Ekonomi Halal, Sistem Ekonomi Indonesia, dan RPJPN 2025-2045

waktu baca 10 menit

KEMPALAN: Sebagai negara dengan sistem ekonomi Pancasila, Indonesia diakui atau tidak selama dua dekade terakhir telah menerapkan dual economic system/sistem ekonomi ganda, yakni sistem ekonomi liberalisme dan sistem ekonomi Islam.

Antara kedua sistem ekonomi tersebut, sistem Ekonomi Islam secara eksistensial dalam praktik ekonomi Pancasila, lebih kompatibel dibandingkan dengan sistem ekonomi liberal.

Kompatibilitas tersebut terlihat dari kesesuaian antara “ideologi” yang dianut dalam ekonomi Islam dengan ideologi Pancasila. Pancasila sendiri menjadi ideologi yang merangkum nilai-nilai yang ada pada masyarakat Indonesia. Tidak ada satu pun yang bertentangan antara nilai yang terkandung dalam Islam dengan nilai-nilai yang ada pada Pancasila seperti nilai-nilai tauhid, kemanusiaan dan keadilan, persatuan dalam konteks kebangsaan, hingga kesejateraan. Hal ini karena Islam sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dalam tata nilai yang ada dalam masyarakat.

Sebagai sebuah konsep ekonomi, eksistensi ekonomi Islam telah diakui sejak tersebarnya Islam dalam masyarakat awal sebelum lahirnya Indonesia. Namun praktik ekonomi Islam ini kemudian terkikis seiring ratusan tahun dipaksakannya nilai-nilai ideologi kapitalisme yang disebarkan oleh penjajah kolonial seperti nilai individualistis yang secara ekstrim meninggalkan tauhid.  Demikian juga dengan antitesis dari Kapitalisme yang pada pasca kemerdekaan Indonesia berusaha untuk melesakkan ide Sosialisme/Komunisme yang eksistensinya ingin mengganti individualisme dengan komunalitas/negara.  

Pada prinsipnya kedua ideologi terakhir tersebut berseberangan dengan tata nilai yang ada dalam masyarakat, yang secara konkret ada dalam Pancasila. Keduanya lahir dari ide pencerahan Barat dalam Renaissance dan Aufklarung yang secara prinsp bertentangan dengan sila pertama Pancasila Ketuhanan yang Mahaesa (Tauhid) dan menggantinya dengan sains. Secara filosofis keduanya merupakan ideologi yang menjadikan manusia sebagai pusat dunianya atau subject centered dan bukan God centered.

Sehingga dapat dikatakan bahwa eksistensi Ekonomi Islam di Indonesia bukanlah sebuah tandingan atau alternatif dalam kehidupan perekonomian kebangsaan. Nemun lebih pada keinginan bangsa Indonesia untuk menemukan konsep ekonomi yang sesuai dengan jatidiri bangsa Indonesia. Dan secara lambat namun pasti keberadaan ekonomi Islam pun baik secara nasional dan bahkan secara internasoinal telah mendapatkan ruang-ruang pengembangannya.

Dalam Domain Pengetahuan

Ilmu Ekonomi sebagai pengetahuan formal dalam konteks sains, tidak mengedepankan aspek tata nilai, dan menganggap diri sebagai bebas nilai. Namun, bebas nilai dalam sains masih terikat pada filosofi modernisme yakni efektivitas dan efisiensi, yakni bagaimana mendapatkan sesuatu secara cepat dan tepat, dan tanpa mengindahkan nilai agama.

Seperti diketahui, bahwa dalam hal Ekonomi Islam terdapat tata nilai yang  menjadi prinsipnya, yakni Tauhid. Turunan dari tata nilai ini adalah nilai keadilan, bebas riba (interest/usury/bunga), tidak boleh melakukan manipulasi, gharar dan maysir (spekulasi).  Nilai-nilai ini tidak ada dalam baik itu ideologi ekonomi Liberalisme/Kapitalisme maupun Sosialisme/Komunisme. Lebih jauh, opisisi dari nilai-nilai Islam tersebut malah tercerminkan menjadi tata nilai utama keduanya.

Dalam persoalan keadilan, ilmu ekonomi (yakni sains ekonomi) tidak terdapat pembahasan yang khusus mengenai hal ini. Liberalisme/Kapitalisme dan Sosialisme/Komunisme masing-masing pun memiliki prinsip keadilan yang berbeserangan satu sama lain. Misalnya dalam hal kepemilikan. Adil menurut Liberalisme adalah ketika setiap individu mendapat kebebasan untuk mendapatkan haknya berekonomi dan tanpa mengindahkan aspek sosial. Sebaliknya dalam sosialisme adil adalah ketika orang rela mengorbankan apa yang menjadi miliknya untuk diakuisisi oleh negara.

Keadilan dalam Ekonomi Islam berbeda. Islam mengakui hak individu dan juga kewajiban sosial. Setiap orang memiliki hak untuk memiliki kekayaan hanya sebatas bahwa ia menjadi wakil Tuhan (khalifatullah) di Bumi, karena kepemilikan sejati kekayaan adalah Tuhan. Karenanya apa yang ia miliki selama hidup di dunia, selain untuk kepentingan dirinya sendiri, juga harus juga untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk charity  yakni zakat, infaq, sedekah, dan wakaf.

Sedangkan dalam aspek kemakmuran, dalam sains ekonomi terdapat banyak tools untuk mengukurnya. Misalnya GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto. Rumusnya adalah GDP = C + I + G + (X – M). I adalah investment atau Investasi. G adalah government, konsumsi pemerintah atau pengeluaran negara. X adalah ekspor. M adalah impor. Dalam konteks ekonomi Islam hal ini belum dikatakan Islami karena dalam masing-masing komponennya masih belum dibersihkan dari aspek kehalalan produk yang ditransaksikan.

Demikian juga pada asapek keuangan. Keuangan sebagai “darah” dalam proses perekonomian masih belum terbersihkan dari kotoran bunga, praktik spekulasi (gharar dan maysir), dan nilai tidak islami lainnya. Perbankan sebagai titik kumpul dan diseminasi uang masih di dominasi oleh bunga dari pinjaman dalam prorses pengambilan keuntungannya. Karenanya diperlukan berbagai tools Islami dalam hal ekonomi dan keuangan sehingga kita bisa mengukur kekuatan ekonomi Islam yang sebenarnya.

Sistem Ekoonomi Kapitalisme di Indonesia

Sistem ekonomi yang diselenggarakan oleh pemerintah, diakui atau tidak, didominasi oleh sistem ideologi kapitalisme/liberalisme.  Hal ini dapat dilihat beberapa indikator yang tetap digunakan pemerintah, yaitu:

Pertama,dihapuskannya berbagai subsidi dari pemerintah secara bertahap. Berarti, harga dari barang-barang strategis yang selama ini penentuannya ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya secara berangsur diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.

Kedua, nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate). Sesuai dengan kesepakatan dalam LoI dengan pihak IMF, penentuan nilai kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap (fix rate). Dengan kata lain, besarnya nilai kurs rupiah harus dikembalikan pada mekanisme pasar.

ketiga, privatisasi BUMN. Salah satu ciri ekonomi yang liberal adalah semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi, termasuk didalamnya adalah kepemilikan asset-asset produksi. Dengan dijualnya BUMN kepada pihak swasta, baik swasta nasional maupun asing, berarti perekonomian Indonesia semakin liberal.

Keempat, peran serta pemerintah Indonesia dalam kancah WTO dan perjanjian GATT. Dengan masuknya Indonesia dalam tata perdagangan dunia tersebut, semakin memperjelas komitmen Indonesia untuk masuk kubangan libelarisasi ekonomi dunia atau kapitalisme global.

Sistem Ekonomi Islam di Indonesia

Secara internasional, setiap negara di dunia telah mengembangkan perekonomian Islam dengan masing-masing negara menempatkan diri atau positioning sebagai kekuatan baru ekonomi Islam. Sistem Ekonomi dan Keuangan  Syariah diakui memiliki keunggulan dan ketangguhan dalam menghadapi berbagai krisis ekonomi. Karenanya, di era Indonesia Emas maka mau tidak mau Indonesia harus mewujudkan sistem perekonomian Syariah yang kompetitf dan unggul.

Uni Emirat Arab mendeklarasikan diri sebagai The Capital City of Islamic Finance (Ibukotanya Keuangan Islam); Australia menyatakan diri sebagai Center of Halal Meat (Pusat Daging Halal Dunia); Brazil mengungkap diri sebagai the World Center for Halal Poultry (Pusat Dunia untuk Unggas Halal); Jepang mendapuk diri sebagai the World Center of Halal tourism (Pusat Dunia Pariwisata Halal); Arab seabgai puat agama Islam menahbiskan diri sebagai The Heart fo Muslim (Jantungnya Muslim); China sebagai negara komunis pun menunjuk diri sebgai Halal Fashion. Malaysia dan Singapura pun mendeklarasikan diri sebagai The Global Hub For Islamic Finance. Indonesia pun tak mau ketinggalan dengan menjadi The Center for Halal Supply Chain

Dalam masyarakat Indonesia sejak awal berdirinya Indonesia, Ekonomi dan Keuangan Islam telah eksis. Dan kini dan telah diformalkan; pelaksanaannya dipimpin langsung oleh Presiden RI pada empat periode terakhir kepresidenan RI.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) yang dipimpin langsung pleh Presiden Joko Widodo, sebelumnya Kominte Nasional Keuangan Syariah (KNKS), berfungsi untuk peningkatan pembangunan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah serta menjadikan Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia. Pencanangan titik awal untuk memposisikan Indonesia sebagai salah satu pelaku utama dan hub ekonomi syariah dunia dilakukan seiring dengan peluncuran Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia pada bulan Mei 2019.

Dalam sistem keuangan indonesia sendiri, sistem perbankan Indonesia telah secara formal menegaskan dual banking sistem sejak 1998. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 menjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah.

RPJPN 2025-2045

Presiden RI Joko Widodo meluncurkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang disusun Kementerian PPN/Bappenas untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, pada pertengahan juni lalu.

RPJPN 2025-2045 berperan sebagai dokumen perencanaan pembangunan 20 tahun mendatang agar mampu membawa Indonesia menjadi negara maju. Dua puluh tahun yang akan datang, tepatnya 17 Agustus 2045 menjadi hari istimewa, karena hari itu tepat seratus tahun berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konteks ideologi, Indonesia sudah “clear” yakni berideologikan Pancasila. Namun, persoalan mengemuka pada praktiknya dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh pemerintah, demikian halnya dengan bagaimana penerapan ideologi pancasila pada ranah ekonomi.

Sebagai negara dengan sistem ekonomi Pancasila, Indonesia diakui atau tidak selama dua dekade terakhir telah menerapkan dual sistem ekonomi, yakni sistem ekonomi kapitalisme/liberalisme dan sistem ekonomi Islam. Karenanya, diperlukan ketegasan bagi pemerintah untuk memperkuat ekonomi Indonesia yang dalam hal ini adalah Ekonomi Islam.

Sementara, Sistem Ekonomi Islam secara eksistensial berusaha untuk menandingi sistem ekonomi yang dominan pada pemerintahan. Dalam RPJPN tidak disebutkan secara tegas aspirasi masyarakat yang secara identitas ideologi telah jelas menghendaki penguatan ekonomi Islam yang dalam konteks ini lebih kompatibel dengan Ekonomi Pancasila.

Rencananya, RPJPN ini akan diajukan ke DPR dan menjadi RUU pada akhir 2023, kemudian setelah disetujui akan menjadi Undang-Undang.

Rancangan Akhir RPJPN 2025-2045, yang disusun Kementerian PPN/Bappenas, yang berperan sebagai dokumen perencanaan pembangunan 20 tahunan, telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang berkontribusi untuk menajamkan target dan sasaran pembangunan agar mampu membawa Indonesia menjadi negara maju.

Visi Indonesia Emas 2045 juga menargetkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kepemimpinan dan pengaruh yang kuat di dunia internasional, dengan kemiskinan mendekati 0 persen dan ketimpangan berkurang. Untuk mewujudkan target tersebut, RPJPN 2025-2045 telah merumuskan 8 Agenda Pembangunan, 17 Arah Pembangunan yang diukur melalui 45 Indikator Utama Pembangunan.

Namun dalam hal ini, Ekonomi Islam masih tidak menjadi arus utama pengembangan ekonomi Indonesia

Penguatan Instrumen Ekonomi dan Keuangan Syariah

Penguatan instrumen ekonomi dan keuangan syariah merupakan hal penting dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Berikut ini adalah beberapa masukan yang dapat dijadikan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2045 untuk memperkuat instrumen ekonomi dan keuangan syariah:

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia adalah sebuah panduan untuk pembangunan nasional dalam jangka waktu yang lebih panjang. Penguatan ekonomi syariah dalam RPJPN Indonesia bisa menjadi langkah penting untuk mengembangkan sektor ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah, serta mendukung inklusivitas dan keberlanjutan ekonomi. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan:

  1. Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan Ekonomi Syariah: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah melalui pendidikan dan sosialisasi. Ini dapat melibatkan pendidikan formal di sekolah-sekolah, seminar, lokakarya, dan kampanye penyadaran melalui media massa.
  2. Regulasi dan Kebijakan: Mendorong pembentukan regulasi yang mendukung perkembangan ekonomi syariah, termasuk kebijakan fiskal, moneter, dan perbankan syariah yang mendukung pertumbuhan sektor ini. Hal ini juga dapat melibatkan pembaruan hukum untuk memfasilitasi transaksi dan aktivitas ekonomi syariah.
  3. Pengembangan Industri Keuangan Syariah: Mendorong pengembangan lembaga-lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, dan pasar modal syariah. Ini termasuk memberikan insentif bagi lembaga-lembaga ini untuk mengembangkan produk-produk inovatif yang sesuai dengan prinsip syariah.
  4. Infrastruktur Pendukung: Membangun infrastruktur pendukung bagi ekonomi syariah, termasuk pengembangan teknologi informasi yang mendukung transaksi keuangan syariah, serta penyediaan fasilitas untuk pendidikan, pelatihan, dan riset ekonomi syariah.
  5. Pengembangan Sektor Riil: Mendorong pengembangan sektor riil yang berbasis ekonomi syariah, seperti pertanian, perikanan, industri halal, pariwisata berbasis syariah, dan lainnya. Ini dapat menghasilkan lapangan kerja baru dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
  6. Pemberdayaan UMKM Syariah: Memberikan dukungan khusus kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbasis ekonomi syariah, seperti pelatihan bisnis, akses keuangan, dan pemasaran.
  7. Kolaborasi dengan Lembaga Internasional: Melakukan kerja sama dengan lembaga internasional yang memiliki pengalaman dalam pengembangan ekonomi syariah, seperti bank-bank pembangunan Islam dan organisasi-organisasi seperti Islamic Development Bank (IDB).
  8. Penelitian dan Inovasi: Mendorong riset dan inovasi dalam bidang ekonomi syariah untuk mengembangkan produk-produk dan layanan-layanan baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, serta memperkaya literatur ekonomi syariah.
  9. Promosi dan Pemasaran Ekonomi Syariah: Melakukan promosi yang intensif tentang produk-produk dan layanan-layanan ekonomi syariah untuk menarik minat masyarakat dan pelaku bisnis.
  10. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Mengembangkan SDM yang memiliki pemahaman mendalam tentang ekonomi syariah melalui pelatihan dan pendidikan yang kontinu.

Penguatan ekonomi syariah dalam RPJPN Indonesia membutuhkan kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat secara keseluruhan. Dengan strategi yang tepat, ekonomi syariah dapat menjadi pendorong utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.

Semoga dengan penguatan pada aspek ekonomi Islam pada RPJPN 2025-2045 dapat membawa rahmat Tuhan YME kepada kita semua sehingga mendpatkan ridhaNya. Aamiin.*

(Kumara Adji Kusuma adalah dosen pada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *