Kerjasama Blue Economy RI-China: Analisis Kritis

waktu baca 7 menit
ilustrasi kerjasama RI-China dalam bidang Blue Economy

KEMPALAN: Pertemuan antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping, dalam lawatan Presiden RI ke-8 ke Negeri Tirai Bambu pada 9 November 2024, disepakati kerjasama strategis bilateral kedua negara dalam bidang blue economy, di mana kedua negara berkomitmen untuk memanfaatkan sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan.

Kerjasama tersebut melibatkan investasi China dalam sektor maritim Indonesia, yang meliputi pengembangan pelabuhan, pariwisata bahari, teknologi perikanan, industri hilirisasi produk kelautan (pengolahan makanan laut dan biofarmasi kelautan), hingga pemanfaatan energi laut terabarukan dengan pengembangan sumber energi bersih serperti fotovoltaik, tenaga angin, tenaga pasang surut, maupun jaringan transmisi antarpulau.

Kerjasama dalam bidang blue economy ini diharapkan dapat membantu Indonesia mengembangkan infrastruktur kelautan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Dengan pendekatan blue economy, keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kesehatan ekosistem laut diharapkan bisa dicapai.

Blue economy, atau ekonomi biru, itu sendiri merupakan pendekatan ekonomi yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan ekonomi maritim dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan laut. Di dalam konsep ini, sektor-sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, energi laut (misalnya energi gelombang dan angin laut), dan bioteknologi kelautan dioptimalkan agar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara.

Kerjasama antara Indonesia dengan RRT atau China ini tentu memiliki dampak positif dan secara kritis ada hal-hal yang secara lingkungan dan politis perlu diantisipasi.

Dampak Positif

Kerjasama Indonesia-China di sektor maritim bisa membawa banyak keuntungan bagi Indonesia. Salah satu dampak positifnya adalah percepatan pembangunan infrastruktur kelautan, seperti pelabuhan, pusat perikanan terpadu, dan fasilitas energi laut. Infrastruktur ini akan membuat mobilitas barang dan jasa di lautan Indonesia lebih lancar, biaya logistik pun bisa ditekan, yang pada akhirnya akan menggerakkan roda ekonomi dengan lebih efisien.

Selain itu, kerjasama ini memberi kesempatan bagi Indonesia untuk mengadopsi teknologi baru dari China, seperti teknologi perikanan modern dan energi terbarukan dari laut. Teknologi ini penting agar kita bisa memanfaatkan potensi laut secara optimal namun tetap berkelanjutan. Dengan adanya transfer teknologi ini, kapasitas dan kemampuan Indonesia dalam mengelola sumber daya laut secara mandiri bisa semakin meningkat.

Kesempatan ini juga dapat membuka lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi lokal di berbagai wilayah pesisir. Sektor perikanan, pariwisata bahari, dan energi terbarukan akan berkembang, memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal. Masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan baru dan pendapatan tambahan dari berbagai proyek yang hadir di daerah mereka.

Selain aspek ekonomi, kerjasama ini juga bisa memperkuat kemampuan Indonesia dalam menjaga dan mengawasi wilayah lautnya. Dengan lebih banyak investasi dan teknologi, kita bisa mengurangi aktivitas penangkapan ikan ilegal serta memperkuat perlindungan terhadap kekayaan laut yang sangat berharga bagi negara ini.

Dalam jangka panjang, Indonesia juga bisa berinvestasi dalam pengembangan energi terbarukan berbasis laut secara mandiri, misalnya dari energi arus laut dan angin lepas pantai. Pemerintah dapat memberi insentif kepada perusahaan, lembaga riset, atau universitas untuk melakukan riset terkait blue economy dengan teknologi ramah lingkungan yang sesuai dengan karakteristik laut kita. Dengan begitu, ketergantungan pada teknologi asing bisa dikurangi dan kemandirian teknologi dalam negeri bisa tercapai.

Hal-Hal yang Perlu Diantisipasi

Meskipun banyak manfaat, ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait dengan ketergantungan pada China. Ketergantungan investasi dan teknologi dari China bisa memperbesar pengaruh ekonomi dan politik China di Indonesia. Hal ini bisa mempengaruhi kemandirian kita dalam mengelola sektor maritim dan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan dalam kerjasama ini agar tidak menimbulkan ketergantungan yang berlebihan.

Selain itu, dengan adanya keterlibatan perusahaan asing, termasuk dari China, muncul kekhawatiran bahwa eksploitasi sumber daya laut bisa terjadi tanpa kendali yang baik. Jika tidak diatur secara ketat, ada risiko bahwa aktivitas bisnis yang lebih mementingkan keuntungan jangka pendek bisa mengancam keberlanjutan sumber daya laut kita.

Dampak lingkungan juga perlu menjadi perhatian. Beberapa proyek infrastruktur di pesisir, seperti pembangunan pelabuhan atau kawasan industri, bisa mempengaruhi ekosistem laut, terutama terumbu karang dan habitat biota laut lainnya. Jika tidak diawasi dengan baik, kerusakan lingkungan bisa meningkat, dan ini akan berdampak buruk bagi ekosistem serta masyarakat pesisir yang bergantung pada laut.

Terakhir, Indonesia juga perlu waspada terhadap tantangan geopolitik, terutama terkait Laut China Selatan. Dalam sejarah hubungan kedua negara, ada ketegangan terkait klaim teritorial di perairan tersebut. Dengan semakin besarnya investasi China di sektor maritim kita, pemerintah harus tegas dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia agar tidak terganggu oleh pengaruh eksternal.

Yang Perlu Dilakukan

Langkah Presiden RI menjalin kerjasama blue economy dengan China membuka peluang sekaligus tantangan. Agar kerjasama ini benar-benar memberi manfaat bagi Indonesia tanpa mengorbankan lingkungan, kemandirian ekonomi, atau kedaulatan, ada beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh. Dengan pendekatan yang tepat, kerjasama ini bisa menjadi momentum untuk memajukan sektor maritim Indonesia dan memastikan keberlanjutan sumber daya laut bagi generasi mendatang.

Berikut adalah beberapa langkah mitigasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi potensi risiko dan memaksimalkan manfaat kerjasama ini:

  1. Memperkuat Regulasi dan Pengawasan Lingkungan
    Untuk memastikan kelestarian lingkungan, pemerintah perlu menetapkan aturan yang ketat bagi setiap proyek. Misalnya, pengawasan rutin pada pembangunan pelabuhan atau industri di pesisir harus dilakukan untuk menghindari kerusakan ekosistem laut. Teknologi seperti drone atau satelit bisa dipakai untuk memantau wilayah-wilayah laut dari potensi pencemaran atau kerusakan lingkungan. Setiap perusahaan, baik asing maupun domestik, harus memenuhi standar lingkungan yang ketat, seperti pengelolaan limbah dan penerapan praktik ramah lingkungan. Pemerintah bisa mewajibkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang mendalam dan memiliki rencana mitigasi untuk mengatasi potensi kerusakan yang muncul di lapangan.
  2. Pengaturan Ketat dalam Transfer Teknologi dan Tenaga Kerja
    Agar Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada teknologi asing, harus ada perjanjian jelas mengenai transfer teknologi. Teknologi yang dibawa China ke Indonesia diharapkan bisa sekaligus melatih tenaga kerja Indonesia, agar kita siap mengoperasikan dan merawat teknologi tersebut secara mandiri di masa depan. Selain itu, pemerintah perlu mengutamakan keterlibatan tenaga kerja lokal dalam setiap proyek. Hal ini dapat mengurangi dominasi tenaga kerja asing dan membantu Indonesia mengembangkan kompetensi di sektor maritim serta ekonomi biru.
  3. Peningkatan Kapasitas SDM Lokal
    Penting bagi pemerintah untuk memberikan pelatihan dan sertifikasi bagi masyarakat pesisir, sehingga mereka memiliki keterampilan yang relevan dengan sektor maritim. Pelatihan bisa mencakup perikanan modern, pariwisata berkelanjutan, dan energi terbarukan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, universitas, dan lembaga riset bisa membantu menciptakan inovasi baru dalam blue economy yang sesuai dengan kondisi lokal. Dengan begitu, industri maritim nasional dapat tumbuh secara mandiri dan berdaya saing.
  4. Memperkuat Kebijakan tentang Investasi Asing
    Untuk melindungi kedaulatan ekonomi, pemerintah bisa menetapkan batas kepemilikan asing dalam perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor strategis maritim. Perlu juga ada aturan ketat untuk memastikan bahwa investasi asing tidak melibatkan kegiatan di wilayah perairan yang rawan konflik atau memiliki sensitivitas geopolitik.
  5. Memperkuat Koordinasi dengan Pihak Internasional untuk Keamanan Laut
    Keamanan wilayah maritim Indonesia harus menjadi prioritas. Pemerintah bisa bekerja sama dengan negara-negara sahabat dalam patroli bersama untuk menjaga laut dari penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing) dan kegiatan asing lainnya yang tidak sah. Di samping itu, Indonesia bisa mengangkat isu kedaulatan maritim dalam forum internasional seperti ASEAN. Dengan adanya dukungan internasional, upaya menjaga wilayah laut dari pelanggaran asing akan lebih kuat.
  6. Libatkan Masyarakat dalam Pemantauan dan Keputusan Kebijakan
    Melibatkan masyarakat pesisir dalam pengawasan dan pengambilan keputusan bisa membantu menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek. Komunitas lokal juga memiliki informasi yang berguna terkait kondisi lapangan dan potensi dampak proyek di daerah mereka. Membuat forum yang melibatkan masyarakat, LSM, dan pemerintah bisa memperkuat pengawasan dan memastikan setiap proyek berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Forum ini dapat menjadi ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan langsung dan melaporkan perkembangan proyek.

Dengan strategi mitigasi yang matang, kerjasama blue economy ini bisa menjadi momentum untuk memajukan ekonomi maritim Indonesia secara berkelanjutan. Langkah-langkah ini tidak hanya menjaga kemandirian ekonomi dan lingkungan kita, tetapi juga melibatkan masyarakat lokal untuk turut berperan dalam menjaga kekayaan laut Indonesia agar tetap lestari bagi generasi mendatang.

Kumara Adji Kusuma adalah Redaktur kemapalan.com dan dosen pada Universitas Muhamamdiyah Sidoarjo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *