Dunia “Berhenti Berputar” Tanpa Tahu-Tempe
Catatan: Ilham Bintang
KEMPALAN: Maaf, ini bukan rencana “jahat” bikin artikel dengan judul “clickbait” . (Dalam bahasa Indonesia, klik bait, isi dan judul berbeda hanya untuk membuat pembaca penasaran). Seperti yang ditenggarai dilakukan sebagian media pers di Tanah Air. Yang dituding mantan Dubes RI di Polandia, Peter Frans Gontha, karena media kalap kehilangan pembaca di era disrupsi. Tapi saya tidak akan mengulas itu. Topik sekarang membahas rencana mogok perajin tahu dan tempe.
Makanan FavoritĀ
Merespons rencana perajin tahu tempe mogok berjualan tiga hari (21-23), tetiba teringat ungkapan seperti judul di atas, yang empat puluh tahun lalu saya baca menempel di sebuah dinding di jalan arah Cilincing, Jakarta Utara. Tulisan dalam huruf besar dengan warna mencolok aslinya begini:
“Dunia berhenti berputar tanpa oli gardan”. Kata bombastis itu gimmick marketing ala pedagang oli kaki lima. Yang kiosnya menempel persis di bawah tulisan tersebut.
Semacam ” klikbait” ala pedagang oli untuk mencari perhatian. Belum dikenal istilah viral masa itu. Seperti “reality show” ATM kreasi Bank BNI dan Raffi Ahmad yang berhasil viral menyedot perhatian publik sepanjang minggu lalu. Tapi dikecam banyak pihak, lantaran dianggap gimmick marketing itu tidak punya empati di tengah kesulitan masyarakat. “Biarpun gimmick kalau kelewatan,” umpat netizen yang terganggu.
Punya stok Tempe?
Semalam, sambil menonton siaran televisi yang mengulas rencana mogok perajin tahu tempe, saya bertanya kepada istri.
Apakah punya stok tahu dan tempe?
” Tidak ada,” jawab dia.