Pengakuan Sumiati

waktu baca 4 menit

 KEMPALAN: Sumiati menjerit menyaksikan pemandangan di depannya. Sindhu tergeletak di kamar mandi. Tidak bisa bicara. Setengah tubuhnya tidak bisa digerakkan. Maghrib yang naas.

Segera dia nyari bantuan. sindhu dilarikan ke rumah sakit terdekat. PKU Delanggu. Segera diberi pertolongan.

Sumi masih menyesali tindakannya. Dia sore ke rumah orang tuanya bersama Gangsar. Itu biasa dia lakukan. Menjelang maghrib pulang. Biasanya lampu rumah sudah nyala. Tapi sore itu tidak. Dia bergegas lari membuka pintu rumah depan. Lalu memanggil-manggil nama suaminya. Tidak ada jawaban. Dia lari ke kamar tidur, tidak ada Sindhu. Lalu Sumi lari ke kamar mandi. Itulah yang dia lihat. Suaminya terjatuh.  Gangsar memanggil-manggil bapaknya, juga tidak bisa dijawab. Gangsar bingung mengapa bapaknya begitu.

Kenapa tadi Sumi begitu lama di rumah orang tuanya, itulah penyesalan Sumi.

Sindhu tadi malam masih mendatangi acara syukuran 5 hari lahirnya bayi tetangga. Melek sampai jam 12an. Tadi siang masih ke Umbul Ingas melihat pengunjung tempat wisatanya. Dia terlihat sehat.

**

Kini selang infus bergantungan dan masuk ke tubuhnya melalui kulit tangan untuk memberi asupan nutrisi dan obat. Ia berbaring di atas ranjang rumah sakit ukuran 90 x 200 cm2 itu.

Sumi menunggui di sampingnya. Gangsar ditinggal di rumah bersama neneknya.

Sumi memandangi wajah suaminya yang nampak lelah dan menahan sakit. Tapi tidak bisa diajak bicara. Sedih sekali. Sumi merasakan suaminya sedang melakukan tugas berat untuk membangun desanya. Tapi suaminya kadang lupa istirahat. Kemampuannya pasti terbatas.

**

Dinyatakan ada pendarahan di otak. Itu hasil foto di kepala Sindhu. Sindhu dirukuk ke rumah sakit yang lebih besar.Dia dibawa ke rumah sakit Islam Surakarta.

Sumi makin sedih. Sesuatu yang sangat serius sudah terjadi pada suaminya. Maka siang itu Sindhu dipindahkan ke RSI Surakarta. Memang di sana peralatan lebih baik.

“Ini seharusnya begitu jatuh dibawa ke sini” kata dokter.

” Ini pendarahan makin meluas. Kita akan lakukan operasi.”

” Gimana peluangnya dok?”

” Ya kita usahakan.”

Sumi tahu Sindhu tidak pernah merasakan apa-apa, tidak ada kelugan serius soal kesehatan. Memang ada darah tinggi. Tapi tidak pernah bermasalah. Dulu juga sempat merokok ketika kuliah, mungkin itu juga memberi efek buruk.

Tetangga silih berganti datang menjenguk pak lurah. Mereka tidak menyangka pak lurah yang gesit itu tiba-tiba terkena serangan stroke.

Mereka sangat berharap pak lurah bisa pulih kembali agar bisa memimpin pembangunan di desanya.

Sumi teringat lagi ketika beberapa tahun lalu menunggu suaminya, Pak Jarwo, di RS Tegalyoso.

Dia berharap suaminya sekarang bisa bertahan. Kasihan Gangsar baru berumur 3 tahun. Belum paham dia apa yang sedang terjadi pada bapaknya.

” Mbah bapak nyangdi, dimana?”

” Bapak sedang tugas.”

” Kok nggak pulang-pulang?”

” Ia belum. ” lik Kartiyem menahan sedih. Air matanya meleleh.

” Ibu kok juga ikut pergi?”

” Nanti pulang ambil ganti. Tapi akan pergi lagi nunggui bapak.”

” Kenapa bapak harus ditunggu?”

Lik Kartiyem sulit untuk menjelaskan. Dia ingin anaknya tidak ikut larut dalam kesedihan. Ya Gangsar bertanya tapi tidak paham juga bila diterangkan. Sengaja dia tidak dibawa melihat bapaknya. Takut terguncang jika menemukan bapaknya nggak bisa bergerak dan nggak bisa bicara.

“Nanti bapakmu segera pulang, ” kata lik Kartiyem menenangkan Gangsar.

Sudah seminggu Sumi mendampingi Sindhu. lelah juga fisiknya. Sindhu bisa melihat orang-orang di sekitarnya. Tapi nggak bisa senyum atau bicara.

Sumi kadang menyuapi Sindhu tapi tidak banyak. Suplai makanan lebih banyak dari infus.

Tugas Sindhu di kelurahan digantikan oleh pak carik.

Surat menyurat atau layanan untuk penduduk tetap bisa tertangani.

Beberapa orang datang untuk siap-siap donor darah jika dibutuhkan.

Sindhu akan dioperasi siang ini. Ada dokter bedah saraf. Ada dokter anestesi, ada dokter saraf. Darah ke pembuluh otak akan dibersihkan. Batok kepalanya harus dibuka.

Operasi berat. Dan belum tentu juga berhasil.

Penduduk desa Cokro berdoa untuk keselamatan pak lurah. (Prof Budi Santosa, PhD adalah Rektor Institut Teknologi Kalimantan, guru besar Teknik Industri ITS Surabaya/bersambung)

 

BACA LAINNYA

Sebuah Pertaruhan

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
1

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Ambane Jangkah

Kempalan News
0

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *