Akankah Jokowi Ditinggalkan? Anies Membuat Segalanya Berubah
KEMPALAN: APA yang salah dari Anies, sepertinya tidak ada, karena yang dilakukan oleh Anies adalah sesuatu yang biasa dan sesuai dengan tata aturan yang berlaku.
Ketika Anies di 2014 menyatakan dukungannya kepada Jokowi tak ada yang membuat Anies menjadi luar biasa, dukungan yang diberikan adalah dukungan pilihan demokrasi, tak ada yang membuat Anies dipersoalkan. Pendukung Prabowo saat itu ya baik baik saja.
Ketika Anies dipercaya oleh Jokowi menjadi menteri pendidikan, juga tak ada kegaduhan – kegaduhan yang muncul, Anies pun juga melakukan hal – hal biasa sebagaimana akademisi pada umumnya, lurus, obyektif dan independen. Hal yang membuat Anies luar biasa adalah komitmen dan kejujuran dalam menjalankan tugas. Sehingga setiap apa yang dikerjakan oleh Anies bisa dicapai secara terukur.
Akibat keterukuran yang dia bisa lakukan itulah, Anies lalu dianggap sebagai pesaing bagi kepemimpinan yang ada. Akibatnya Anies harus mendapatkan sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai menteri pendidikan saat itu.
BACA JUGA: Akhirnya Publik Tahu Siapa Calon Presiden Oligarki
Melawankah Anies? Nggak juga, Anies Terima itu semua, sembari Anies mempersiapkan agenda – agenda yang harus dia lakukan setelah itu, karena agenda – agenda itu tersusun jauh – jauh hari sebelumnya.
Meski Anies sudah tak menjabat saat itu, tapi para patner kerja Anies tak mau agenda Anies batal hanya karena Anies tak menjabat sebagai menteri. Sehingga mereka yang harus mengalah dan merubah undangan untuk Anies, tidak lagi sebagai menteri tapi sebagai akademisi yang berintegritas.
Nampaknya integritas inilah yang membuat Anies disegani oleh para koleganya di dalam dan di luar negeri.
Tak ada kegaduhan terhadap apa yang dilakukan oleh Anies saat itu. Kegaduhan bermula ketika Anies dicalonkan oleh beberapa partai politik, Gerindra, PKS dan PAN dan mampu mengalahkan Ahok si penista agama.
Kemenangan Anies itulah yang kemudian membuat dendam kesumat tak berkesudahan para pendukung Ahok dan beririsan dengan para pendukung Jokowi.
BACA JUGA: Pencabulan Demokrasi dan Pilpres Cabul
Para pendukung Ahok menemukan momentumnya ketika apa yang mereka lakukan seolah mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Jokowi, beribu laporan penisataan agama dan pelecehan ulama tak ada yang sampai ke meja hukum. Mereka semakin menjadi – jadi menistakan tokoh tokoh agama muslim dan Anies serta partai pendukungnya.
Kebencian terhadap partai pendukung Anies dan Aniespun tak ada hentinya, hampir setiap hari dibuat narasi kadrun dan narasi fitnah untuk menjatuhkan partai pendukung Anies dan Anies. Mereka meyakini bahwa kebohongan berulang ulang yang ditebarkan akan menjadi sebuah kebenaran. Mereka tak peduli terhadap kebohongan dan fitnah yang mereka tebarkan, bagi mereka yang penting lawan dihinakan dan dijatuhkan.
Suasana ini mengingatkan kita pada peristiwa pemberontakan PKI ketika akan merebut kekuasaan, mereka sebarkan fitnah dan kebohongan tentang ulama. Mereka hanya berpikir bahwa kekuasaan bisa direbut meski dengan cara – cara kotor.
BACA JUGA: “Birahi” Hasyim Asy’ari Ketua KPU Menodai Demokrasi
Tuduhan fitnah dan kebencian semakin mencapai puncaknya ketika Pilpres 2019, Prabowo – Sandi berhadapan dengan pasangan Jokowi – Makruf Amin.
Gerindra, Prabowo dan Sandi menghadapi hantaman bertubi – tubi sebagai kadrun dan tuduhan tuduhan lain yang sejatinya belum tentu kebenarannya, atau merupakan hal yang sama yang dilakukan oleh para oligarki yang berada dibelakang mereka.
Tuduhan terhadap Gerindra, Prabowo dan Sandi menemukan titik rendahnya ketika Prabowo – Sandi resmi bergabung dalam koalisi pemerintah. Kini yang dianggap musuh bersama adalah Anies Rasyid Baswedan.
Apapun yang dilakukan Anies di Jakarta dianggap salah oleh para pendukung Ahok yang belum bisa move on, terutama PDIP dan PSI.
Berbagai tuduhan dan fitnah gencar dilakukan oleh kedua partai itu, bahkan PSI mendapatkan berkah dari memusuhi Anies, seolah Indonesia itu Anies, sehingga dibutuhkan gerakan sistematis partai untuk melawan Anies. Namun sayangnya kini PSI menuai karma kebenciannya, banyak ditinggalkan oleh para pendukung kritisnya. Sehingga kini PSI pun menjadi galau dan gelisah di tengah pergumulan politik yang tengah terjadi saat ini.
BACA JUGA: Waspada! Gejala Kecurangan Pilpres Sudah Dimulai
Menghadapi itu semua, Anies tetap rendah hati dan senyum, tak perlu menghadapi asumsi, Anies hanya akan membuktikan semua berdasar janji – janji politik yang pernah dia janjikan pada warga Jakarta.
Aniespun tuntas menjalankan kewajiban politiknya di Jakarta dan Anies mampu membawa kemajuan Jakarta yang luar biasa, Aniespun mampu membawa kota Jakarta sebagai kota toleran yang itu membantah semua tuduhan yang disematkan.
Kemampuan Anies menuntaskan semua janji politiknya di Jakarta, nampaknya membuat Surya Paloh, Partai Nasdem mempertimbangkan Anies dipinang untuk menjadi bakal calon presiden, selain Ganjar dan Andikan Perkasa, Panglima TNI saat itu.
Keberanian Surya Paloh dan Partai Nasdem menjadikan Anies sebagai bakal calon presidennya membuat konstelasi di istana juga berubah. Partai Nasdem dan Surya Paloh menjadi sasaran hujatan dan fitnah. Surya Paloh dan Partai Nasdem bukan tidak menyadari itu, semua sudah menjadi pertimbangan, bagi Surya Paloh dan Partai Nasdem kepentingan restorasi dan memperbaiki keadaan bangsa yang sudah sangat mengkhawatirkan ini menjadi pilihannya. Pilihan Surya Paloh dan Partai Nasdem adalah pilihan yang pernah dilakukan oleh PKS dan Demokrat, mereka mampu menjaga ritme demokrasi agar tetap sehat.
Nampaknya keberhasilan Anies dalam memimpin Jakarta dan jejak rekamnya yang mampu menghadirkan keadilan sosial bagi warga Jakarta, membuat istana dan oligarki harus menyusun strategi menggagalkan Anies untuk bisa mendapatkan tiket capres.
Pemunduran pilpres dan pilkada dari tahun 2022 menjadi tahun 2024 bisa jadi menjadi bagian skenario menggagalkan Anies, mengapa? Kalau seandainya pilgub Jakarta dilaksanakan tahun 2022, bisa dipastikan, Anies tak ada lawan tandingnya, oligarki akan mati kelimpungan di Jakarta, yang ini akan membuat sumber pendanaan buzzer dan para penjilat kekuasaan serta pengkhianat Reformasi akan menipis bahkan tidak ada. Belum lagi kalau dua tahun Anies memimpin Jakarta diperiode kedua dan menjadi capres, bisa dipastikan istana dan oligarki akan babak belur dan kehilangan mata pencahariannya mengeruk keuangan negara.
Dalam pikiran para pembenci Anies di istana dan oligarki, kalau Anies sudah tak menjabat, pilkada dan pilpres diundur, Anies akan kehilangan pamornya. Sayangnya asumsi mereka tak terbukti semua. Justru selepas Anies purna dan mendapatkan dukungan dari partai Nasdem, aura Anies sebagai presiden semakin memancar, mengingatkan kita pada peribahasa, emas akan tetap emas meski berada didalam kubangan, sebaliknya loyang ya akan tetap loyang, meski ditempatkan di istana.
Pilihan Partai Nasdem dan Surya Paloh nampaknya pilihan rasional dan tepat, dan segera akan disusul oleh PKS dan Demokrat. Kesamaan pikir dan pilihan ketiga partai itu terhadap sosok Anies, juga membuat konstelasi diistana semakin amburadul.
Istana kini sibuk memusuhi Partai Nasdem yang dianggap “berkhianat”, mereka lupa bahwa persekongkolan jahat untuk menjadikan negara hancur itulah sebenar benar pengkhianatan.
Koalisi pemerintahan yang diharapkan mampu melanggengkan cengkraman oligarki, kini berubah, koalisi menjadi terbelah, setidaknya mulai ada kesadaran menyelamatkan negara dari kehancuran.
Anies memang luar biasa, Anies mampu merubah semua, kesadaran rakyat mulai tumbuh bahwa menyelamatkan negara dari kehancuran adalah sebuah panggilan, sebagaimana para pendiri bangsa melawan penjajahan dan memproklamirkan kemerdekaan.
Menjamurnya relawan diberbagai pelosok, mulai munculnya kesadaran partai politik untuk bergabung dalam koalisi perubahan, tentu ini menjadi hal baik bagi Indonesia kedepan.
Sebaliknya ini akan menjadi mimpi buruk oligarki, istana dan para penjilatnya yang selama ini nyaman merampok kekayaan negara.
Mimpi buruk yang membayangi, menimbulkan kecemasan akut, sehingga tindak tanduknya tak malu lagi, ungkapan ketua KPU dan Ketua Bawaslu yang memojokkan Anies, bisa dipahami sebagai bagian kecemasan oligarki yang selama ini memperalat kekuasaan.
Contoh lain yang telanjang dilakukan oleh Heru Budi, Gubernur Jakarta yang mendapatkannya tanpa bersusah payah. Apa yang dilakukan adalah menghapus jejak dan karya baik Anies di Jakarta. Kini Jakarta pun menjadi merana, subsidi kepada rakyat pun tega untuk dihabisi.
Anies memang hebat, Anies mampu memberi harapan kepada bangsa Indonesia, Aniespun mampu membuat segalanya berubah.
Bukan tidak mungkin karena kengototannya menjadikan Ganjar Pranowo dan Eric Tohir sebagai pasangan capres yang dipersiapkan, ditengah menguatnya Anies sebagai capres pilihan rakyat, Jokowi akan ditinggalkan oleh koalisinya.
Resuffle menteri – menteri dari Partai Nasdem bagi Jokowi memberi beban tersendiri, karena harus cermat menghitung untung ruginya. Pilihan mengambil calon pengganti menteri dari Partai Nasdem dengan calon dari Perindo merupakan pertimbangan rasional Jokowi, karena Partai politik yang mempunyai jaringan sebagaimana Surya Paloh miliki hanyalah Hari Tanu dengan Perindonya. Kalau seandainya Golkar masih dipimpin oleh Abu Rizal Bakri, bisa jadi tawaran pengganti akan diberikan kepada Golkar, mengingat posisi Golkar yang masih kuat di parlemen.
Kini yang mejadi pertanyaan apakah Perindo akan menjadi pilihan rakyat pada pemilu 2024? Biarlah 2024 membuktikan, Pemilu 2019 cukup menjadi bukti bahwa Perindo belum bisa masuk Parlemen. Apakah Partai Nasdem akan melawan? Reshuffle menteri menteri dari Partai Nasdem bukan tidak mungkin adalah momentum yang ditunggu oleh Partai Nasdem. Mereka tidak akan punya beban lagi terhadap koalisi pemerintah dan akan semakin mantap memperkuat koalisi perubahan.
Hal yang sama juga akan terjadi pada Megawati. Bagi Megawati menjaga marwah PDIP dalam trah Soekarno adalah sebuah amanah, sehingga suksesi kepemimpinan tahun 2024 tidak boleh mengancam trah Soekarno di PDIP.
Pernyataan para relawan Jokowi yang mengatakan Ganjar Presiden, Jokowi ketua PDIP akan menjadi bayangan buruk bagi Megawati dan trah Soekarno di PDIP. Bukan tidak mungkin, akibat bayangan buruk itu, PDIP juga akan meninggalkan Jokowi dan koalisi pemerintahan. Semua masih sangat mungkin dan bergantung pada sikap Jokowi dan elektabilitas Anies.
Semoga perubahan Indonesia kearah yang lebih baik bisa dijalankan, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)
Editor: DAD
