Pengakuan Sumiati
KEMPALAN: Sindhu masih berpikir tentang programnya. Dia ragu apakah bank desa tetap akan dijalankan. Malah dia terngiang saran Sentot untuk membangun sekolah. Iya bagi dia sekolah rasanya akan lebih punya efek. Dia akan bikin sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat buat hidup. Sekolah yang lebih banyak praktek dan membangun karakter.
“Masalahnya kalau bank itu sulit dijaga komitmen peminjamnya.”
“Iya bener tidak semua orang miskin mau ditolong. Kadang mereka menikmati kemiskinannya.”
“Maksudnya?”
“ Nyaman jadi orang miskin dan mengandalkan bantuan.”
Sindhu ngobrol dengan punggawa di kelurahan. Kepikiran untuk meminta Corporate Social Responsibility-nya pabrik air aqua. Meski dia agak menyayangkan bagaimana aqua menyedot sumber daya air di daerahnya tapi dia butuh dana untuk mengembangkan masyarakat.
Mungkin dia akan fokus di pendidikan saja. Ia ingin membangun tradisi berpikir merdeka, tidak dikekang dogma dan ketakutan. Ya dia masih mematangkan rencananya terutama soal tempat dan para gurunya.
*
Sumi menghadiri pertemuan ibu-ibu lurah sekecamatan Tulung. Senang dia bisa kumpul ibu-ibu lurah. Tentu saja dia termasuk yang jadi perhatian karena kecantikannya. Tetapi lebih dari itu Sumi memang menarik.
“Wah kalau bu Sumi ini desanya maju. Pak lurahe jos..”
“Ah belum kok bu..baru mencoba..”
“Tapi program2nya bagus. Pak camat tadi yang cerita.”
“Mohon doa restu,” sahut Sumiati.
Namun di sela-sela pertemuan itu ada satu bu lurah yang justru mengajak ngomong hal yang lain.
“Saya itu sudah 10 tahun nikah belum ada momongan”, kata bu lurah dari desa Ngalas.
“Sudah berobat?”
“Wow ya sudah. Bermacam-macam cara. Malah bapakke suruh nglakoni.”
“Maksudnya nglakoni?”
“Ya nglakoni, menjalankan amalan agar aku bisa hamil.”
“weh…gek seperti apa amalannya?”
“Lha bapakne kalau malam suruh merangkak ke kuburan, tanpa pakaian. Lalu mengambil tanah kubur untuk dibawa pulang. Mana bapakne itu penakut.”
“Terus berapa lama itu mbakyu?”
“ Empat puluh malam berturut-turut. Nggak boleh bolong.”
“Waduh berat ya. .”
“Makanya itulah beratnya orang pingin punya anak” , sahut bu lurah Ngalas.
“Dijamin nggak? Jangan-jangan habis 40 hari tetap nggak hamil?” tanya Sumi.
“Ya namanya usaha dik. Belum tentu juga,” lanjut bu lurah Ngalas.
Suaminya bu lurah sudah menjalani hampir 15 hari amalan itu. Kadang kalau pas hujan terasa sangat berat. Dalam udara dingin malam, pak lurah harus bertelanjang dan merangkak ke kuburan yang jaraknya hampir dua ratus meter dari rumahnya. Kadang ketemu ular yang sedang diam di depan pintu makam. Kadang ada suara-suara aneh di dalam kompleks pemakaman. Pak lurah Ngalas membiarkannya. Pura-pura tidak mendengarnya. Pernah juga ketemu maling yang sedang cari tanah di kuburan untuk nyirep penduduk agar tidur pulas.
Kedua bu lurah masih asyik ngobrol di sela-sela pertemuan para ibu lurah itu. Setengah bisik-bisik malah bu lurahNgalas itu ngomong ke Sumi.
“Dik apa bisa minta tolong pak lurah Sindhu?”
“Maksudnya..maksudnya minta tolong apa mbakyu?”
“Saya mau punya anak dari pak lurah Sindhu..”
“hus.ngawur .!” Sumi kaget.
“Eh jangan marah to jeng. Kan aku Cuma tanya, siapa tahu kamu mengijinkan, “ lanjut bu lurah Ngala hari-hati.
Tapi Sumi tidak marah. Dia memang pernah dengar cerita serupa. Ada pasangan suami istri yang kaya raya. Suaminya seorang tentara yang tugasnya pindah-pindah. Tapi sang istri ditinggal di rumah di desa karena punya bisnis yang maju. Mereka sudah puluhan tahun nikah belum dikaruniai anak. Saking pinginnya punya anak, maka sang istri minta tolong salah seorang tetangganya. Sang tetangga pun sanggup. Tetangga itu sudah punya istri. Istrinya pun mengizinkan. Tentu dipilih tetangga yang ganteng, perawakan yang gagah dan juga punya bibit yang baik. Tapi untuk satu hal ini memang tetangga itu harus sedikit menyalahi etika. Sang istri menutup rapat rahasia itu. Bahkan suaminya juga nggak tahu soal eksperimen hidup istrinya yang berani ini.
Tidak berapa lama wanita itu memang hamil. Suaminya senang sekali menemukan istrinya hamil meski jarang ketemu. Tapi suami tidak menaruh curiga sedikit pun. Sampai kemudian lahirlah anak laki-laki yang ganteng. Mirip wajah tetangga yang dimintai tolong itu. Sang tentara menganggapnya sebagai anugerah luar biasa. Dia tidak menyangka istrinya berakrobat untuk itu.
“Begitu mbakyu ceritanya,” kata sang istri suatu saat pada bu Padmo.
“Nggak mau tambah lagi to bu?” tanya bu Padmo iseng.
“Waduh mbakyu..satu saja sudah dengan air mata. Aku tersiksa menjalani. Tapi karena pingin punya anak mbakyu..”
Bu Padmo kaget saat mendengar cerita itu. Tapi dia pikir-pikir itu salah satu solusi meski bukan ideal. Tentu mereka tidak berpikir soal dosa. Suatu saat cerita itu disampaikan bu Padmo ke Sumi. Maka Sumi tidak terlalu kaget saat bu lurah Ngalas meminta tolong.
“Mas kamu mau to bantu bu lurah Ngalas?” canda Sumi suatu malam.
“Bantu apa?”
“itu mbakyu lurah mau punya momongan.Suaminya sudah berusaha keras, belum berhasil.”
“Tolong bagaimana?”
“ya menolong…”
“ha? Menolong piye?”
“Halah ya membuahi..”
“Huh ngawur kamu.”
“loh niatnya nolong lho..”
“Ya tapi nolongnya ya nggak begitu. Angkat anak saja kenapa,” sahut Sindhu datar sambil membaca koran Suara Merdeka.
“Lho dia kan maunya dari darah dagingnya sendiri.”
“Ya tapi kalau ada darah dagingku bagaimana nanti,” Sindhu meneruskan.
“Haha jangan-jangan nanti mirip kamu mas.?”
“Nah itu masalahnya. Eh lagian bu lurah Ngalas kan sudah sepuh.”
“Ya jadi kalau lebih muda dari aku, kamu mau nolong?”
“Dipertimbangkanlah…” Sindhu sambil ketawa
Sumi pun kesel, dia nyubitin suaminya.
“Dasar laki-laki!”
“Normal kan?” Sindhu tetap membuat Sumi kesel.
“Eh apa mbakyu lurah sudah ngomong suaminya?”
“Nggak tahu juga.”
“Tapi kok bisa aku yang dimintai tolong”?”
“Mungkin lihat bibit bobot bebet..”
“Ah aku cukup Sumi saja. Nggak mau yang lain. Satu aja nggak habis.”
“Lagi pula mau gimana ngabisin segede ini..” sahut Sumi ngawur.
Dalam hati Sumi merasa bangga dan lega dengan jawaban itu. Ide gila memang. Tapi itu tumbuh di masyarakat dan mereka memaklumi asal memang semua pihak setuju. (Prof Budi Santosa, PhD adalah Rektor Institut Teknologi Kalimantan, guru besar Teknik Industri ITS Surabaya/bersambung)
