Bambang Haryo Sebut 70 persen Pelabuhan Internasional Belum Standart
Jakarta – Langkah Kementerian Perhubungan yang mengurangi jumlah bandara internasional, menurut Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) seharusnya diikuti juga pengurangan jumlah pelabuhan laut internasional.Ia menilai jumlah pelabuhan laut internasional di Indonesia saat ini sudah sangat banyak, yaitu di atas 141.“Seharusnya, Kementerian Perhubungan bisa melanjutkan program pengurangan jumlah pelabuhan internasional, baik laut maupun udara, dengan memperkuat armada dalam negeri dalam melayani kebutuhan dalam negeri. Sepenuhnya kebutuhan transportasi dalam negeri harus dilayani oleh transportasi domestik, sehingga devisa tidak akan lari keluar,” kata BHS, Sabtu (4/5/2024).Pembatasan pelabuhan laut dan udara, lanjutnya, akan mempersempit potensi masuknya orang atau benda ilegal ke Indonesia.“Disini kita bicara keamanan. Karena banyak sekali, saat ini, orang yang mempunyai tujuan jelek dan mampu berpotensi mengganggu stabilitas perekonomian negara, mudah memasuki Indonesia. Sehingga, dengan pengurangan jumlah pelabuhan internasional, baik laut maupun udara, akan mengurangi jumlah biaya keamanan yang harus disediakan negara. Kalau banyak pelabuhan internasional, tentunya personil banyak. Kalau sedikit pelabuhan internasionalnya, tentu kebutuhan orangnya juga sedikit,” urainya.BHS mengungkapkan pelabuhan laut internasional, juga harus dilengkapi infrastruktur sesuai dengan standar Yan berlaku. Misalnya, galangan kapal, tug boat, crane hingga kedalaman kolam dermaga.“Faktanya, dari 141 pelabuhan laut internasional yang ada di Indonesia saat ini, sekitar 70 persen itu tidak punya galangan kapal atau tidak sesuai standarisasi. Termasuk juga harus memenuhi aturan traffic yang sesuai dengan standar internasional,” urainya lagi.Ia menjelaskan sesuai ketentuan standar internasional, setiap pelabuhan internasional haruslah, misalnya kedalaman perairan antara 10 hingga 16 meter atau 20 meter.“Karena pelabuhan internasional ini fungsinya sebagai pelabuhan hub, untuk menghubungkan pelabuhan scope atau dengan transportasi feeder lainnya. Kedalaman perairan ini untuk memastikan tidak ada kendala bagi kapal-kapal besar yang akan masuk,” kata BHS.Syarat lainnya, adalah keharusan memiliki galangan kapal sesuai UU Pelayaran No. 17 tahun 2008.“Dan setiap pelabuhan laut internasional harus lah memiliki terminal penumpang berstandar internasional ataupun terminal kontainer internasional, ditambah dengan perangkat keamanan seperti bea cukai, imigrasi, maupun karantina. Dan yang tak kalah penting adalah mempunyai standarisasi keamanan dan keselamatan internasional seperti ketentuan ISPS Code,” ungkapnya.Disamping itu, pelabuhan laut internasional juga harus dilengkapi dengan vessel traffic services (VTS), yang terhubung dengan Automatic Indentification System (AIS) yang berada di kapal.“Ini merupakan sistem pengaturan traffic di pelabuhan. Sesuai dengan Permen 134/2016. Sistem kenavigasian ini juga diatur oleh Permen 51/2021. Jadi syarat ini harus dipenuhi oleh pelabuhan dengan status internasional,” ungkapnya lagi.Sebagai pembanding, Politisi Gerindra ini menyatakan untuk Amerika Serikat dengan luas 9,8 juta kilometer persegi, yang memiliki sekitar 360 pelabuhan laut, hanya memiliki 7 pelabuhan laut internasional.“Indonesia yang luasnya 6,2 juta kilometer persegi, punya 141. Bandingkan saja. Atau jika dibandingkan dengan negara yang juga memiliki banyak pulau, Kanada, dengan luas 9,9 juta kilometer persegi dan 900 pelabuhan komersial, hanya memiliki 18 pelabuhan laut internasional. Bandingkan dengan Indonesia yang memiliki pelabuhan hingga 600,” kata BHS.Atau jika dibandingkan dengan Philipina yang juga negara kepulauan, hanya memiliki 2 pelabuhan laut internasional.“Indonesia ini kelebihan banyak. Mungkin bisa dipertimbangkan oleh Kemenhub untuk menguranginya. Dengan pertimbangan, membuka peluang bagi armada domestik untuk berkembang, sehingga bisa meningkatkan perekonomian,” tuturnya.Ia mengingatkan Indonesia menganut asas cabotage, seperti halnya Amerika Serikat dan Kanada, yang tidak mengizinkan perusahaan transportasi asing untuk masuk ke pelosok negara.“Jika pelayaran domestik bisa berkembang, maka perekonomian pun akan bergerak di dalam negeri. Tidak lari ke negara lain,” tuturnya lagi.Ia juga menjelaskan destinasi wisata yang bagus akan tetap mampu menarik wisatawan, tanpa adanya pelabuhan laut atau udara internasional di dekatnya.“Contohnya, wisata budaya di Kinabalu, akses wisata asingnya itu dari bandara internasional Kuala Lumpur. Baru nanti menggunakan transportasi udara domestik ke Kinabalu. Atau ke Serawak. 80 persen transportasinya itu punya domestik,” kata BHS lebih lanjut.Terakhir, ia mengungkapkan dengan mengurangi pelabuhan laut dan udara internasional, serta penguatan transportasi domestik, BHS meyakini akan mampu meningkatkan perekonomian dalam negeri Indonesia.“Dengan hadirnya pengusaha dalam negeri yang mampu mengcover semua kebutuhan layanan jasa transportasi dalam negeri, maka akan terbangun suatu multiplier effect yang akan membangun ekonomi Indonesia,” pungkasnya.