Akhirnya Publik Tahu Siapa Calon Presiden Oligarki
KEMPALAN: KALAU memang benar apa yang dikatakan oleh Hasnaeni Moein dalam videonya bahwa Hasyim Asy’ari, Ketua KPU mengatakan bahwa calon presiden 2024 yang akan dimunculkan adalah pasangan Ganjar Pranowo – Eric Tohir, ini akan membuat publik tahu siapa calon presiden yang memang didesain untuk dimenangkan.
Lalu pertanyaannya adalah apa yang dilakukan oleh ketua KPU ini untuk kepentingan siapa? Publikpun juga akan paham bahwa apa yang disampaikan oleh ketua KPU linier dengan apa yang disampaikan oleh istana dalam berbagai kesempatan yang meng”endorce” capres tertentu dengan menyebut ciri – ciri rambut putih, wajah berkerut. dilain kesempatan istana juga mengatakan kalau memilih capres jangan sembrono, yang intinya istana ingin menegaskan bahwa capres yang menurutnya “baik” adalah capres yang sesuai dengan keinginannya. Capres yang bekerja sesuai dengan kepentingan yang selama ini dia jalankan.
Selama hampir 10 tahun kepemimpinan Jokowi, terkesan bahwa apa yang dilakukan olehnya lebih banyak berpihak pada kepentingan oligarki dan China. UU Cipta Kerja ( Omnibus Law) yang disahkan dirasakan sebagai UU “pesanan”. Proyek kereta cepat yang pada akhirnya tekor menguras APBN juga menunjukkan betapa asing (China) sangat dimanjakan. Pembangunan IKN yang ” dipaksakan” tanpa kajian yang komperehensif juga menyisahkan banyak masalah.
BACA JUGA: Pencabulan Demokrasi dan Pilpres Cabul
Masuknya ribuan tenaga kerja China di satu sisi presiden menjanjikan 10 juta lapangan kerja ternyata hanya isapan jempol belaka. Investasi China yang diharapkan menyerap tenaga kerja, ternyata bodong, investasi China tidak sekedar uang, tapi juga mensyaratkan tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga kerja yang berasal dari China.
Pernyataan presiden Jokowi yang mengarah pada figur tertentu, bahkan kadang dengan jelas menyebut nama, misalkan disaat HUT Perindo, Jokowi menyebut dengan jelas bahwa 2024 adalah giliran Prabowo.
Pernyataan presiden tentu berdampak pada kegaduhan, presiden dianggap tidak fair, berpihak pada figur tertentu, hal seperti justru akan membelah persatuan dan kesatuan bangsa. Lalu kalau sudah seperti ini siapa yang akan diuntungkan?
Oligarki akan merasa pada posisi yang dilindungi oleh Presiden, sehingga oligarki akan terus menerus mendorong presiden untuk menabrak etika dan konstitusi demi kepentingannya. Kasus Wadas Jawa Tengah adalah saksi bagaimana oligarki dilindungi dan rakyat diintimidasi.
Oligarki akan terus berusaha mendorong dan memunculkan figur yang bisa melindungi kepentingannya, meski presiden berganti. Segala cara akan dilakukan. Harapannya presiden pengganti Jokowi adalah mereka yang bisa dikendalikan dan berpihak pada kepentingannya. Mereka berharap presiden yang akan datang adalah boneka yang bisa dikendalikan dan dipermainkan.
Yang namanya boneka, tentu akan sangat lucu dan bisa dibuat mainan, sehingga di 2024, Indonesia akan mendapatkan presiden yang lucu dan bisa dibuat mainan untuk kepentingan oligarki.
BACA JUGA: “Birahi” Hasyim Asy’ari Ketua KPU Menodai Demokrasi
Ini berarti kita akan mengulang sejarah sebelumnya bahwa negara akan berada didalam kendali oligarki dan dampaknya tidak akan ada keberpihakan kepada rakyat. Kebijakan yang ada tentu akan berpihak kepada kepentingan oligarki.
Masa penjajahan Belanda dengan VOC nya adalah cerita kelam bagaimana kekuasaan para raja saat itu dikendalikan. Mereka dipaksa tunduk kepada kepentingan penjajah Belanda. Tanah – tanah dikuasai, jalan – jalan dibangun demi memuluskan kerakusan VOC untuk merampok kekayaan alam Nusantara. Rakyat ditindas, dipekerjakan sebagai rodhi, kebijakan dipaksa sesuai dengan keinginan penjajah. Hanya mereka yang bisa mereka jadikan boneka yang mereka kehendaki untuk memimpin.
Akibat tindakan – tindakan seperti itulah memantik perlawanan rakyat di beberapa tempat, tujuannya hanya satu membebaskan tanah mereka dari cengkraman penjajah dan mereka hidup merdeka ditanahnya sendiri.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah monumen sejarah penting bagaimana para pendiri bangsa memerdekakan Indonesia dari oligarki VOC dan penjajah Belanda.
Ada tujuan mulia yang dicanangkan dalam proklamasi sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, menentang penjajahan, menjalankan ketertiban dunia, mencerdaskan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BACA JUGA: Waspada! Gejala Kecurangan Pilpres Sudah Dimulai
Sebagai bangsa yang merdeka, kita ingin bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan beserta amanah konstitusinya harus jalankan, sehingga rakyat bisa merasakan apa yang menjadi tujuan mulia kemerdekaan.
Tujuan mulia kemerdekaan hanya akan bisa dijalankan kalau kita mendapatkan pemimpin yang benar benar berpihak pada kepentingan rakyat dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pilpres 2024 adalah pertaruhan kita mendapatkan pemimpin yang berpihak pada rakyat atau pemimpin yang bekerja untuk kepentingan oligarki.
Pada akhirnya rakyat akan menjadi penentu, namun sayangnya kedaulatan rakyat dibajak oleh ambisi dan kepentingan pribadi dan golongan penyelenggara pemilu.
Pernyataan ketua KPU, Hasyim Asy’ari, yang akan “memenangkan” pasangan Ganjar Pranowo – Eric Tohir, pernyataan ketua Bawaslu yang mengatakan Anies melanggar etika dan mencuri start, menunjukkan keberpihakan pada calon tertentu yang dipersiapkan. Ini menodai demokrasi dan menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu.
Terkesan sepertinya KPU dan Bawaslu hanya membidik Anies yang dianggap calon potensial yang bisa mengganggu kepentingan istana dan oligarki. Meski pada kenyataannya capres yang ada tidak hanya Anies, ada Ganjar Pranowo, ada Prabowo dan ada calon lain. Penghadangan terhadap kunjungan Anies kedaerah daerah, pembiaran demo demo yang menghadang Anies, mempersulit izin penyelenggaraan kegiatan Anies dan fitnah fitnah dan tuduhan terhadap Anies yang tidak berdasar adalah sederet peristiwa betapa Anies adalah calon yang tidak dikehendaki. Apa yang dialami oleh Anies ini pernah dialami oleh Prabowo tahun 2019.
Keduanya harus menjawab tudingan tudingan itu, agar rakyat menaruh kembali harapan dan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu. DKPP mesti melakukan tindakan tegas bila apa yang disampaikan keduanya memang disinyalir menjadi bagian dari skenario oligarki.
Hal yang sama juga harus dilakukan oleh mereka yang mencintai Indonesia dan demokrasi sebagai pilihan terbaik diantara pilihan yang ada agar mendapatkan pemimpinpemimpin yang baik.
Menyiapkan pengawasan yang ketat dan beradu data menjadi sebuah keharusan. Sehingga mempersiapkan instrumen pengawasan terhadap KPU dengan tehnologi yang canggih. Bolehlah KPU mendesain calon tertentu, tapi tetaplah berpegang pada nilai nilai demokrasi yang baik, jujur dan adil. Tak boleh demokrasi dinodai dengan cara jahat, kotor, dan bersekongkol untuk memenangkan calon tertentu yang justru akan semakin membuat rakyat sengsara dan jauh dari nilai nilai Pancasila dan UUD 1945. (*)
Editor: DAD