Profesor Karomoney dan Kematian Kampus

waktu baca 7 menit
Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Aom Karomani (via Lampung Mandiri)

KEMPALAN: SEORANG guru besar mengaku malu menyandang gelar profesor di Indonesia. Prof. Sutawi guru besar Universitas Muhammadiyah Malang menulis artikel yang menjadi viral mengenai borok di sistem perguruan tinggi di Indonesia yang membuatnya malu menyandang gelar tertinggi di kampus.

Guru besar adalah jabatan akademis tertinggi seorang dosen di perguruan tinggi. Bagi seorang dosen, menjadi profesor adalah gabungan antara ambisi, prestasi, gengsi, sensasi, dan ekonomi. Karena itu banyak yang berburu gelar—dengan berbagai cara—untuk mendapatkan posisi itu.

Ujung-ujungnya terjadi berbagai pengkhiatan intelektual dalam berbagai bentuk. Salah satu yang terbaru adalah penangkapan Prof. Karomani, rektor universitas Lampung, oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT). Uang miliaran rupiah disita bersamaan dengan penangkapan itu.

Peristiwa ini makin membuat malu dan menjadi aib yang mencoreng dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Seorang profesor yang seharusnya menjadi role model dalam dunia pendidikan tinggi dan dunia kecendikiawanan pada umumnya. Tapi ternyata profesi itu tidak kebal terhadap korupsi, malah–dengan jabatan rektor—seorang profesor menjadi rentan terhadap korupsi.

BACA JUGA: Pak Aom

Gelar profesor akhirnya hanya menjadi pajangan sebagai sarana panjat sosial sekaligus sarana untuk panjat ekonomi alias mengumpulkan uang. Peter Fleming menulis buku ‘’Dark Academia: How Universities Die’’ (2022), menengarai menjamurnya para akademisi hitam yang menjadi tanda kematian kampus sebagai pusat intelektualitas.

Fleming mengungkap sejumlah fenomena yang menunjukkan bahwa tradisi intelektual kampus sudah mati, dan kampus hanya menjadi puing yang bahkan menara gadingnya pun sudah ambruk. Fleming menganggap kampus sudah mati dilindas oleh gelombang neoliberalisme yang menjadikan lembaga pendidikan tinggi sebagai mesin penghasil uang dari pada penghasil cendekiawan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *