Gara-Gara Gaptek, Timbulkan Konotasi?
KEMPALAN: Tadi siang saya ke minimarket dekat rumah. Di samping kanan depan toko itu duduk bersila seorang lelaki mengenakan “topeng” singa.
‘Menarik ini kalau diposting di medsos’, batin saya. Maklum, pensiunan yang tidak ber-uang pensiun ini butuh hiburan di masa senja. Salah satunya dengan posting maupun melihat medsos.
Keluar dari mini market itu, saya mendekati lelaki tersebut, dan segera saya ulungkan dua lembar dua-ribuan, setelah saya dahului dengan membungkukkan badan. Lantas saya katakan, “Pak, mohon izin saya foto ya. Gapapa kan. Toh wajah Bapak tidak terlihat.” Maaf Lur, agak setengah memaksa.
Lantas lelaki tadi mengangguk tanda setuju, langsung mengangkat tangan kanan sembari ber-victory. Setelah saya berucap terima kasih, maka saya hidupkan Beat, lantas mengarah pulang.
Sesudahnya, foto “action” itu saya beri caption, langsung saya share ke story WA, kemudian ke story fesbuk. Sesaat kemudian saya amati siapa saja yang menonton dan beri atensi di dua story saya ini.
Sekelebatan seperti ada yang memberi perhatian dengan tanda ‘jempol’ di notifikasi beranda fesbuk. Nampak terlihat, di antaranya dari Mbak Ekapti Lenda Aneta. Lantas disusul lain-lain.
‘Kok Aneh’, saya membatin. Padahal saya tidak nge-share di beranda, cuma di story fesbuk dan di story WA. Atau jangan-jangan saya salah nutul. Atau boleh jadi ada perubahan beberapa mekanisme di fesbuk. Atau jangan-jangan ini bagian dari ke-gaptek-an saya.
Saat saya membatin itu, tiba-tiba muncul komen di beranda fesbuk tersebut dari sobat saya Om Kar Karsono sutradara teater : “Pak Amang, kok yang muncul foto saja?”
Maksud Om Karsono, kok gak ada satu pun kalimat menyertai foto di beranda ‘Apa yang Anda Pikirkan?’ itu.
Terus saya jawab komennya bahwa saya cuma posting di story WA dan story fesbuk, tidak di beranda fesbuk.
Di bawah komen Om Karsono muncul komen dari Mas Eko Wienarto adik kelas saya di Akademi Wartawan Surabaya : “Mas, ternyata sampeyan yo iso (ya bisa) mbanyol (becanda)…”
Saya kaget, gara-gara muncul foto (doang) tanpa teks, menimbulkan sesuatu yang konotatif. Setidaknya itu persepsi saya.
Segera saya ketik nama ‘Amang Mawardi’ di kolom pencarian. Benar saja, terlihat hanya foto tanpa keterangan apapun.
Setelah itu muncul pesan dari Mas Edi Soetedjo l teman sesama (mantan) jurnalis di kolom WA. Rupanya Mas Edi membaca postingan saya di story WA. “Dik, di fesbuk yang muncul kok foto saja?”
Nah, apa keterangan foto yang ada di story WA maupun story fesbuk (bukan beranda fesbuk), mengingat di beranda memang tak ada teks sama sekali.
Ini dia (tak satu pun kata saya ubah — hanya yang tadinya pokok narasi berada dalam satu alinea, kali ini saya jadikan tiga alinea):
Ngamen, halal? Ya, halal! Ngemis? Mungkin halal, tapi memilukan!
Apakah lelaki “wajah singa” depan mini market ini ngamen atau ngemis? Saya tak bisa jawab.
Kesulitan hidup menjadikan banyak orang mencari solusi untuk bertahan, asal jangan maling atau korup!
(*) Amang Mawardi, penulis sejumlah buku.