Pengakuan Sumiati

waktu baca 5 menit

KEMPALAN: Sindhu menghabiskan waktu pagi hingga tengah hari di kelurahan. Dia layani penduduk di kantor. Kadang juga dia turun ke kampung-kampung wilayahnya. Dia banyak dapat masukan dari warga dan melihat kondisi langsung.Siang baru dia ke tempat rekreasinya.

Tidak jarang acara syukuran bayi, khitanan, pesta manten harus dia datangi dan memberi sambutan. Makin mahir dia berpidato dalam bahasa Jawa. Begitu juga jika ada kematian, dia harus hadir. Sumiati tentu juga harus mendampingi. Ternyata berat mengemban tugas sebagai kepala desa. Belum juga ngasih uang sumbangan jika datang ke yang punya hajad, dan tidak boleh sedikit, nggak pantas.

“Mas penghasilanmu habis untuk nyumbang sana-sini. Aku sering nombok”, kata Sumi suatu malam di atas ranjang.

” Iya mahal ongkos sosial jadi pejabat, ya kamu sing sabar,” jawab Sindhu sambil melihat Gangsar yang tidur terlelap. .

“Waktumu juga habis. Tapi ini jangan jadi alasan untuk korupsi mas.”

Sindhu kaget mendengar Sumi mengucap begitu. Dia merasa beruntung punya istri demikian. Makin cinta dia sama Sumi.

” Mungkin karena ini masih awal. Nanti lama-lama bisa diatur, diatur lebih baik.” sahut Sindhu sambil mencium istrinya.

Dengan kode tertentu. Gangsar yang sudah bobok digeser. Lalu Sumi tidur mepet Sindhu. Diraba-raba tubuh yang beberapa hari ini ditinggal sibuk ngurus pekerjaan. Sumi pun memberi respon, tangannya menggerayangi badan Sindhu. Diciumi wajah Sindhu, Sindhupun membalas dengan hangat. Diciumi dada Sumi, Sumi menikmatinya. Matanya merem2 sambil nafasnya mendesah. Tangan Sindhu yang lain menggerayang ke bawah. Akhirnya Sumipun meminta

” Ayok… ”

Gangsar sempat merengek. Ditepuk2 sebentar, lalu tidur lagi.

Sindhu mengelus2 lagi puncak gunung istrinya dan diciumi. Sumi mengelus dan menciumi senjata Sindhu.  Kembalilah gairah membara. Sindhu makin bersemangat. Sumi segera merebah.

Sindhu mengarahkan senjatanya tepat di sasaran, terjadilah pertempuran panas laksana pengantin baru.

” Terus mas…” desah Sumi.

Sindhu pun mempercepat gerakannya, penuh semangat.

Lalu mereka mencapai puncak.

*

Sindhu mulai membenahi beberapa hal. Ada tim gotong royong yang dibayar kelurahan untuk bersih-bersih desa setiap Sabtu Minggu. Tim ini membersihkan parit,membersihkan pasar, kanan kiri jalan yang ditumbuhi semak dan rumput.

Kegiatan seni dan olahraga dia hidupkan. Orang2 yang punya bakat harus diberi kesempatan tampil baik saat  17an atau Halal bi Halal. Anak2 yang punya bakat seni jadi mempunyai rasa percaya diri dan dihargai. Kebudayaan harus dilestarikan. Termasuk diadakan pertunjukan wayang kulit tiap malam 1 Suro.

Yang punya bakat olahraga pun diadakan ajang lomba tiap 17 Agustus. Lalu dibentuk klub sepak bola untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga pada desa. Upaya-upaya ini mendapatkan dukungan dari masyarakat. Desa makin hidup. Masyarakat bersemangat.

Kegiatan PKK ibu2 juga digiatkan baik untuk memberi wawasan atau meningkatkan ketrampilan.

Ibu2 harus tahu soal gizi, psikologi anak, psikologi orangtua. Beberapa kali diadakan pembekalan untuk ibu2. Juga diadakan kursus untuk pengelolaan UMKM.

Sindhu tidak ingin ibu-ibu buru-buru mikir akherat pengajian sana-sini,  lalu waktunya habis untuk ibadah dengan Tuhan. Mereka harus aktif ikut memajukan keluarga.

Tapi Sindhu memang harus keluar dana banyak untuk mendukung aktifitas masyarakat ini. Untung ada pemasukan dari tempat rekreasi dan tokonya yang ramai.

Pendudukpun mengalami penikngkatan pendapatan sejak dibuka tempat rekreasi baru. Sehingga mereka ikut pula beriuran untuk pengembangan kegiatan desa.

Toko ijo dan toko bangunan yang dikelola Sumi dan orangtuanya justru makin maju meski banyak uang pribadi dipakai untuk.membiayai kegiatan desa. Tanah bengkok dari kelurahan ditanami semangka dan lombok. Tanah jatah untuk Sindhu ini memberikan hasil yang lumayan.

“Papa senang lihat kiprah Sindhu di masyarakat.” kata tuan Shanghai.

“Kamu sebagai istri harus mendukung “, lanjut tuan Shanghai kepada Sumi.

Sumi meski berat tetap harus mendukung suaminya.

” Ya gitu nduk orang hidup. Harus bermanfaat bagi sesama,” kata Bu Padmo menasihati anak mantunya itu.

” Rumah tanggamu kan nggak kekurangan,” lanjut bu Padmo. Dia bangga melihat anaknya jadi kepala desa. Meskipun bukan jabatan tinggi dan tidak.membuat kaya tapi bermanfaat bagi masyarakat. Itulah puncak makna hidup. Dia ingat suaminya gagal jadi kepala desa. Ternyata anaknya kini justru yang menggantikan mimpi itu.

**

Dua tahun pertama hasil dari kepemimpinan Sindhu sudah kelihatan. Masyarakat merasakan. Pelan-pelan penduduk mulai lupa perselisihan gara2 pilkades dua tahun silam. Tidak ada gunanya memelihara permusuhan. Tujuan mereka sama yakni.mendapatkan kehidupan yang sejahtera, rukun damai dengan sesama.

Di pos ronda suatu malam, sambil main kartu obrolan pun berkembang.

” Kalau gini pak Sindhu bisa maju lagi.” kata Suranto sambil memainkan kartunya.

” Walah…masih terlalu dini. Sekarang saatnya bekerja.”

” Iya cocok. Jangan mikir pilkades terus, nggak jadi membangun nanti, cuma usrek mikir politik.”

” Tapi kan penting memikirkan masa depan desa kita.”

” Penting memang. Ning yo nggak mikir pilihan lurah terus. Mikir masyarakat itu yang penting..”

” Yang dilakukan pak lurah sudah bagus. Kita perlu dukung, perlu kita panjut kegiatan2 yang positif.”

” iyo sarujuk, soal pilkades, nanti saja.”

“Eh tapi ada isu lho.”

” Opo maneh?”

” Katanya pak lurah mulai lirak-lirik janda muda. Yu Surti.” kata Bandi penuh tekanan.

” sst jangan merusak rumah tangga orang. ”

” Lho ada yang lihat di kelurahan. Katanya mereka ngobrol akrab sambil guyon-guyon.”

” Lha cuma gitu aja kok curiga. Jangan2 kamu sendiri yang naksir yu Surti?” Suranto memegangi kartunya sambil bicara.

Bandi pun gelagepan ketika pernyataan itu dibalik. Dia salah tingkah.

” Makanya jangan bikin berita palsu. Kasihan nanti bu lurah.”

” Saya juga cuma katanya.”

” Bu lurah ayu kinyis2 kok disamakan dengan yu Surti. Mbok mikir.”

” Lho nafsu kan kadang lupa tempat, ” Bandi masih ngeyel. membela diri sambil menghisap rokoknya.

” Nanti harus ada yang tanya ke pak lurah dan diingatkan supaya hati2 menjaga sikap.”

Pembicaraan di pos ronda itu pun usai dan malam telah larut. (Prof Budi Santosa, PhD adalah Rektor Institut Teknologi Kalimantan, guru besar Teknik Industri ITS Surabaya/bersambung)

 

BACA LAINNYA

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Pengakuan Sumiati

Kempalan News
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *