Reshuffle Kabinet, Pemenang dan Pecundang
KEMPALAN: Surya Paloh melakukan flexing politik dengan mengumpulkan puluhan ribu pendukungnya dalam apel siaga di Gelora Bung Karno (GBK), Minggu (16/7). Tidak pakai lama, sehari berselang Jokowi langsung merespons dengan mengumumkan reshuffle kabinet, dan secara resmi menyunat jatah Partai Nasdem dari 3 menteri menjadi 2 menteri saja.
The show down, persaingan terbuka tidak bisa dihindari. Dalam pidato politik di GBK, untuk kali pertama Surya Paloh mengritik Jokowi secara terbuka. Selama ini dia berusaha menghindari kesan persaingan terbuka melawan Jokowi. Pernyataan normatif yang diulang berkali-kali adalah Partai Nasdem akan tetap mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin sampai tuntas masa jabatannya.
Pekan lalu, dalam pengesahan UU Kesehatan yang kontroversial Fraksi Nasdem di DPR RI menyatakan dukungannya, sementara PKS dan Partai Demokrat sebagai kompatriot Nasdem di barisan oposisi menolak undang-undang itu dan melakukan walk out. Dengan mendukung undang-undang itu Nasdem ingin menunjukkan loyalitasnya kepada Jokowi.
Tetapi hal yang paradoksal terjadi beberapa hari setelahnya. Partai Nasdem menggelar apel siaga yang dimaksudkan sebagai show of force, unjuk kekuatan terhadap Jokowi. Surya Paloh ingin pamer otot politik untuk menyaingi PDIP, yang baru saja pamer kekuatan dalam apel besar dalam rangka puncak Bulan Bung Karno Juni lalu.
Dengan menggelar apel siaga itu Surya Paloh melakukan double strike, serangan ganda terhadap PDIP dan sekaligus terhadap Jokowi. Terhadap PDIP Surya Paloh melakukan flexing untuk menunjukkan bahwa dia juga bisa memobilisasi kadernya dalam jumlah yang tidak kalah ketimbang PDIP. Terhadap Jokowi, Surya Paloh pamer kekuatan sekaligus mengingatkan betapa besar suara yang nanti akan melawan calon presiden pilihan Jokowi dalam pemilihan presiden 2024.
Dalam pidato politiknya Surya Paloh menyerang langsung ke jantung Jokowi, yaitu program revolusi mental yang menjadi andalan Jokowi selama masa kampanye kepresidenan. Surya Paloh mengungkit utang politik Jokowi terhadap Nasdem yang menjadi pendukung utamanya sejak pilpres 2014 dan 2019.
Dukungan itu sudah saatnya berakhir pada 2024 mendatang, dan saatnya Surya Paloh memunculkan perubahan. Surya Paloh berpikir bahwa ia tetap akan memegang kendali perubahan pada 2024. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya tetap memegang kendali untuk menentukan arah perubahan pasca-Jokowi.
Tapi, Jokowi punya ide lain. Ia merasa punya wewenang dan kekuatan untuk menentukan siapa yang akan mewarisi mantel kepresidenan. Surya Paloh menginginkan perubahan. Jokowi menginginkan keberlanjutan. Dua kepentingan itu berbenturan dan bentrokan tidak terhindarkan.
Surya Paloh secara terbuka menyerang Jokowi dengan mengatakan bahwa program revolusi mental telah gagal. Surya Paloh masih memakai eufimisme supaya tidak terdengar vulgar. Tetapi, tidak bisa dihindari bahwa ia melempar kode keras dengan menyebut program revolusi mental tidak berjalan sesuai rencana.
Serangan terbuka ini tidak bisa didiamkan. Angin terlalu kencang menyerang Jokowi. Belum lagi serangan dari Anies Baswedan yang selama sepekan sebelumnya menjadi trending topic yang memojokkan Jokowi. Dalam pertemuan para walikota seluruh Indonesia di Makassar, Anies Baswedan secara terbuka menyerang rezim Jokowi yang gagal menyelesaikan ketimpangan pembangunan nasional.
Dalam forum itu tiga kandidat presiden tampil. Tetapi, Anies mendominasi. Hal itu terbukti dari respons media mainstream maupun media sosial yang memberi porsi lebih besar kepada Anies. Ganjar Pranowo, yang berusaha menempatkan diri sebagai fotokopi Jokowi, tampil standar dan normatif. Prabowo Subianto, yang sedang menikmati dukungan dari Jokowi, tampil di bawah form dan terlihat tidak menyiapkan diri dengan baik.
Tak ayal, Anies mendominasi pemberitaan. Kemudian, Anies tampil memberikan pidato politik di acara apel siaga Partai Nasdem di GBK. Anies tetap tampil dengan jurus menyerang ketimpangan pembangunan rezim Jokowi. Tapi, kali ini ia mengemasnya dengan berbeda. Ia menyampaikan kritiknya dalam bentuk doa politik.
Anies berdoa semoga Surya Paloh yang berulang tahun ke-72 diberi kesehatan dan kekuatan untuk membawa Indonesia menuju perubahan. Anies berdoa supaya rakyat Indonesia terbebas dari kesulitan eknomi, bebas dari lilitan utang pinjol, enteng jodoh, dan lancar rezeki. Anies mendoakan kaum disabilitas supaya mendapatkan kesetaraan dan perlindungan. Para pekerja migran didoakan agar mendapat perlidungan selama bekerja di luar negeri.
Doa politik Anies menyerang jantung Jokowi. Reaksi cepat dilakukan dengan melakukan reshuffle. Tujuannya ganda, menjatuhkan penalti terhadap Nasdem, sekaligus mengerem arus pemberitaan positif terhadap Anies.
Reshuffle kabinet menunjukkan upaya Jokowi untuk melakukan konsolidasi menghadapi pemilu 2024. Semua pos yang lowong diisi oleh loyalis Jokowi dan orang-orang terdekatnya. Posisi menteri kominfo diserahkan kepada Budi Arie Setiadi, ketua relawan Projo. Posisi Budi Arie sebagai wakil menteri desa dan pembangunan daerah tertinggal diganti oleh Paiman Rahardjo yang juga sahabat Jokowi dan ketua organisasi relawan Jokowi.
Ada lima wakil menteri yang dilantik, yaitu Nezar Patria sebagai wamenkominfo, Pahala Mansury sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Rosan Roeslani sebagai Wakil Menteri BUMN, dan Saiful Rahmat Dasuki sebagai Wamenag. Anggota Majelis Kehormatan PPP Djan Faridz dilantik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Jokowi menjadi pemenang tunggal dalam reshuffle ini. Tapi, diam-diam ada pemenang lain, yaitu menteri BUMN Erick Thohir yang sukses menempatkan kroni-kroninya dalam kabinet. Mereka adalah Nezar Patria mantan jurnalis yang menjadi staf khusus menteri BUMN. Rosan Roeslani dan Pahala Mansury adalah teman-teman lama Erick Thohir.
Reshuffle ini terlihat sebagai kolaborasi Jokowi dan Erick Thohir, sekaligus indikasi bahwa Erick memegang kepercayaan penting dari Jokowi. Selanjutnya tinggal menunggu apakah Erick akan menjadi pilihan Jokowi sebagai cawapres mendampingi Prabowo.
Siapa pecundang dalam reshuffle ini? Partai Nasdem jelas terpukul karena jatahnya dipreteli. Tapi, PDIP juga menjadi pecundang, karena tidak kebagian jatah apapun. Sejak awal PDIP paling getol memprovokasi Jokowi supaya mendepak Nasdem dari koalisi. Harapannya tentu supaya dapat tambahan jatah di kabinet.
Tapi, ternyata PDIP ditinggal oleh Jokowi dalam reshuffle ini. Selanjutnya tinggal menunggu the next show down, persaingan terbuka antara Jokowi vs Megawati Sukarnoputri sebagai supremo PDIP. ()