Korupsi Hakim Agung

waktu baca 6 menit
Sudrajad Dimyati (Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

KEMPALAN: PARA praktisi hukum punya banyak ungkapan keren yang disebut sebagai kredo atau maksim. Ungkapan-ungkapan itu diambil dan biasanya diucapkan dari bahasa Latin supaya terdengar lebih keren. Salah satu yang keren adalah ‘’hukum harus tetap ditegakkan meskipun langit runtuh’’, yang dalam bahasa Latin berbunyi ‘’fiat justitia ruat caelum’’.

Kredo ini diucapkan kali pertama oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus pada 43 SM. Ungkapan ini menegaskan bahwa dalam kondisi segawat apapun hukum harus tetap berdiri tegak tak tergoyahkan. Ada lagi kredo lain yang juga keren dan sering dikutip para praktisi hukum. Bunyinya ‘’ fiat justitia et pereat mundus’’, artinya, hendaklah keadilan ditegakkan walaupun dunia harus binasa. Adagium ini kali pertama dicetuskan oleh Raja Hungaria dan Bohemia, Ferdinand I (1503–1564).

Ungkapan itu menyiratkan bahwa dalam kondisi apa pun keadilan harus ditegakkan. Bahkan ketika langit runtuh pun keadilan harus ditegakkan. Ketika dunia binasa pun keadilan masih tetap harus ditegakkan. Keadilan tetap harus ditegakkan meskipun dunia kiamat. Begitu kira-kira maksudnya.

BACA JUGA: Dewan Kolonel

Adagium itu seharusnya juga dimaknai secara terbalik. Kalau hukum tidak ditegakkan, maka dunia akan binasa. Kalau hukum tidak ditegakkan maka langit akan runtuh. Kalau hukum tidak ditegakkan maka dunia akan kiamat. Begitulah seharusnya.

Dalam dunia yang ideal, para penegak hukum itu menjadi tiang utama untuk menegakkan hukum. Tapi, dunia ideal itu hanya ada di negara Utopia-nya Thomas More. Di dalam dunia nyata penegakkan hukum sering tidak tegak dan malah miring.

Dalam salah satu bait puisinya, Gus Mus menyebut ‘’penegak hukum jalannya miring’’ untuk menggambarkan ironi yang terjadi di ‘’Negeri Amplop’’. Penegak hukum jalannya harusnya tegak. Tapi ternyata penegak hukum jalannya miring.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *