2024 Ikut Jokowi
KEMPALAN: Di tengah maraknya deklarasi calon presiden 2024, tiba-tiba muncul deklarasi ‘’2024 Ikut Jokowi’’. Dimulai di Cirebon dan dengan cepat merantak ke daerah-daerah lain. Di Surabaya, seorang penjual cilok di bawah jembatan tol muncul di video mengampanyekan ‘’2024 Ikut Jokowi’’.
Ikut kemana? Itulah pertanyaannya. Gagasan mengenai Jokowi tiga periode pernah dimunculkan, tapi kemudian layu sebelum berkembang. Dicoba lagi, gagasan Jokowi ‘’rubber set’’ menambah beberapa tahun, tetapi muncul rundungan masal dari banyak orang, dan gagasan itu pun mengekeret.
Sekarang dicoba lagi dengan lemparan gagasan baru ikut Jokowi di 2024. Gagasan ini dimunculkan untuk menjadikan lapangan pertandingan menjadi becek, sehingga pergerakan untuk tiga periode–maupun menambah masa jabatan–bisa menyerobot diam-diam, coming from behind.
Gagasan tiga periode terlalu vulgar, meskipun realitas politik kiwari sekarang ini memang sudah vulgar. Karena itu, perlu jalan melingkar. Karena itu perlu mengetes kedalaman air, perlu mengetahui riak air. Air beriak tanda tak dalam. Justru arus bawah yang tenang itulah yang menghanyutkan.
BACA JUGA: Bodoh
Akan lebih taktis kalau kemudian dibangun sebuah ‘’wangsa politik’’ untuk melanjutkan kekuasaan, tanpa harus langsung memerintah. Sudah ada contoh di Singapura. Lee Kuan Yew pensiun setelah habis masa jabatan, tapi masih menjabat sebagai menteri senior. Sambil menunggu anaknya, Lee Hsien Loong, cukup matang untuk meneruskan ‘’ Wangsa Politik Lee’’ diangkatlah Goh Chock Tong sebagai perdana menteri.
Ada masa transisi lima tahun sambil menunggu suksesor pilihan matang. Goh Chock Tong menjadi perdana menteri, tapi lebih mirip sebagai shadow prime minister, karena ada Lee Kuan Yew yang mengawasi ‘’gitok’’ Goh dari belakang sebagai menteri senior yang powerful.









