Gus Dur, Kiai Fuad, MH Said, Kiai Busyro, dan Bupati Sumenep Lora Fauzi
Catatan: Hambali Rasidi, kontributor kempalan
KEMPALAN-Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan banyak orang itu, terkadang dimiliki satu orang.
Ah, yang benar. Saya ambil contoh di Bangkalan ada sosok alm Fuad Amin Imron.
Beliau disegani dan dihormati karena salah satu cicit Syaikhona Kholil Bangkalan. Masyarakat menyebutnya Kiai Fuad.
Tapi Kiai Fuad memilih tak menjadi pengasuh pesantren. Label cicit Syaikhona Kholil dijadikan sarana menjelajah ke dunia luar. Terjun ke dunia bisnis. Sambil memikirkan umat.
Singkatnya, Kiai Fuad menjadi seorang milioner dengan kekayaan yang melimpah.
Kekayaan itu juga dijadikan sarana untuk menjalin komunikasi dengan kelompok lintas kultur. Sehingga kaum blater, kelompok jawara Bangakalan ikut takdzim kepada Kiai Fuad.
Kiai Fuad menjadi jujukan para blater. Singkatnya, Kiai Fuad memiliki kelebihan bisa ‘menaklukkan’ para kaum blater.
Di dunia politik lokal Jawa Timur.
Kiai Fuad juga diakui sebagai politisi ulung. Gaya politiknya khas. Penuh kontroversi. Warna politik Bangkalan bisa dikata tergantung ‘remote‘ Kiai Fuad.
Tak terhitung berapa politisi lokal Bangkalan yang ‘dicipta’ oleh Kiai Fuad. Lain lagi politisi level Jawa Timur dan nasional yang tak lepas dari sentuhan Kiai Fuad.
Empat kelebihan itu dimiliki oleh Kiai Fuad. Allah SWT memberi kelebihan untuk empat orang hanya untuk Kiai Fuad.
Sama halnya dengan alm Gus Dur. Bagi para pengamat, figur Gus Dur sebagai sosok lintas batas. Kelebihan yang dimiliki Gus Dur sudah melambung seantero dunia. Levelnya sudah internasional, begitu singkat labelnya.