Rumah Sehat

waktu baca 6 menit
Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta.(Foto: Instagram/@aniesbaswedan)

KEMPALAN: DI Jakarta tidak akan lagi ditemui rumah sakit karena sudah diubah menjadi rumah sehat. Pasien yang sakit tidak lagi dirujuk ke rumah sakit, tapi dibawa ke rumah sehat. Kalau ada kecelakaan yang membawa korban parah mereka akan dibawa ke unit gawat darurat di rumah sehat. Orang yang kepingin sehat akan datang ke rumah sehat untuk berkonsultasi mengenai cara hidup yang sehat.

Itulah gagasan Gubernur DKI Anies Baswedan yang pekan ini melakukan penjenamaan atau branding terhadap rumah sakit dengan mengubah sebutan RSUD, rumah sakit umum daerah, menjadi RSUJ, rumah sehat untuk Jakarta. Selain brandingnya diubah logo rumah sakit juga diubah dan diseragamkan untuk 31 rumah sehat yang tersebar di seluruh Jakarta.

Ada perubahan mindset atau cara berpikir masyarakat yang ingin disasar dengan perubahan ini. Sesuai dengan namanya, masyarakat selama ini hanya datang ke rumah sakit saat dalam kondisi tidak sehat. Dengan perubahan nama itu Anies berharap masyarakat juga datang ke rumah sakit saat mereka dalam keadaan sehat. Rumah sehat dirancang untuk benar-benar membuat kita berorientasi pada hidup yang sehat, bukan sekadar berorientasi untuk sembuh dari sakit.

Ada juga faktor psikologis yang memengaruhi persepsi masyarakat terhadap rumah sakit. Ketika mendengar rumah sakit, hal yang diingat oleh warga adalah tentang penyakit, karena kata kuncinya adalah ‘’sakit’’. Sekarang dipakai istilah rumah sehat sehingga kata kunci yang diingat warga adalah ‘’sehat“.

BACA JUGA: Gus Samsudin

Perubahan mindset psikologis punya pengaruh terhadap kondisi fisik. Banyak orang yang menjadi sakit karena pikirannya merasa sakit dan hal itu kemudian berpengaruh kepada fisiknya. Dalam istilah kesehatan hal itu disebut sebagai psikosomatis, yaitu orang menjadi sakit karena dia mempersepsikan dirinya sedang dalam keadaan sakit.

Secara filosofis, realitas fisik tergantung pada pikiran seseorang terhadap sesuatu, karena pada dasarnya realitas adalah konstruksi pikiran. Secara ekstrem filosofi ini berpendapat bahwa tidak ada realitas di dunia ini, karena semua realitas adalah konstruksi dan ekspresi pikiran. Gajet yang sedang kita pegang sebenarnya bukan gajet melainkan konstruksi pikiran kita mengenai gajet.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *