Negeri Oplosan

waktu baca 4 menit
Ilustrasi: Izzat-kempalan.com

Oleh: Dhimam Abror Djuraid*

KEMPALAN: Apa beda ‘’blending’’ dengan ‘’oplosan’’? Mau jawaban slengekan atau serius? Kalau mau slengekan, jawabannya: beda blending dengan oplosan sama dengan beda ‘’mudik’’ dengan ‘’pulkam’’ alias pulang kampung.

Mau jawaban yang serius? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) oplosan diartikan sebagai hasil mengoplos, campuran, larutan. Istilah ini kerap dipakai dalam kasus penyampuran minuman keras yang menimbulkan korban jiwa.

Dalam kamus Inggris-Indonesia versi Oxford, blending artinya tindakan mencampur atau mengombinasikan dua cairan menjadi satu. Simpulannya, blending punya arti yang sama dengan oplos. Satunya serapan dari bahasa Jawa, satunya bahasa Inggris.

Semasa Covid-19 beberapa tahun yang lalu, pemerintah menerapkan larangan mudik lebaran. Tapi, ketika itu ketahuan bahwa Presiden Jokowi mudik ke Solo. Ketika ditanya wartawan dijawab bukan mudik, tapi pulang kampung.

Itulah gaya eufemisme yang sudah menggejala di dalam kekuasaan. Eufemisme secara harfia berarti penghalusan kata atau istilah. Tetapi, dalam praktiknya eufemisme sudah menjadi penipuan kepada masyarakat.

Anda yang gemar lagu-lagu campursari hafal dengan lagu ‘’Oplosan’’, yang memperingatkan penggemar oplosan untuk menghentikan kebiasaan minum oplosan. ‘’Tutupen botolmu, tutupen oplosanmu’’. Tutuplah botolmu, tutuplah oplosanmu. Begitu warning dalam reff lagu itu.

Alih-alih menjadi peringatan, lagu itu malah menjadi ‘’anthem’’ lagu kebangsaan para peminum oplosan. Mereka memlesetkan reff itu menjadi ‘’cucupen botolmu, cucupen oplosanmu’’, teguklah botolmu, teguklah oplosanmu.

Kasus oplosan dengan skala yang lebih heboh terjadi di salah satu anak perusahaan Pertamina. Kejaksaan Agung mengungkap kasus mega-korupsi di anak perusahaan Pertamina yang merugikan negara Rp 197 Triliun. Korupsi dilakukan dengan mengoplos produk Pertamina jenis Pertalite dengan jenis Pertamax. Yang pertama adalah BBM untuk rakyat jelata yang dapat subsiddi, dan yang kedua adalah BBM untuk kelas menengah yang tidak boleh menerima subsidi.

Selama ini pemakai Pertamax merasa keren, karena tidak perlu antre dan tidak perlu mendaftarkan kendaraannya sebagai penerima subsidi. Tiap kali datang ke SPBU pemakai Pertamax berani membuka kaca mobil dan melirik dengan bangga kepada antrean BBM bersubsidi. Ternyata, ketahuan bahwa BBM non-subsidi kualitasnya sama saja dengan BBM bersubsidi. Kata netizen, Pertamax rasa Pertalite.

Korupsi ala Pertamina ini benar-benar korupsi level brutal. Korupsi ini masuk kategori korupsi ‘’luar biadab’’. Para koruptor yang terlibat dalam skandal ini benar-benar bertindak di luar ‘’nurul’’, menipu matang-matang konsumen Pertamina seluruh Indonesia.

Kejaksaan Agung baru mengungkap praktik lancung ini pada periode 2018-2023. Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara total bisa mencapai satu kuadriliun atau seribu triliun. Jumlah itu masih bisa bertambah jauh lebih besar, kalau rangkaian korupsi ini bisa dibongkar sampai ke akarnya.

Pertamina masih tega membela diri dengan mengatakan bahwa tidak ada operasi pengoplosan itu. Yang ada adalah pencampuran jenis Ron 92 dengan Ron yang lebih rendah tetapi jenisnya sama. Di sisi lain, Kejaksaan tegas mengatakan ada pengoplosan yang menyebabkan kualitas Pertamax merosot menjadi Pertalite.

Muncul perang wacana. Menteri Bahli Lahadalia pun membela Pertamina dengan mengatakan bahwa praktik oplosan itu tidak ada. Dia tidak percaya bahwa Pertamina melakukan praktik oplosan sebagaimana yang diungkap oleh Kejaksaan Agung.

Sudah ada tersangka dari direksi perusahaan Pertamina yang melakukan oplosan. Sudah ada pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka. Sudah terungkap bahwa perusahaan itu punya kilang khusus untuk menjadi tempat oplosan.

Salah satu tersangka dari pihak swasta ternyata anak dari seorang taipan minyak. Nama besar sang bapak beredar seperti Don Corleone yang ‘’untouchable’’, tidak tersentuh humum. Perusahaannya menjadi rekanan Pertamina, tetapi beroperasi di luar negeri.

Perusahaan itu menjadi makelar jual beli dan pengilangan minyak. Bahasa kerennya broker. Tapi dalam praktiknya tidak lebih dari makelar yang kerjanya menggarong uang negara melalui manipulasi perdagangan minyak.

Sang taipan ini sudah beroperasi puluhan tahun. Bebas berkeliaran tidak tersentuh hukum. Makelar kelas dinosaurus seperti ini tidak mungkin bekerja sendirian. Sudah pasti dia tidak menikmati hasil garongannya sendirian. Sudah pasti dia menyetor kesana-kemari untuk mendapatkan perlindungan hukum dan politik.

Sepuluh tahun yang lalu, Sudirman Said, kala itu menjadi Menteri ESDM, membubarkan perusahaan makelar itu. Dengan membubarkan perusahaan makelar itu negara bisa mendapatkan efisiensi triliunan rupiah setiap bulan.

Alih-alih mendapatkan apresiasi, Sudirman Said hanya bertahan dua tahun sebagai menteri ESDM. Pada tahun kedua, Presiden Joko Widodo memecat Sudirman Said dari jabatan menteri. Kingkong lu lawan.

Praktik makelar itu masih berlangsung ‘’business as usual’’. Rezim berganti, jaringan mafia lama dihancurkan. Akankah mafia musnah? Tunggu dulu. Indonesia sedang gelap seperti Gotham City yang dikuasai mafia.

Muncul Batman The Dark Knight, Sang Ksatria Hitam menghancurkan jaringan mafia. Polisi Gotham City membantu penghancuran jaringan mafia. Tapi, ujung-ujungnya polisi menjadi mafia baru, menggantikan mafia lama.

Regenerasi korupsi berjalan mulus. Praktik lama masih berjalan dengan aman. Bahkan aktornya sudah berganti menjadi generasi baru yang usianya belum jangkap 40 tahun. Mereka adalah koruptor milenial genre baru.

Direksi anak perusahaan Pertamina yang menjadi tersangka rata-rata usianya di bawah 40 tahun. Dulu saat reformasi mereka berada di barisan demonstran meneriakkan gugatan anti KKN. Sekarang mereka justru melanggengkan praktik KKN dengan lebih serakah.

Inilah bukti nyata bahwa korupsi di Indonesia menurun: dari bapak ke anak. (DAD)

*Penulis: Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, pengajar ilmu komunikasi Unitomo, Surabaya

Editor: Nur Izzati Anwar (Izzat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *