Mantan Komite Etik FIFA Prihatin dengan Kondisi Iwan Bule

waktu baca 3 menit
Ketua umum PSSI, Mochamad Iriawan (*)

JAKARTA-KEMPALAN: Mantan Komite Etik FIFA, Dali Tahir merasa prihatin pada kondisi Mochamad Iriawan yang harus menghadapi berbagai manuver yang berusaha menggoyang posisinya sebagai Ketua Umum PSSI.

Iriawan dituntut untuk melepaskan jabatannya sebagai ketua umum PSSI sebagai bentuk tanggung jawab moral atas terjadinya Tragedi Kanjuruhan.

Kongres Luar Biasa (KLB) pun harus dipercepat pelaksanaannya karena menjadi syarat agar liga bisa kembali bergulir sesuai rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Namun, mantan Komite Etik FIFA, Dali Tahir, berpendapat bahwa tidak ada alasan untuk menuntut Iwan Bule untuk mundur sebagai ketua.

Pria berusia 75 tahun itu juga merasa prihatin karena Iwan Bule menjadi korban ‘tabrak aturan’ yang sebenarnya tidak sesuai dengan statuta FIFA.

“Sebenarnya tidak ada alasan untuk menggiring PSSI untuk menggelar KLB. Karena, ukuran keberhasilan dalam olahraga itu prestasi dan itu telah dihasilkan PSSI di bawah kepemimpinan Iwan Bule.” kata Dali.

“Makanya, saya prihatin dengan adanya manuver-manuver dari pihak di luar sepakbola untuk menggiring terjadinya KLB yang sebenarnya tidak sesuai dengan statuta FIFA. Kalau ini sampai terjadi boleh dibilang Iwan Bule itu jelas jadi korban ‘tabrak aturan’,” tambahnya.

“Saya sih tidak alergi dengan KLB atau menggantikan posisi Iwan Bule sebagai Ketua Umum PSSI. Atau ada yang berambisi menggantikannya? Tapi, tunggulah saat kepengurusan berakhir atau dilakukan dengan mengikuti statuta yang ada.” kata Dali.

Prestasi sepakbola Indonesia memang menunjukkan perkembangan di bawah kepemimpinan Iwan Bule.

Di era Iwan Bule, Timnas Indonesia U-16 mampu merebut gelar juara Piala AFF 2022, sementara Timnas U-20 dan Timnas Senior mampu lolos ke Piala Asia 2023.

Timnas Putri Indonesia juga mampu melaju ke perempatfinal Piala Asia 2022 sebelum akhirnya dikalahkan Jepang.

“Ini fakta yang tidak terbantahkan dan harus diakui, di mana belum pernah dicapai kepengurusan sebelumnya. Karena, tolok ukur keberhasilan dalam memimpin induk organisasi olahraga itu adalah prestasi.” kata Dali.

“Soal Tragedi Kanjuruhan itu musibah dan penyebab kematian suporter Arema itu jelas disebutkan gas air mata. Emangnya PSSI punya gas air mata?” tambah pria kelahiran 1947.

“Saya tidak menolak adanya transformasi sepakbola yang direkomendasikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) pimpinan Menkopolhukam, Mahfud MD, dalam upaya perbaikan pengelolaan kompetisi sepakbola Tanah Air. Apalagi, Indonesia telah ditunjuk FIFA menggelar Piala Dunia U-20 2023. Ayolah, kita sama-sama bergandengan tangan demi nama baik bangsa dan negara.” imbuh Dali.

Dali juga menjelaskan bahwa ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi sejak Tragedi Kanjuruhan, salah satunya adalah kehadiran Presiden FIFA, Gianni Infantino, di Indonesia yang menghadap Presiden Joko Widodo tanpa didampingi PSSI.

Padahal, seharusnya PSSI itu perpanjangan tangan dari FIFA yang bebas dari urusan politik, terutama menyangkut pelaksanaan Piala Dunia U-20 dimana itu menjadi ranah PSSI.

“Saya paham benar dengan statuta FIFA yang tidak diperkenankan terlibat dalam politik demi kepentingan individu. Contohnya, saat Presiden FIFA Sepp Blatter memberikan bantuan dana kepada korban Tragedi Tsunami di Aceh tahun 2004.” kata Dali

“Saat itu, saya selaku Wakil Sekjen PSSI mendampingi Sepp Blatter dan memegang agendanya selama di Aceh. Dan, saya juga mendengar Sepp Blatter dengan hati-hati menolak tawaran Gubernur Aceh untuk mendampinginya selama di Aceh. Takut apa yang dilakukannya dianggap untuk kepentingan pribadi.” jelas Dali Tahir.

Lebih jauh, Dali juga menyebutkan bahwa ada kejanggalan pada surat yang FIFA dikirimkan kepada PSSI.

“PSSI mengirimkan surat permintaan KLB itu langsung ke Sekjen FIFA yang bermarkas di Zurich, eh kok malah Chief Member Association yang bermarkas di Paris yang bukan wewenangnya membalas surat PSSI tersebut. Harusnya Sekjen PSSI, Yunus Nusi, menanyakan kejelasan surat dari Chief Member Association itu dengan mengirimkan surat resmi ke Sekjen FIFA kembali. Ini suatu kejanggalan yang harus dicermati dan jangan langsung dijadikan bahan untuk memaksa KLB dengan melanggar statuta FIFA.” kata Dali Tahir.

(*) Edwin Fatahuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *