Mengenang Rudy Keltjes, Legenda NIAC Mitra dan Timnas yang Meninggal Akibat Asam Lambung
SURABAYA-KEMPALAN: Berita duka menyelimuti sepakbola tanah air. Legenda sepakbola nasional, Rudy William Keltjes, yang juga mantan pemain Persebaya dan NIAC Mitra, meninggal dunia, Rabu (23/10).
Rudy Keltjes menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit William Booth, Jalan Diponegoro Surabaya pada Rabu siang, sekitar pukul 12.30 WIB. Menurut informasi dari keluarganya, Rudy Keltjes meninggal akibat asam lambung.
Informasi wafatnya Rudy Keltjes juga diunggah oleh akun Instagram Persebaya. “Selamat Jalan Om Rudy William Keltjes,” tulis dalam akun instagram tersebut.
Rudy Keltjes lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 12 Februari 1952. Sebelum berkarier sebagai pesepakbola, Rudy sempat bekerja sebagai buruh pabrik gula di Situbondo.
Rudy bergabung dengan Persebaya karena terinspirasi saat tim legendaris asal Kota Surabaya itu menghadapi Ajax pada 11 Juni 1975. Kala itu, lewat radio ia mendengarkan Persebaya yang diperkuat pemain seperti Abdul Kadir, Subodro, Rusdi Bahalwan, Waskito, dan Yacob Sihasale berhasil unggul 3-2 atas Ajax.
Sepanjang kariernya sebagai pemain Persebaya, Rudy berhasil mengangkat trofi juara pada kompetisi PSSI Perserikatan pada tahun 1977 di Stadion Gelora Senayan Jakarta, yang kini berubah nama menjadi Stadion Gelora Bung Karno (GBK).
Saat itu, golnya menjadi penentu kemenangan Persebaya atas Persija Jakarta. Bahkan, berkat penampilannya yang memukau di posisi gelandang, Rudy Keltjes dinobatkan sebagai pemain terbaik.
Sebagai gelandang, pemain yang memiliki darah keturunan Indonesia-Belanda ini juga pernah memperkuat Timnas Indonesia di ajang SEA Games pada tahun 1979 dan 1983.
Bersama NIAC Mitra, Rudy juga pernah meraih gelar juara Galatama pada musim 1980-1981 dan 1982-1983. Bahkan, di tingkat internasional, ia juga sukses mengantarkan NIAC Mitra meraih gelar di turnamen Aga Khan di Bangladesh pada tahun 1979.
Sebagai pelatih, pria bertubuh jangkung ini juga mengantarkan tim sepakbola PON Jatim meraih medali perunggu di Papua tahun 2021. Terakhir, Rudy menjabat sebagai Direktur Teknis Persikab Bandung.
Dedikasi Rudy Kaltjes terhadap sepakbola Indonesia sangat luar biasa. Dijuluki “Franz Beckenbauer-nya Indonesia,” ia dikenal sebagai sosok pelatih yang keras dan punya disiplin tinggi.
Rudy Keltjes paling tidak suka jika melihat anak asuhnya bermain manja atau penakut. “Sepakbola itu olahraga laki-laki, nggak boleh manja. Kalau main kayak nona-nona atau penakut, mending di rumah saja. Jangan main bola,” katanya.
NIAC Mitra vs Arsenal
Salah satu kenangan manis yang tidak pernah dilupakan Rudy Keltjes adalah ketika ia memperkuat NIAC Mitra dalam laga persahabatan Internasional melawan klub raksasa Liga Inggris, Arsenal.
Kala itu, bertempat di Stadion Gelora 10 November Surabaya pada 16 Juni 1983, NIAC Mitra yang diperkuat Rudy Keltjes, Wayan Diana, Yudi Suryata, Syamsul Arifin, Djoko Malis, dan dua pemain asal Singgapura, yakni striker Fandi Ahmad dan penjaga gawang David Lee, secara mengejutkan berhasil unggul 2-0.
Padahal, Tim berjuluk Meriam London tersebut diperkuat pemain-pemain yang cukup terkenal, seperti bek Inggris David O’Leary, kiper Pat Jennings, hingga penyerang Raphael Meade.
Di Liga Inggris, musim 1982/1983 Arsenal finish di peringkat ke-10 dan lolos ke semifinal Piala FA.
Di saksikan 30.000 penonton, NIAC Mitra tampil mendominasi. Di lini tengah, Rudy Keltjes mampu memberikan umpan-umpan manja dan terukur kepada rekannya di barisan penyerang.
Alhasil, lini belakang Arsenal kalang kabut. Apalagi pertandingan digelar mulai jam 14.00 WIB, sehingga banyak yang kepanasan.
NIAC Mitra pun akhirnya unggul 2-0 berkat gol yang dicetak Fandi Ahmad lewat tendangan fist time dari jarak jauh pada menit 37 dan Djoko Malis di menit 85.
Rudy mengatakan, faktor utama NIAC Mitra di era itu tampil begitu perkasa dan sulit ditaklukkan adalah karena faktor kebersamaan dan semangat pantang menyerah.
“Modal utama NIAC Mitra adalah kebersamaan dan semangat pantang menyerah,” ujar Rudy pada suatu kesempatan.
Sempat Bercanda dengan Mamak Alhadad Dkk
Meninggalnya Rudy Keltjes yang begitu mendadak, membuat rekan-rekannya sesama legenda sepakbola Persebaya, NIAC Mitra, dan Timnas Indonesia tidak percaya.
Salah satunya adalah Muhammad Zein Alhadad. Mantan striker NIAC Mitra yang akrab disapa Mamak Alhadad ini mengaku terkejut saat mendapat kabar meninggalnya Rudy Keltjes.
“Dua minggu lalu saya sempat bertemu dengan beliau di sebuah rumah makan di kawasan Mayjend Sungkono Waktu itu Rudy kelihatan sehat dan tidak terlihat sakit,” kata Mamak Alhadad.
Selain Mamak Alhadad dan Rudy Keltjes, pertemuan itu juga dihadiri Fakhri Husaini, Maura Hally, Yongky Kastanya, Ferril R Hattu, dan beberapa legenda sepakbola asal Jawa Timur.
Malah dalam pertemuan itu Rudy banyak bercanda. Di hadapan Fakhri Husaini dkk dia mengaku sering ditraktir makan oleh Mamak Alhadad di rumah makan di kawasan Ampel.
“Mamak ini kalau makan sate kambing seperti makan kacang. Saya menoleh ke belakang sebentar, sate 30 tusukĀ sudah ludes,” kata Rudy, seperti diceritakan Mamak Alhadad.
Rudy juga mengaku sering dibonceng sepeda motor oleh Mamak saat latihan di NIAC Mitra. “Kalau dibonceng Mamak saya selalu khawatir. Karena kalau ngerem selalu pakai telapak kaki, gak pakai rem,” lanjut Rudy yang membuat Fakhri Husaini dkk tertawa terpingkal-pingkal.
Tidak disangka jika pertemuan itu merupakan yang terakhir dengan Rudy Keltjes. Sebab, Rabu siang Mamak Alhadad mendapat kabar kalau seniornya di NIAC Mitra itu telah meninggal dunia.
“Saya langsung ke rumahnya di Kupang Jaya III, tapi sudah kosong. Menurut tetangganya, Rudy disemayamkan di Adi Jasa, Jl Demak, Surabaya,” kata Mamak Alhadad yang langsung tancap gas menyusul ke Adi Jasa.
Di tempat ini, Mamak sempat bertemu dengan Fakhri Husaini, Maura Hally, Syamsul Arifin, dan Widodo C Putra. Mereka diterima istri Rudy Keltjes dan anaknya, Stevan.
“Istrinya bercerita Rudy meninggal akibat asam lambung. Dibawa ke Rumah Sakit William Booth, tapi nyawanya tidak tertolong;” kata Mamak Alhadad.
Mamak Alhadad juga mengaku sempat main bersama Rudy saat membela NIAC Mitra dalam turnamen Piala Tugu Muda 1981 di Semarang. Saai itu NIAC Mitra juara setelah di grand final mengalahkan klub Rapracha dari Thailand.
“Saat itu saya striker dan Rudy gelandang. Sayangnya, tahun 1984 Rudy hengkang dari NIAC Mitra. Sehingga, ketika NIAC Mitra juara lagi di Tugu Muda 1987, Rudy sudah tidak ada. Saat itu saya dipercaya sebagai kapten,” pungkas Mamak Alhadad. (Dwi Arifin)