GoART Pameran Serentak di 7 Lokasi
Hari Menggambar Nasional
KEMPALAN: DATANGLAH ke Pawon Teh Tudung, yang ada di Lereng Sumbing, Windusari, Magelang,15-31 Mei 2022. Saat Anda menikmati menu kuliner di tempat itu, Anda pun bisa mendapatkan “asupan estetis”. Selama dua pekan, terpasang 40-an karya drawing dari anggota GoART.
Atau datanglah ke Rumah Banjarsari Solo. Ruang Seni Publik yang berada di kawasan Stabelan ini juga “didatangi” karya-karya drawing berkelas. Para perupa profesional, yang biasa berkarya dengan cat minyak, akrilik, atau cat air, kali ini berkarya lewat goresan pensil, bolpoin, charcoal maupun crayon.
Atau bisa pula ke Teh Robusta di Patuk, Ngampilan, Jogja. Lokasi ini berada di pusat produksi bakpia Jogja.
Atau ke Rozi Galeri dan DhogKart di Bantul. Dua lokasi milik dua orang pengajar seni rupa di sekolah menengah Bantul.
Atau ke Omah Kayu yang menyatu dengan Angkringan Anget-Anget di Imogiri. Menikmati Sekuba di sini pun makin asyik. Sekuba itu sega kucing bakar.
Atau bisa pula Anda main ke sanggar seni Pendapa Dali Art Gallery di Kalasan. Lokasinya dekat dengan ‘hutan kota’ yang dijadikan tempat wisata.
Ya di tujuh tempat itulah, 40 orang dari Kelompok GoArt memamerkan karyanya. Ketujuh lokasi pameran drawing ini bisa dicapai dengan panduan Google Maps.
Pameran drawing “Quarto” yang diusung kelompok GoArt ini pun menghadirkan karya-karya yang beragam. Beragam gaya dan aliran. Ada yang realis, impresif, abstrak, surealis dan sebagainya.
Sepertinya perlu dipermaklumkan bahwa Pameran Drawing “Quarto” kali ini cukup IsTEAmevva. Pertama, dari sisi peserta. Jika komunitas lain menggelar pameran hanya diikuti oleh anggota komunitas dalam satu wilayah. Quarto diikuti peserta dari sejumlah kota –Jogja, Sleman, Bantul, Magelang, Wonosobo, Solo, Surabaya, Jakarta, Tangerang, dan Denpasar.
Kedua, pameran “Quarto” kelompok GoART ini digelar serentak di tujuh (7) lokasi. Yakni Pawon Teh Tudung (Magelang), Rumah Banjarsari (Solo), Teh Robusta (Jogja), Rozy Studio, Rumah DogKart, (Bantul), Omah Kayu (Imogiri) dan Pendapa Dali Art Gallery (Kalasan). Setiap peserta pameran “Quarto” membuat 7 karya yang “disebar” ke 7 lokasi.
Ketiga, Pameran Drawing GoART ini juga digelar bersamaan dengan pameran oleh lebih dari 150 komunitas di seluruh Indonesia. Satu hal yang bisa terwujud karena soliditas dan kekompakan komunitas anggota Forum Drawing Indonesia (FDI).
Para Koordinator Wilayah FDI, dalam satu pertemuan secara online, bersepakat menggelar pameran serentak ini sebagai bentuk mangayubagya Hari Menggambar Nasional. Bulan Mei disepakati sebagai Bulan Menggambar dan 2 Mei sebagai Hari Menggambar Nasional.
Mengapa GoART menggelar pameran di 7 tempat sekaligus? Kelompok GoART ingin menegaskan bahwa pameran drawing serentak ini harus memiliki kesan mendalam. Ia tidak sekadar menjadi event pameran. Dan begitu usai pameran, selesai pula gaungnya.
GoART ingin pameran ini menjadi gerakan. Setidaknya gerakan untuk mendekatkan drawing ke masyarakat. Dan gerakan untuk menunjukkan bahwa menggambar bukan “seni elitis”.
Melalui pameran ini, GoART membawa drawing masuk ke ruang publik. Karya drawing yang “mendatangi” tempat publik. Dipajang di kafe, rumah makan, rumah seni publik atau sanggar seni. Tentu, agar ada aspek edukasi atau penyadaran bahwa menggambar itu mudah dan murah. Tapi hasilnya vvah!
Siapa pun bisa menggambar. Dan terbuka peluang untuk pengembangannya sebagai bentuk ekonomi kreatif. Dengan “modal” pensil, bolpoint, pensil warna, ataupun crayon, dengan corat-coret terarah, terstruktur dan massif, jadilah karya ekspensif 😀
Kalau ingin bukti, cobalah simak karya-karya drawing peserta pameran Quarto. Misalnya sambil ngopi atau ngeteh di Pawon Teh Tudung sekalian mengapresiasi karya-karya berkelas ini.
Ada karya Moelyoto (Denpasar) yang mengangkat kekayaan etnis Papua. Ada Wasis Soebroto (Jogja) dengan khasanah budaya Jawa. Sketsa kehidupan kraton digambarnya dengan sangat baik. Bisa dilihat pada gambar “Abdi Dalem dan Penjual Ndog Abang”.
Atau Teguh Prihadi (Solo) yang mengulik berbagai fenomena sosial: dunia pertanian (Pasca Panen, Untuk Esok Hari), pasar (Dol Tinuku, Klitikan, Jenang Sumsum), maupun hidup keseharian (Saat Rehat dan Semua untuk Dia).
Yang mengambil “dunia wayang” dalam karyanya juga ada. Misalnya Petrus Agus Herjaka, Tales Ireng (Jogja) dan Jabrang (Solo). Kendati “bermodal khasanah” wayang, hasil citraan drawing mereka sangat berbeda.
Ada pula yang menggambar wajah tokoh-tokoh –pahlawan masa lalu maupun tokoh publik kekinian. Seperti Fahru Rozi (Bantul) yang menampilkan gambar Buya Syafii Maarif, Dien Syamsuddin, dan Bondan Nusantara. Atau Agus Klowor dengan wajah-wajah Pangeran Diponegoro, Jenderal Soedirman, HB IX, Bung Karno, Gus Dur dan lainnya. Keduanya menggunakan pensil hitam putih dengan hasil karya berbeda tapi tetap memikat dengan kekhasan goresannya.
Bisa dinikmati pula karya bercorak lanskqp arsitektural (Sarjiyanto Sekar, Tangerang dan Safei Wonosobo), impresif (HerJo, Yoset Wibowo) simbolik (Erwan Widyarto, Jogja), vignet-dekoratif (Alex Pra, Christina, Didit Jendhit, Sembrani, Triwiyono) dan lainnya.
Drawing dan Ekonomi Kreatif
Drawing, atau menggambar, dulu sangat dikenal. Mungkin kalau istilah sekarang, pernah menjadi trending topic. Dan mungkin juga viral.
Drawing dikenal di era itu, terutama saat ada acara televisi yang mengusung soal ini. Nama acaranya ‘Gemar Menggambar’. Diasuh oleh Tino Sidin.
Mereka yang sekarang berusia di kisaran setengah abad, sempat “terpapar” tayangan ini. Mereka akrab dengan kalimat yang selalu disampaikan Tino Sidin: “Baguusss. Gambar datang dari kawanmu….” Pak Tino menyebut nama pengirim karya.
Atau ucapan lain yang menyangkut teknis. “Ya garis lurus. Lengkung, lurussss terus… jangan takut.” Itu semacam panduan untuk membuat bentuk dalam aktivitas menggambar. ‘Jangan takut-takut’ disampaikan untuk memotivasi.
Acara Gemar Menggambar ini sangat diminati anak-anak di zamannya. Setidaknya terlihat dari kiriman gambar yang datang dari berbagai daerah.
Drawing atau menggambar merupakan aktivitas (kreatif estetis) dengan menggunakan unsur garis, titik maupun bulatan untuk membentuk citraan. Dalam konteks kekinian, drawing adalah modal dasar bagi mereka yang menekuni ekonomi kreatif.
Seperti diketahui, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) merinci ada 17 subsektor Ekonomi Kreatif. Dari 17 sektor tersebut, beberapa di antaranya ditopang oleh aktivitas drawing. Kemampuan drawing menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi kreatif subsektor seni rupa, fashion, animasi, video, dan arsitektur.
Perancang busana memanfaatkan unsur garis lurus, lengkung, maupun bulatan saat merancang satu gaun. Para desainer itu me-reka citraan busana dengan goresan garis. Menyusun estetika busana dalam citraan dasar yang lantas diwujudkan oleh penjahit.
Subsektor animasi apalagi. Gambar-gambar gerak itu, disusun oleh citraan dasar yang dibangun dari perpaduan garis-garis, titik maupun bulatan. Lagi-lagi, kemampuan kreatif estetis memadukan komponen drawing –garis, titik, bulatan– menjadi citraan yang menarik, sangat menentukan keberhasilan karya.
Dunia arsitektur pun demikian. Rancangan rumah, desain interior, landscape taman, dibuat dengan memadukan unsur-unsur garis, titik maupun bulatan. Seorang arsitek, desainer interior mestilah seorang yang memiliki kemampuan drawing memadai.
Dalam konteks drawing dan subsektor ekonomi kreatif ini, khususnya di Pawon Teh Tudung, ada desainer busana yang mengikutkan rancangan busananya. Ada arsitektur yang menyertakan karyanya. Ada pula peserta yang mengambil “citraan arsitektural” dalam karyanya.
Hal lain, karena seni rupa sendiri juga menjadi salah satu subsektor ekonomi kreatif, para pesera pameran GoART yang kebanyakan perupa profesional pun menampilkan karya beragam aliran.
Silakan apresiasi sambil ngeteh atau ngopi. Masih suasana Syawal, sekalian mampir silaturahmi. Siapa tahu ada karya yang cocok di hati. (*)