Jalan Tasawuf KH. Syaiful Ulum Nawawi (12)

waktu baca 4 menit
KH. Syaiful Ulum Nawawi (*)

KEMPALAN : Dalam salah satu wawancara tertulis pada saat awal-awal saya mencoba menggali sosok yang dikagumi KH. Syaiful Ulum Nawawi selain menyebut orangtua-nya, beliau juga menyebut tiga sosok lain, yaitu Bung Karno, KH. Hasyim Asy’ari, dan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid).

Tentang Bung Karno, KH. Syaiful Ulum Nawawi mengatakan bahwa siapapun –khususnya yang sudah dewasa dan berpendidikan minimal SLTP– InsyaAllah tahu dan mengenal sosok founding father ini — setidaknya secara literasi bahwa beliaulah tokoh yang berdiri di garis depan dalam perjuangan kemerdekaan modern di Abad XX untuk ikut membebaskan bangsa Indonesia dari kolonialisme khususnya cengkeraman penjajah Belanda dan Jepang.

Sedangkan KH. Hasyim Asy’ari disebut KH. Syaiful Ulum Nawawi adalah ulama agung pendiri NU (Nahdlatul Ulama) salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.

Adapun Gus Dur yang cucu dari KH. Hasyim Asy’ari ini, dikenal sebagai Bapak Bangsa dan Presiden ke-4 Republik Indonesia.

Nah, Gus Dur yang coba saya singgung sebagai salah satu penganjur tasawuf di Tanah Air, dengan tegas dibenarkan oleh beliau.

Lantas KH Syaiful Ulum Nawawi secara panjang lebar memaparkan ketasawufan Gus Dur.

“Ya, benar. K.H. Abdurrahman Wahid, yang lebih sering disebut sebagai Gus Dur, merupakan seorang ulama, cendekiawan, dan negarawan Indonesia yang juga dikenal sebagai penganjur tasawuf,” papar KH. Syaiful Ulum Nawawi dalam percakapan lanjutan beberapa hari setelah wawancara tertulis di atas.

Lebih lanjut disampaikan, Gus Dur memiliki minat yang mendalam dalam tasawuf dan sering membahas tentang pentingnya spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.

Gus Dur melihat tasawuf sebagai cara untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan memperdalam pemahaman tentang diri sendiri dan Tuhan. Beliau juga percaya bahwa tasawuf dapat membantu mengatasi konflik dan mempromosikan perdamaian, keharmonisan, dan toleransi.

Dalam berbagai kesempatan, tutur beliau, Gus Dur sering mengutip ajaran-ajaran tasawuf dari para sufi besar seperti Al-Ghazali, Ibn Arabi, dan Rumi. Beliau juga mengembangkan gagasan tentang ‘tasawuf sosial’ yang menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam kehidupan sosial dan politik.

Dalam konteks Indonesia, Gus Dur berperan penting dalam mempromosikan tasawuf sebagai bagian dari tradisi Islam yang kaya dan beragam. Beliau juga berusaha untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang tasawuf di kalangan umat Islam Indonesia.

*

Secara spesifik, KH. Syaiful Ulum Nawawi mencoba menukikkan ketasawufan Gus Dur dengan ciri-ciri sebagai berikut, yaitu ‘Tasawuf Sosial’ dimana Gus Dur menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai spiritual ke dalam kehidupan sosial dan politik.

Lantas disebut KH. Syaiful Ulum tentang ‘Humanisme’, dimana Gus Dur percaya bahwa tasawuf harus memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan manusia.

Pada dimensi lain, Gus Dur menyebut ‘Pluralisme’, dimana Gus Dur mengajarkan bahwa tasawuf harus menghormati dan mengakui keberagaman agama, budaya, dan pandangan hidup.

Sedangkan pada sisi lain lagi, Gus Dur menyebut pentingnya ‘Kesadaran Spiritual’ dalam kehidupan sehari-hari.

Juga disebut, perlunya aspek ‘Pengembangan Diri’, dimana Gus Dur percaya bahwa tasawuf harus membantu individu mengembangkan diri mereka sendiri.

*

Adapun secara filosofis, ciri-ciri ketasawufan Gus Dur mencatat, antara lain kehadiran ‘Sinkretisme’: Gus Dur menggabungkan unsur-unsur tasawuf dengan filsafat dan agama lain.

Lantas Gus Dur menyebut ‘Holistik-isme’, beliau percaya bahwa tasawuf harus mempertimbangkan keseluruhan aspek kehidupan manusia.

Untuk hal-hal di atas, sebagaimana dinyatakan KH. Syaiful Ulum Nawawi, Gus Dur menyebut pentingnya kehadiran ‘Dialektika’, dimana Gus Dur menggunakan metode dialektika ini untuk memahami konsep-konsep tasawuf.

Ada hal lain yang tak kalah penting tentang ciri-ciri filosofis ketasawufan Gus Dur, yaitu diperlukannya ‘Kritik terhadap Dogmatisme’. Beliau mengkritik dogmatisme dan mempromosikan pemikiran kritis dalam tasawuf.

Sedangkan ciri-ciri lainnya yaitu perlunya ‘Praktik Spiritual’: Gus Dur menekankan pentingnya praktik spiritual seperti dzikir, doa, dan meditasi.

Hal senada KH. Syaiful Ulum Nawawi menyebut lebih lanjut, Gus Dur menganjurkan perlunya ‘Pengembangan Komunitas’, dimana beliau percaya bahwa tasawuf harus membantu mengembangkan komunitas yang harmonis dan solid.

Sedangkan pada sisi lain lagi, pentingnya ‘Pelayanan Sosial’ dimana Gus Dur mengajarkan bahwa tasawuf harus diwujudkan dalam pelayanan sosial dan kegiatan amal.

Sedangkan yang tak kalah penting lainnya adalah faktor ‘Pendidikan’. Beliau menekankan pentingnya pendidikan dalam mengembangkan kesadaran spiritual dan memahami tasawuf. (Amang Mawardi – Bersambung).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *