Aku Disalami Emil Elestianto Dardak

waktu baca 4 menit
Wartawan senior di acara ulang tahun lensaindonesia

KEMPALAN: Hari Minggu lalu saya dikirimi undangan digital oleh sobat Joko Irianto Hamid yang mantan  wartawan Jawa Pos dan mantan redpel tabloid Nyata. Isi undangan, intinya: Peringatan “13 Tahun Lensa Indonesia” di Hotel Samator (manajemen Novotel), pada Senin 30 Oktober keesokan harinya. 

Joko Irianto yang grapyak, murah senyum dan saya kenal sebagai jurnalis ulet ini adalah pemred media online tersebut. 

“Ojo lali, teko lho Mas…” begitu tambahan pesan di bawah undangan. ‘Pucuk Dicinta Ulam pun Tiba’. Ada banyak yang akan saya agendakan jika bisa hadir pada acara tersebut. 

“Ini aku dalam perjalanan kereta api dari Jakarta ke Surabaya,” sambungnya dalam bahasa Suroboyoan. Joko memang lebih banyak berkantor di Jakarta dibanding di kantor pusat Surabaya dan sudah hampir setahun saya tidak ketemu Joko. 

Kendati lokasi acara tidak begitu jauh dari rumah (mungkin sekitar 3 kilometer), tapi saya dibuat pusing ketika mencari lokasi parkir. Mungkin disebabkan kompleks hotel ini yang begitu luas. Bisa jadi juga agak gagap, mengingat sudah lama saya tidak mengunjungi mal atau hotel yang ada parkir basement-nya. 

Saat keluar dari lift yang membawa saya dan pengunjung lain dari basement, saya pikir akan sampai di lobby hotel, ternyata di luar gedung (mungkin bagian dari hotel). Panas siang itu memang sangat menyengat. 

Untuk ke lokasi acara, saya harus berjalan menuju utara ke bangunan lainnya yang jaraknya sekitar 100 meter. 

Setelah sampai di bangunan itu, saya dibawa oleh elevator menuju lantai II. Di situlah acara diselenggarakan. Di lobby hall, sudah tertata hidangan cukup mewah. 

Seperti acara-acara anniversary lainnya, di lobby hall juga terdapat tempat khusus yang ber-backdrop untuk berfoto-foto. 

Beberapa teman yang saya kenal, selain Joko Irianto Hamid, ada terlihat CEO Lensa Indonesia Arief Rahman, CEO Berita Jatim Com Lucky Lokononto, Machmud Suhermono wartawan senior yang ketua Ikatan Alumni Sarjana Ilmu Politik Unair, sutradara teater Achmad Zainuri, jurnalis senior Cak Ditto   yang sebentar lagi merilis memoar kewartawanannya, pemred Jatim Post Syaiful Anam, dan wartawan yang novelis Novi Yanto Aji. 

Acara memang belum dimulai, tapi sesaat setelah maksi, saya dan Zainuri segera memasuki hall yang di floor-nya diisi dengan sejumlah meja bundar dengan ragam hidangan. Sementara di sayap kanan dan kiri ruangan, ditata deretan kursi yang tak bermeja. Saya memilih tempat di sayap kanan. 

Saat baru saja duduk, dari arah kiri saya mendengar ada yang memanggil-manggil. Saya toleh, ternyata sobat saya Dr Dhimam Abror  mantan pemred Jawa Pos dan mantan ketua PWI Jawa Timur. 

Abror lantas memberi kode supaya duduk di “situs” meja bundar di dekatnya. Lantas dengan suara sedikit saya keraskan, saya katakan bahwa saya bukan tamu VIP. Jadi lebih baik saya tetap di salah satu kursi sayap kanan. Namun, Abror terus “memerintah” untuk duduk di dekatnya. “Terpaksa” saya dan Zainuri pindah ke “situs” itu. 

Tak lama kemudian ikut bergabung Ita Siti Nasyi’ah mantan wartawati Jawa Pos dan penulis buku-buku best seller, suhu Slamet Oerip Prihadi mantan wartawan Tempo dan mantan redaktur olahraga Jawa Pos, serta Suryadi yang ramah dan energik mantan karyawan senior Jawa Pos yang rambutnya dicat warna pirang. 

Panggung dibagi tiga bagian. Undangan pun mulai memasuki gedung. Musik live terus mengalun dengan penyanyi cewek berwajah mirip Tissa Bisani. 

Tapi yang bikin saya berdecak, puluhan logo perusahaan besar menempel di backdrop  panggung yang “dimainkan” dari operator laptop. 

Saya membatin, sudah demikian maju pers media online. Bisa meraup begitu banyak iklan. Semoga berdampak pada wartawan dan karyawan.

Sehabis meresmikan dan berpidato pada acara tersebut, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak lantas pamit pulang. Undangan berdiri. Saya pun ikut berdiri. Namun, karena teringat tas saya tertinggal dekat kaki kursi yang tadi saya duduki, saya  mundur sekira dua meter ke belakang untuk mengambil barang itu. Sehingga lokasi saya sebelumnya menjadi “berlubang”, kosong. Saya pun tidak kembali ke posisi dimana saya tadi berdiri. 

Saya lihat Pak Emil menyalami satu per satu undangan yang (akan) dilalui menuju pintu keluar hall. Dan saya pikir, saya akan dilewatinya. Ternyata tidak. Sosok ini berjalan menuju saya berdiri dan menyalami dibarengi senyumnya. Wow… asyik juga sosok muda yang orang nomor dua di Jatim ini.

(*) Amang Mawardi, wartawan senior dan penulis sejumlah buku. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *