Madura Juga Minta Pemilu Ditunda?
Catatan: Hambali Rasidi, kontributor kempalan
KEMPALAN-Entah siapa yang memasang. Spanduk bertuliskan: Pak Jokowi Rakyat Sedang Menjerit. Masyarakat Madura Minta Tunda Pemilu. Terpasang di pinggir jalan akses menuju Jembatan Suramadu.
Entah berapa jumlah spanduk itu yang terpasang. Saya hanya menerima kiriman foto spanduk bertuliskan di atas. Ada mobil pikap L 300 sedang melintas di bawah spanduk itu.
Getaran wacana menunda pemilu 2024 ternyata sudah bergulir di Pulau Madura. Meski dalam bentuk spanduk. Gendang wacana yang dihembuskan kelompol elit Jakarta awal 2022 lalu, setidaknya mulai ditabuh di daerah. Termasuk Pulau Madura.
Menteri Investasi Bahlil Lahaladia awal mewacanakan penundaan pemilu dengan dalih perbaikan ekonomi. Lalu Cak Imin, Ketum PKB. Disusul Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan menyatakan serupa. Dalillnya menambah aspirasi rakyat karena kondisi perekonomian belum stabil akibat Covid-19.
Para ketum parpol itu minta kepada pemerintah agar fokus memulihkan kondisi perekonomian. Daripada memikirkan persiapan Pemilu 2024.
Wacana penundaan Pemilu 2024 seperti pribahasa: Sekali mendayung. Dua tiga pulau terlampaui. Pribahasa ini sangat tepat apabila dikaitan dengan wacana jabatan presiden tiga periode.
Anda bisa menebak. Jika jabatan presiden tiga periode. Tentu perlu mengamendemen UUD 1945. Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 mengatakan, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.
Sedangkan Pasal 7 UUD 1945 menyebut: bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Semula Presiden Jokowi pada awal 2021 menolak masa jabatan presiden diubah menjadi tiga periode. Bahkan, Jokowi menyebut pengusul masa jabatan tiga periode seperti punya maksud tersembunyi.
Tapi, beberapa hari terakhir sikap Jokowi terlihat bersayap. Tak lagi tegas menolak. Dalihnya, keinginan masyarakat dan taat konstitusi.
“Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar,” kata Jokowi.
“Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya,” tambahnya.
Jawaban bersayap Jokowi disampaikan kepada media sehari setelah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menyampaikan usulan Jokowi Tiga Periode dalam acara Silaturahmi Nasional Apdesi 2022 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Bahkan, Apdesi menyatakan akan mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi menjabat 3 periode setelah lebaran Idul Fitri 1443 Hijriyah.
Makjleb.
Dua wacana Penundaan Pemilu 2024 dan Jokowi Tiga Periode bisa menjadi kado paket perpanjangan masa periode anggota DPR/MPR/DPD/DPRD dan kepala daerah.
Jika mereka para elit Jakarta seiya sekata mengamandemen UUD 45 yang membatasi periodisasi jabatan presiden. Jabatan wakil rakyat dan kepala daerah juga ikut berubah.
Saya ingat pernyataan Dahlan Iskan yang ditulis melalui situs disway. Berikut isinya:
Tapi konstitusi itu bikinan manusia. Sepanjang manusianya mau, konstitusinya bisa disesuaikan dengan kemauan.
Apakah memang ada jalan ke sana?
Tentu ada. Mudah sekali. Yang penting DPR dan MPR setuju. Anda pun sudah tahu: adakah yang tidak disetujui DPR belakangan ini? Usulan yang belum matang pun sudah disetujui –apalagi yang siap saji.
“Tapi soal periode ketiga ini beda. Lebih sensitif. Lebih sulit”.
Itu kan Anda yang bilang begitu.
Bagi yang biasa mengatur DPR, itu sama sekali tidak sulit. Ada caranya. Langsung jitu.
Bayangkan: siapa yang tidak setuju kalau usulan periode ketiga itu dibuat seperti martabak istimewa –pakai tiga telur.
Misalnya begini: “Khusus kali ini, presiden diperbolehkan menjabat tiga periode. Demikian juga anggota DPR dan DPD. Masa jabatan mereka diperpanjang satu periode. Pun para kepala daerah: gubernur, bupati, wali kota. Demikian juga anggota DPRD provinsi dan anggota DPRD kabupaten/kota. Semua ikut diperpanjang”.
Dengan pokok-pokok usulan seperti itu rasanya sulit mencari anggota DPR yang tidak setuju. Demikian juga anggota DPD. Para gubernur pun akan gegap gempita mendukung: kalau perlu sanggup mengerahkan semua elemen masyarakat untuk seolah-olah ikut setuju. Partai-partai akan ditekan oleh kader-kader mereka: untuk ikut setuju.
Selesai. Rukun. Damai. Tenang. Aman sentosa. Sampai tahun 2029.
Toh pandemi sejenis ini hanya akan terulang 100 tahun lagi –kalau siklus pandemi masa lalu masih berlaku.
Mungkin DPD yang masih ingin nego: kami setuju saja asal kami diberi bonus: kekuasaan tambahan. Supaya DPD tidak menjadi lembaga formalitas. Kan terlalu banyak pekerjaan DPR. Bisa dibagi-bagi ke DPD –20 persennya pun jadi.
Itu juga bisa diatur. Mumpung pimpinan DPR/DPD dan MPR adalah orang-orang yang tidak sulit diatur.
Tanda-tanda prediksi Dahlan Iskan belum terlihat.
Partai koalisi di parlemen masih belum satu suara. Dengungan dua wacana di atas ibarat uji produk. Sengaja dilempar ke publik. Menunggu respon pasar.
Sekjen PDI-P Hasto menilai para Kades dimobilisir untuk mewacanakan Jokowi Tiga Periode.
Hasto mengaku PDI-P lagi fokus mencari solusi atas krisis minyak goreng dengan membangkitkan ekonomi desa.
Karenanya, para kepala daerah yang berasal dari kader banteng diminta menggandeng perguruan tinggi untuk melaku riset dan inovasi menuju kemandirian pangan.
Ah yang benar, Pak Hasto?