Surabaya Juang 2025: Mbok Dar Mortir, Pengelola Dapur Umum di Medan Perang
KEMPALAN: Kota Surabaya kembali berdenyut dengan napas perjuangan. Ribuan warga tumpah ruah di sepanjang jalan Tugu Pahlawan hingga Balai Pemuda, Minggu (2/11/2025), dalam gelaran Parade Surabaya Juang 2025.
Dengan tema “Surabaya Epic”, parade ini menjadi panggung kolosal yang menghidupkan kembali semangat Arek Suroboyo di masa Revolusi 1945.
Sutradara parade, Heri Prasetyo atau Heri Lento, mengatakan pergelaran tahun ini dikemas lebih imersif dan humanis. “Kami ingin menghadirkan kisah perjuangan dari sisi manusia biasa— dari dapur, dari hati, dari rakyat kecil yang menolak menyerah,” ujarnya seusai gladi di Taman Budaya Cak Durasim.
Tiga titik utama dijadikan babak sejarah: Tugu Pahlawan sebagai “Dapur Perang”, Perempatan Siola menggambarkan heroisme pemuda Genteng Kali, dan Grahadi–Balai Pemuda menutup kisah dengan tragedi Sugiarto, pemain sepak bola yang meninggalkan lapangan hijau demi Republik.
Namun dari semua adegan heroik itu, yang paling menggugah adalah kisah Mbok Dar Mortir, perempuan rakyat jelata yang mengabdikan hidupnya menjaga logistik pejuang.
Dalam parade kali ini, semangat Mbok Dar dihidupkan kembali lewat kolaborasi Tim Line Dance PWI Jatim dan Parfi Jatim. Mereka menampilkan adegan dapur umum dengan membagikan makanan tradisional—singkong, ketela, dan pisang kukus—dibungkus daun pisang, sebagaimana para ibu bangsa lakukan di tahun 1945.
Koordinator LD PWI Jatim Ita Siti Nas’yiah menyebut, adegan ini bukan hiburan semata, tetapi penghormatan kepada perempuan yang menjaga semangat juang.
“Kami ingin menghidupkan suasana dapur umum masa perjuangan, di mana setiap ibu memasak dengan cinta dan keberanian,” ujarnya.
Ketua Parfi Jatim Wira Lina, pemeran Mbok Dar, tampil memukau dengan kebaya sederhana. “Rasanya haru bisa membawa sosok ini hidup kembali. Mbok Dar bukan hanya memasak, tapi menyalakan api juang,” ucapnya.
Lebih dari 3.500 peserta terlibat dalam parade ini, termasuk pelajar, komunitas sejarah, TNI-Polri, dan veteran. Wali Kota Eri Cahyadi berperan sebagai Gubernur Suryo, sementara Rini Indriyani tampil sebagai Lukitaningsih, pemimpin Laskar Putri.
Parade ini menjadi refleksi nilai kebangsaan, gotong royong, dan pengorbanan tanpa pamrih. Dari dapur sederhana Mbok Dar Mortir, Surabaya belajar lagi bahwa api perjuangan tak selalu lahir dari senjata, tapi dari tangan ibu bangsa yang mengaduk semangat di kuali sejarah.
Rokimdakas
Penulis Surabaya









