Tertawa
KEMPALAN: Tertawalah sebelum tertawa dilarang. Begitu ungkapan yang beredar di negara-negara komunis era Uni Soviet. Tertawa adalah ekspresi bahagia. Tetapi, di negara otoriter, tertawa bisa membawa masalah, tertawa bisa membawa orang masuk penjara.
Itu cerita kuno. Tapi, ternyata sekarang masih terjadi. Di Korea Utara diberlakukan peraturan nasional dilarang tertawa selama 11 hari penuh sejak Jumat (17/12). Aturan ini diterapkan dalam rangka ‘’haul’’, peringatan 10 tahun kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong Il, yang meninggal 2011.
Pemerintah Korea Utara secara resmi melarang warganya untuk tertawa atau menunjukkan ekspresi bahagia, menggelar pesta dengan minum alkohol, atau berbelanja bahan makanan.
Jika ada anggota keluarga yang meninggal selama masa berkabung tersebut, mereka tidak boleh menangis dengan keras dan jenazahnya harus segera dibawa keluar untuk dikuburkan. Warga juga tidak boleh merayakan ulang tahun selama masa perkabungan nasional itu.
Kim Jong Il memerintah Korea Utara sejak 1994 hingga meninggal dalam usia 69 tahun pada 2011 akibat serangan jantung. Setelah Kim Jong Il meninggal, kekuasaan Korea Utara diteruskan oleh sang putra, Kim Jong Un, sampai sekarang.
Sama seperti bapaknya, Kim Jong Un memerintah dengan tangan besi. Selama 10 tahun pemerintahan Jong Un nyaris tidak ada perbedaan apa pun dengan pemerintahan sebelumnya. Korea Utara tetap menjadi negara pariah yang dijauhi oleh negara-negara lain, termasuk tetangga terdekatnya Korea Selatan. Satu-satunya negara yang mau berteman dengan Korea Utara adalah China.
Sungguh tidak terbayangkan hidup di negara seperti Korea Utara. Mungkin, di dunia ini hanya Korea Utara satu-satunya negara yang melarang orang tertawa, dan mengancamnya dengan hukuman penjara.
Itulah kondisi negara tanpa demokrasi. Bahkan hak rakyat yang paling dasar, seperti merasa senang dan tertawa, dikontrol dan dilarang. Membuat lawakan yang mengundang tawa bisa membawa celaka. Membuat joke mengenai negara dan aparatnya bisa kena ancaman penjara.
Beruntunglah mereka yang masih bisa tertawa di mana-mana, termasuk di Indonesia. Tertawa menjadi sesuatu yang mahal. Membuat lawakan mengenai polisi tidur pun terancam penjara. Membuat mural yang lucu-lucu pun bisa terancam pidana.
Indonesia bukan Korea Utara. Semua sepakat tanpa debat. Presiden Indonesia bukan pemimpin despot seperti Korea Utara. Indonesia adalah negara demokrasi. Presiden Jokowi menegaskan berkali-kali bahwa dia tidak anti-kritik. Presiden Jokowi berkali-kali menegaskan komitmennya terhadap demokrasi dan meminta publik tidak meragukannya.
Demokrasi macam apa yang dibayangkan Jokowi? Di mata 100 ilmuwan politik dalam dan luar negeri yang dihimpun oleh LP3ES (Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), demokrasi Indonesia digambarkan sebagai ‘’Demokrasi Tanpa Demos’’ (2021).
Demokrasi Indonesia berjalan…