Warga Negara Kelas Dunia
KEMPALAN: “Pertengahan tahun 1981 saya dapat rejeki untuk berkunjung ke Singapura. Usai dari sebuah urusan, saya pun bergegas mencari taksi di pinggir jalan Orchid. Namun setelah sekian lama tidak ada satupun taksi yang mau berhenti saat saya setop sekalipun taksi-taksi itu jelas tidak berpenumpang,” cerita ustadz Abdul Kadir Baraja.
“Hingga seseorang memberitahu saya bahwa tempat saya berdiri itu ternyata bukan tempat pemberhentian taksi. Saya pun berjalan kurang lebih 500 meter untuk sampai di tempat pemberhentian taksi yang sebenarnya,” sambung pria yang banyak menginspirasi pendirian Islamic Fullday School itu.
“Saat saya tiba, terlihat antrian yang cukup panjang. Begitu ada taksi yang datang, tiba-tiba ada seseorang yang menyerobot antrian. Apa yang terjadi sungguh di luar perkiraan saya. Driver taksi itu keluar dari taksinya dan meminta penumpang yang menyerobot tadi untuk keluar dari taksinya,” ujar lelaki yang tak pernah berkurang sedikitpun cintanya kepada profesi guru itu.
“Karena itu begitu giliran saya untuk masuk ke dalam taksi yang barusan datang, ada seorang perempuan yang mendahului saya memasuki taksi, otomatis saya pun menegur perempuan yang menyerobot antrian saya itu. Tetiba ada seseorang yang yang menepuk pundak saya dan berkata,” Ia adalah seorang guru. Di negara ini seorang guru tidak boleh antri,” kenang pejuang pendidikan Islam itu.
Begitulah salah satu cara pemerintah Singapura dalam menghargai profesi guru. Di Singapura hanya seseorang dengan nilai pendidikan tertentu saja yang bisa melanjutkan kuliah untuk menjadi guru dan hakim. Pelajar dengan nilai di bawahnya hanya bisa kuliah di jurusan lainnya. Gaji rata-rata guru di Singapura berdasarkan Singapore Indeed adalah 3.018 Dolar Singapura atau sekitar Rp. 34 juta per bulan. Karena itu profesi guru di Singapura sangat prestisius.
Sesungguhnya sistem pendidikan yang diterapkan pemerintah Singapura di atas, sudah pernah diterapkan terlebih dulu oleh pemerintah Indonesia.
“Bayangkan saya ini pada tahun 1963 dinilai kurang cerdas untuk menjadi seorang guru sehingga tidak bisa sekolah di Europeesche Kweekschool atau Sekolah Guru Atas yang pada jaman Hindia Belanda, satu-satunya ada di Surabaya, dengan bahasa pengantar Belanda dan berhak mengajar di sekolah dasar pemerintah Belanda. Namun saya bisa lolos tanpa tes ketika mendaftar di SMAN 2 Surabaya,” tutur pria yang telah purna sebagai dosen ITS itu.
Penyebab penghargaan pemerintah Singapura yang luar biasa terhadap guru adalah visi pendidikan Lee Kuan Yew: “First World Economy, World Class Home”, yang menekankan sistem pendidikan berkualitas tinggi sehingga guru adalah profesi yang sangat prestisius di Singapura. Bapak Kemajuan Singapura itu mengatakan.” For finally, just a country is as good as its citizens, so its citizens are finally, only as good as their teachers.”
(*) Drh. H. Hamy Wahjunianto, MM – Dosen STIE YAPAN
