Membangun KSMR, bukan LGBT
KEMPALAN: JUMAT pagi kemarin saya dan istri menghadiri aqad nikah keponakan laki-laki kami di sebuah desa di Kec. Kaliredjo, Kab. Lampung Tengah. Keponakan kami ini sarjana komputer, sementara istrinya (sekarang) adalah seorang dokter.
Desa ini disebut Sri Basuki, memang banyak dihuni oleh pendatang dari Jawa. Bahkan nama2 daerah di sini nama2 Jawa. Musholla terdekatnya Musholla Kaliwungu. Aqad nikah berlangsung khidmat, lancar dan barokah.
Diselenggarakan di sekitar rumah shahibul hajat dengan dibantu oleh handai taulan dan tetangga. Hidangannya khas desa di Lampung, dengan menu utama rendang daging dan empek2. Sungguh sebuah peristiwa yang bersuasana celebration, walaupun sederhana.
BACA JUGA: Designed to Fail
Kami bersyukur akhirnya Zulfikar memutuskan untuk menikahi Mutiara. Keputusan yang berani. Islam mengilhamkan bahwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan, menjadikan keduanya kemudian dalam beragam trah dan suku untuk saling mengenal dan saling berbuat ma’ruf, dan dengan itu mencegah kemungkaran.
Menikah adalah sunnah Nabi, dan merupakan separuh dari Islam. Menempuh pernikahan demi membangun Keluarga Sakinah, Mawaddah wa Rahmah adalah jihad bagi kedua mempelai, apalagi di masa di mana peran keluarga diremehkan, sehingga gaya hidup LGBT marak.
Kekuatan2 iblisy, kini dengan teknologi digital meluas menjadi kekuatan ‘ifrity, senantiasa merongrong manusia ke jalan sesat sepanjang sejarah. Gaya hidup kumpul-kebo, child-free, lalu LGBT bukanlah gaya hidup modern masa kini. Ia adalah gaya hidup lama yang sudah dipraktekkan banyak bangsa yang terbukti kemudiaan hancur lalu musnah.
Gaya hidup semacam itu adalah gaya hidup mass suicidal, bunuh diri massal. Kampanye LGBT begitu masif akhir2 ini, termasuk dalam gelaran Piala Dunia 2022 di Qatar yang baru berlalu. Syukurlah, kesultanan Qatar berhasil menampis kampanye LGBT itu secara elegan, sehingga gelaran Piala Dunia itu justru menjadi sarana dakwah Islam yang inovatif.