Terkuak! Mengapa KPK Terpuruk? Diungkap oleh Ketuanya

waktu baca 2 menit
Ketua KPK Alexander Marwata (*)

JAKARTA-KEMPALAN: Rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan Ketua KPK Alexander Marwata (1/7/2024) di kompleks Senayan, disampaikan secara blak-blakan mengapa pemberantasan korupsi di Indonesia gagal.

Dalam penjelasannya Marwata mengatakan, penanganan korupsi di Indonesia bila dibanding dengan negara lain seperti Singapura, itu berbeda. “Problem di KPK itu kalau boleh saya sampaikan, ada beberapa ya, menyangkut kelembagaan, mungkin juga regulasi, kemudian SDM,” katanya.

Di sisi kelembagaan tidak seperti di negara-negara lain yang saya sebutkan, misalnya yang berhasil dalam pemberantasan korupsi, Singapura atau Hongkong, mereka hanya punya satu lembaga yang menangani perkara korupsi, Singapura CPIB, Hongkong ICAC. Seluruh isu terkait korupsi, mereka yang menangani, sedangkan kalau di KPK, ada tiga lembaga bapak ibu sekalian, KPK, Polri, dan Kejaksaan.

Memang di dalam undang-undang KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi. “Apakah berjalan dengan baik? harus saya sampaikan bapak ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik. Ego sektoral masih ada, masih ada, Kalau kami menangkap Jaksa misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi supervisi, sulit, mungkin juga dengan Kepolisian,” kata Marwata.

Masih di tempat yang sama, dengan melihat mekanisme yang ada sekarang ini, Marwata tidak yakin kita bisa memberantas korupsi. Secara pribadi pun, dia bersedia mengakui bila dianggap gagal selama delapan tahun ini dalam memberantas korupsi.

Mendasarkan pernyataan dari Ketua KPK di Raker bersama Komisi III DPR RI tersebut, ada dua solusi yang perlu dilakukan:

Pertama, meniru langkah negara-negara yang sudah berhasil dalam pemberantasan korupsi, yaitu semua penanganan korupsi ditangani oleh satu lembaga saja, yaitu KPK.

Kedua, KPK sebagai lembaga yang mengurusi korupsi, harus benar-benar dijadikan sebagai lembaga yang independen, tidak diintervensi oleh siapapun dari pihak manapun, apalagi dijadikan sebagai alat kekuasaan oleh rezim yang berkuasa.

Masyarakat sangat prihatin atas penyakit negara yang bernama korupsi. Kesejahteraan yang seharusnya dinikmati oleh orang banyak, hanya dinikmati segelintir manusia serakah dan yang rusak moralnya. Benarkah baik buruk, rusak tidaknya suatu negara tergantung oleh pemimpinnya? Silakan pembaca memberikan komentar atau pendapatnya. (Izzat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *