Sia-Sia Puasa Tanpa Ruh Kemiskinan

waktu baca 2 menit
Ilustrasi Sholat Tarawih (*)

Percuma berpuasa. Jika puasamu tidak menumbuhkan empati, tidak melahirkan kepekaan sosial. Seberapa banyak yang benar-benar menjalani puasa dengan ruh kemiskinan?

Berpuasa merupakan perjalanan spiritual yang seharusnya mempertajam perasaan dalam memahami derita kaum miskin. Puasa bukan guma menahan lapar dan dahaga melainkan cara untuk mem-fakir-kan diri. Namun realitanya, berpuasa menjadikannya sekadar jeda sebelum berpesta di waktu berbuka.

RITUAL HEDON

Ironi terbesar adalah ketika puasa berubah menjadi ritual hedonistik. Orang sibuk menyiapkan hidangan berlimpah bahkan lebih mewah dari hari-hari biasa. Momen berbuka menjadi ajang konsumsi tanpa batas, seolah-olah lapar yang ditahan sejak subuh harus dibalas dengan kerakusan. Apa ini makna puasa yang sesungguhnya?

Bagi banyak orang, agama berhenti pada level syariat, yaitu sebatas aturan formal yang dipatuhi tanpa penghayatan mendalam. Syariat memang penting tetapi seharusnya menjadi gerbang awal menuju hakikat.

Syariat adalah tempat anak-anak belajar mengenal agama tetapi bagi orang dewasa yang tidak beranjak ke tahap lebih tinggi maka hanya akan terjebak dalam kulit tanpa menyentuh isi.

Agama dalam esensi tertingginya bukanlah sekadar menghafal teks tetapi memahami makna terdalamnya. Agama bukan sekadar kumpulan dogma yang dipelihara mati-matian melainkan cahaya yang harus menerangi kehidupan. Mereka yang bertahan hanya pada syariat sering kali terjebak dalam kisah-kisah yang tak lebih dari dongeng. Dijadikan komoditas di atas panggung ceramah, dijajakan sebagai barang dagangan di majelis-majelis.

Itulah mengapa banyak alumni kampus Islam lebih tertarik menjadi pedagang ayat daripada pencari kebenaran. Mereka cukup berbekal contekan ayat, hadis dan kisah nabi-nabi untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Agama dijadikan bisnis dan pasar spiritualnya adalah mereka yang pikirannya tumpul. Yang lebih suka mendengar dongeng ketimbang mencari makna sejati.

PERBUDAKAN TEKS

Puasa seharusnya membebaskan kita dari belenggu duniawi tetapi justru banyak yang menjadikannya sebagai rutinitas kosong. Jika hanya lapar dan haus yang dirasakan tanpa ada pertumbuhan spiritual maka lebih baik tidak usah berpuasa.

Sebaliknya, jadikan puasa sebagai sarana untuk menajamkan mata batin. Rasakan perihnya lapar sebagai cara untuk menyatu dengan mereka yang kekurangan. Gunakan momen ini untuk mendekat secara hakikat, bukan sekadar mempertahankan syariat yang kosong.

Ibadah bukanlah tentang seberapa banyak aturan yang diikuti melainkan seberapa dalam pemahaman kita tentang makna kehidupan. Jangan biarkan puasa menjadi ritus tanpa ruh, sekadar lapar tanpa hikmah, sia-sia.

Oleh: Rokimdakas
Wartawan & Penulis
1 Maret 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *