinya beraliran decora masa.

Sebelum mengakhiri obrolan sore itu, saya dengan setengah ragu, mencoba memberanikan diri, bertanya begini : “Maaf, Mas Harun, Anda kok berani hidup dengan lukisan style begini ?”

Sebelum menjawab, dia tersenyum kecil, lantas : “Saya ini petarung. Saya selalu siap dengan prinsip yang saya pilih.” Jempol! (Amang Mawardi)

Editor: Nur Izzati Anwar (Izzat)

Catatan Editor :

Suiseki adalah seni tradisional Jepang yang melibatkan pemilihan, pengaturan, dan tampilan batu alam yang unik dan indah. Kata “suiseki” berasal dari kata Jepang “sui” yang berarti air, dan “seki” yang berarti batu.

Batu-batu suiseki dipilih karena bentuk, tekstur, warna, dan pola alaminya yang menyerupai pemandangan alam seperti gunung, air terjun, pulau, atau bentuk-bentuk abstrak lainnya. Tujuan dari suiseki adalah untuk menciptakan keindahan alami dan meditasi melalui tampilan batu-batu tersebut.

Suiseki biasanya dipajang di atas dasar kayu yang disebut “daiza” atau dalam nampan yang berisi pasir atau air. Seni ini sering dikaitkan dengan seni bonsai, di mana pohon miniatur ditanam dalam pot kecil untuk menciptakan tampilan pemandangan alam yang lengkap.

Suiseki bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang menghargai keindahan dan kebijaksanaan alam melalui interpretasi batu-batu yang unik. (Izzat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *