Mahfud MD Malu Jadi Orang Indonesia

waktu baca 5 menit
Foto: Liputan6.com/Angga Yuniar

KEMPALAN: Sebuah artikel lama yang ditulis oleh Prof. Mahfud MD pada 2018 beredar kembali di media sosial. Artikel itu berjudul ‘’Malu Bercerita kepada Orang Jepang’’, berisi kisah kunjungan delegasi hukum Indonesia ke Jepang dipimpin oleh Mahfud MD. Dalam artikel itu Mahfud mengaku sangat malu bercerita kepada koleganya di Jepang mengenai bobroknya dunia pengadilan di Indonesia. Saking malunya, Mahfud memilih untuk tidak bercerita dan mengalihkan pembicaraan pada topik lain.

Judul artikel Mahfud itu mungkin agak mirip dengan puisi Taufik Ismail berjudul ‘’Malu Aku Jadi Orang Indonesia’’ yang ditulis pada 1998. Puisi itu menceritakan Taufik Ismail muda yang pada 1956 baru lulus SMA dan mendapat bea siswa ke Winsconsin, Amerika serikat. Ketika itu, sebagai ‘’Anak Revolusi’’ Taufik bangga karena masyarakat Amerika mengagumi keberanian bangsa Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan 1945.

BACA JUGA: Rasmus Paludan

Tetapi, berpuluh tahun kemudian Taufik kembali ke Amerika menutupi kepalanya dengan topi dan menyembunyikan wajahnya dengan kacamata hitam. Taufik merasa malu menjadi orang Indonesia di Amerika Serikat:
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari.

Itu hanya satu penggal dari puisi panjang yang membuat Taufik malu menjadi orang Indonesia. Korupsi, kolusi, nepotisme dilakukan secara telanjang dan terang-terangan. Pejabat pemerintah tidak punya malu lagi melakukan penyelewengan kekuasaan. Alih-alih pejabat yang malu, rakyatnya yang kehilangan muka.

Kalau artikel Mahfud MD itu dijadikan larik puisi mungkin isinya akan mirip dengan puisi Taufik. Mahfud malu menjadi aktivis hukum Indonesia dan tidak berani bercerita mengenai kondisi hukum di Indonesia kepada kolega di Jepang. Penyebabnya, kondisi penegakan hukum di Indonesia sudah hancur-hancuran. Jika dibandingkan dengan Jepang bukan lagi seperti langit dengan bumi, tapi seperti langit dengan sumur.

BACA JUGA: Dana Hibah

Mahfud menulis, dalam sebuah diskusi dengan seorang guru besar hukum Jepang terungkap bahwa masyarakat Jepang seratus persen percaya terhadap keputusan pengadilan, meskipun ketika mereka dikalahkan atau dirugikan. Tidak ada satu orang pun di Jepang yang berpikir bahwa hakim disogok atau menerima uang korupsi dalam membuat keputusan.

Kata guru besar Jepang itu, tidak ada satu pun masyarakat Jepang yang berpikir negatif terhadap hakim-hakim. Kalau ada keputusan yang dianggap merugikan, paling-paling mereka menganggap hakim itu tidak menguasai masalah dan alpa menerapkan asas hukum yang tepat. Jangankan menuduh hakim menerima suap, berpikir bahwa hakim menerima suap pun tidak pernah terbersit pada pikiran orang Jepang.

BACA JUGA: Imlek

Mendengar keterangan guru besar Jepang itu Mahfud malu setengah mati. Dia berusaha menghindar dari pertanyaan sang guru besar mengenai kondisi peradilan di Indonesia. Ketika itu Mahfud sudah pensiun dari jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud belum masuk lingkaran politik menjadi menteri pada kabinet Jokowi 2019.

Kalau sekarang Mahfud balik lagi ke Jepang dan bertemu sang guru besar mungkin Mahfud memilih lari menghindar. Ketika sekarang Mahfud menjabat sebagai menteri koordinator politik dan keamanan, kondisi peradilan di Indonesia justru hancur lebur berantakan menjadi abu. Itu kalau dibandingkan dengan kondisi Jepang.

Mungkin guru besar Jepang itu bisa pingsan atau mati berdiri kalau tahu bahwa di era Mahfud MD sekarang ini beberapa hakim agung di Mahkamah Agung dicokok oleh KPK karena ketahuan menerima suap untuk memuluskan perkara. Mungkin guru besar Jepang itu pingsan kalau tahu bahwa Mahkamah Konstitusi, lembaga yang pernah dipimpin Mahfud, digerogoti korupsi dan ketuanya ditangkap KPK karena menerima sogok.

BACA JUGA: Jacinda Ardern

Entah bagaimana jadinya kalau guru besar Jepang itu tahu bahwa seorang jaksa di Kejaksaan Agung terlibat dalam makelaran kasus Djoko Tjandra dengan nilai suap miliaran rupiah. Suap itu diduga mengalir sampai jauh ke pusat elite Kejaksaan Agung. Sang jaksa dihukum ringan pada pengadilan banding, dan tiba-tiba saja sang jaksa sudah bebas.

Mahfud pasti malu semalu-malunya kalau koleganya di Jepang tahu bobroknya institusi kepolisian di Indonesia. Bersamaan dengan beredarnya artikel Mahfud, Majalah Tempo menyiarkan hasil investigasi yang mengungkap keterlibatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam bisnis nikel ilegal di Sulawesi Tenggara.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa di Konawe Utara terdapat puluhan tambang nikel ilegal yang beroperasi dengan omset triliunan rupiah. Dalam operasinya perusahaan itu bekerja sama dengan perusaan China yang mengoperasikan smelter, pemisahan biji besi dengan nikel. Perusahaan-perusahaan itu beroperasi dengan nyaman dan aman karena mendapat beking dari orang-orang pusat dengan menempatkan mereka sebagai komisaris.

BACA JUGA: Kesambet Sambo

Tempo menyebutkan bahwa salah satu perusahaan yang terlibat dalam bisnis patgulipat itu mengaku mempunyai hubungan dekat dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dari eksplorasi satu blok di Mandiodo selama 3 tahun perusahaan itu mendapatkan pemasukan Rp 21,6 triliun. Pemilik perusahaan nikel itu, Windu Aji Sutanto, memimpin tim relawan pemenangan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada pemilihan presiden 2019.

Laporan Tempo ini menjadi bombshell baru yang meledak di lingkungan kepolisian. Sejak kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo diungkap, muncul banyak laporang mengenai jaringan mafia di lingkungan Polri. Mahfud MD sendiri menyebut bahwa di lingkungan Polri ada mabes di dalam mabes. Ada jaringan yang beroperasi di bawah tanah tetapi kewenangannya tidak kalah dari mabes formal.

Bersamaan dengan ditahannya Sambo muncul dokumen ‘’Kekaisaran Sambo’’ yang berisi daftar jaringan peredaran perjudian haram yang melibatkan para jenderal polisi. Konsorsium 303 ini mempunyai omset triliunan rupiah dan menyetor kepada Sambo.

BACA JUGA: Erick Thohir for PSSI

Tidak lama setelah Kekaisaran Sambo dibongkar, muncul dokumen yang menyebut keterlibatan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebagai beking bisnis tambang ilegal di Kalimatan. Tidak lama kemudian ada pengakuan dari Ismail Bolong yang mengaku menyetor Rp 6 Miliar kepada Agus Andrianto. Kasus Ismail Bolong dibawa ke pengadilan, tapi keterlibatan para jenderal itu masih tetap misterius.

Bersamaan dengan kasus itu muncul penggerebekan terhadap Irjen Teddy Minahasa yang diduga terlibat dalam jaringan bisnis narkoba. Penangkapan Teddy Minahasa berlangsung dramatis karena dia sudah dipromosikan sebagai kapolda Jatim dan tinggal menunggu pelantikan.

Investigasi Tempo mengenai keterlibatan Kapolri sebagai beking bisnis tambang haram di Sulawesi Tenggara ini bakal menjadi bom yang menghancurkan kredibilitas Polri yang sebenarnya sudah berada pada titik nadir.

Entahlah, muka Mahfud MD mau ditaruh dimana kalau dia harus balik lagi ke Jepang, dan bertemu sang guru besar. (*)

Editor: DAD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *