“Saya tidak takut dihajar di Medsos. Yang saya takutkan adalah apa yang kelak ditulis oleh sejarawan tentang saya, karena mereka menulis dengan data“—Anies Baswedan
KEMPALAN: Anies Baswedan bisa memberi pekerjaan tak biasa, pula dengan cara tak biasa. Dan, itu dengan cara (seolah) ia berikan kepalanya untuk diinjak-injak, dicaci dan hinakan. Semakin Anies dihinakan, maka dengan mudah pekerjaan bisa didapat, tentu dengan bayaran rupiah tidak sedikit.
Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Nyatanya demikian. Rasa-rasanya hanya Anies seorang yang memberi pekerjaan dengan cara tidak biasa. Hanya Anies seorang yang justru memberi pekerjaan dengan cara berkebalikan dengan semestinya. Seolah adagium dibuatnya: Caci makilah daku, pekerjaan kan kau dapatkan.
Pekerjaan itu memang tidak langsung diberikan oleh Anies, tapi bisa dipastikan lewat perantara Anies lah pekerjaan itu didapat. Itulah awal munculnya pekerjaan jenis baru–dan hanya ditemui di era Presiden Joko Widodo (Jokowi)–apa yang lalu dikenal sebagai buzzer. Bisa dipastikan tanpa Anies mustahil pekerjaan jenis baru itu bertumbuh pesat.
Pekerjaan jenis baru di tengah himpitan kesulitan hidup. Pun Anies seolah jadi “juru selamat” bagi Pak Jokowi, yang sedikit banyak bisa membantu janji kampanyenya membuka 10 juta lapangan kerja baru, yang sampai saat ini tidak terealisir, dan cuma jadi pepesan kosong.
Maka bertumbuh pesat para buzzer bekerja, utamanya mencaci maki Anies sampai ke tingkat rasis segala. Anies jadi menu para buzzer untuk disantap. Seolah makan dan kehidupan mereka setiap hari jadi tergantung pada Anies.
Semakin berkualitas caci maki serangan pada Anies, nominal rupiah tak sedikit akan terus mengalir ke rekening mereka. Karenanya, masing-masing buzzerRp bersaing menunjukkan eksistensinya pada pihak yang membayar.
Jangan tanyakan siapa yang membayar. Pastilah mereka tidak tahu siapa yang membayar, dan dana disalurkan dari mana. Terpenting saldo di rekening terus bertambah seiring produksi caci maki itu dibuat. Bagi mereka terpenting dapat kerja, meski itu cuma kerja nista. Menjadi tidaklah perlu mencari tahu siapa yang membayarnya. Kerja dengan tugas khusus, membunuh karakter Anies Baswedan.
Pastilah dana yang disediakan untuk proyek itu tidak kecil. Disebut bagai uang tanpa seri. Gak habis-habis terus digelontorkan sampai waktu panjang. Bisa jadi sampai Pilpres 2024. Sampai memastikan elektabilitas Anies runtuh, dan karenanya tak satu pun partai politik (parpol) akan mengusungnya.
Diganjar Komisaris…