“Birahi” Hasyim Asy’ari Ketua KPU Menodai Demokrasi

waktu baca 2 menit
Kolase kempalan.com

KEMPALAN: Demokrasi Indonesia menuju titik nadhir, betapa tidak setelah praktek penunjukan plt pejabat kepala daerah yang dibajak oleh mendagri Tito Karnavian dengan penunjukan langsung, lalu penjegalan kepada Anies Baswedan capres yang tidak dikehendaki oleh istana dan oligarki melalui upaya – upaya mempersulit perizinan, perilaku presiden melalui endorcing terhadap capres tertentu, pembiaran kepada capres tertentu yang dikehendaki meski masih menjabat sebagai kepala daerah ataupun menteri, tafsir KPU tentang larangan kepada capres, cawapres dan caleg yang mengatakan dirinya sebagai capres, cawapres dan caleg sebelum penetapan dan yang terakhir perilaku ketua KPU, Hasyim Asy’ari atas dugaan asusila terhadap ketua Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein.

Birahi yang dimaksud bukan hanya syahwat politik tapi syahwat seksual, sebagaimana dugaan yang dilakukan oleh Hasyim Asy’ari kepada Hasnaeni.

Dalam kesaksiannya yang beredar viral melalui medsos, Hasnaeni mangatakan bahwa ada bujuk rayu Hasyim, yaitu partainya akan diloloskan dengan imbalan tertentu, imbalan itu berupa permintaan Hasyim agar Hasnaeni melayani birahi seksualnya.

Nampaknya Hasyim Asy’ari tak hanya tak kuasa menahan hasrat seksualnya ketika berhadapan dengan Hasnaeni, tapi birahi politiknya juga tak bisa ditahan, sehingga tanpa merasa bersalah dia sampaikan ke Hasnaeni, bahwa calon presiden dan wakil presiden yang dipersiapkan adalah Ganjar Pranowo – Eric Tohir.

Tanpa beban ketika Hasnaeni ditanya didalam video yang beredar, “Masuk nggak itu burungnya Hasyim? “, “Masuklah pak”. Itu artinya bahwa perbuatan itu dilakukan dengan sadar dan sama sama suka. Hasyim menikmati petualangannya dan Hasnaeni juga mau karena dijanjikan partainya akan diloloskan untuk mengikuti pemilu 2024.

Demokrasi Indonesia dan pemilu 2024 sedang menghadapi ancaman dari dalam, dari pelaksana pemilu itu sendiri,yaitu KPU.

Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan, karena akan merugikan bangsa Indonesia.

Tentu ini menodai dan mengkhianati perjuangan rakyat dan mahasiswa tahun 1998 ketika menumbangkan orde baru.

Mantan aktivis 1998 yang hari ini tentu masih banyak dan masih memegang nilai nilai anti korupsi, kolusi dan nepotisme sangat dihinakan dan dilecehkan oleh persekongkolan jahat oknum KPU dan oligarki dengan mengendalikan partai politik.

Tak ada kata kompromi untuk yang seperti ini, meminjam apa yang pernah disampaikan oleh Wiji Thukul :

Peringatan

jika rakyat pergi,
ketika penguasa pidato,

kita harus hati-hati,
barangkali mereka putus asa,

kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri,

penguasa harus waspada dan belajar mendengar,

bila rakyat berani mengeluh,
itu artinya sudah gasat,

dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah,
kebenaran pasti terancam,

apabila usul ditolak tanpa ditimbang,
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan,
dituduh subversif dan mengganggu keamanan,

maka hanya ada satu kata: lawan! (Isa Ansori)

Editor: DAD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *