Mengenang Cornell Modern Indonesia Project, Jasa Akademisi Amerika Serikat untuk Republik
Reza Maulana Hikam
Redaktur Kempalan
ITHACA-KEMPALAN: Pada suatu siang, saya menemukan sebuah buku langka yang diterbitkan Cornell University Press pada tahun 1965, judulnya The Rise of Indonesian Communism karya Ruth Thomas McVey.
Dalam buku itu tertera tulisan prepared under the auspices of the Modern Indonesia Project Southeast Asia Program Cornell University, mungkin bisa diterjemahkan: dipersiapkan di bawah naungan Proyek Indonesia Modern Program Asia Tenggara Universitas Cornell. Muncul pertanyaan, apa itu Modern Indonesia Project?
Mungkin para pemuda sekarang tidak begitu mengenal atau belum tentu pernah mendengar Cornell’s Modern Indonesia Project (CMIP) yang digawangi oleh Indonesianis terkemuka, George McTurnan Kahin.
Usai proklamasi kemerdekaan, Indonesia menjadi lahan subur untuk diteliti bagi para akademisi asal Amerika Serikat dan Universitas Cornell, salah satu dari Ivy League di AS, menjadi tempat yang membidani lahirnya mereka yang nantinya disebut sebagai Indonesianis.
Melansir situs Cornell Modern Indonesia Collection, disebutkan CMIP diinisiasi pada tahun 1950-an oleh para anggota fakultas dari Program Asia Tenggara Universitas Cornell yang berkomitmen untuk membuat analisis kontemporer atas Indonesia dan menerjemahkan dokumen pentingnya agar bisa diakses oleh para sarjana dan mahasiswa.
Hampir semua karya dari CMIP ini diberi kata pengantar oleh salah satu orang yang berjasa memperkenalkan Indonesia di mata khalayak Amerika Serikat, Profesor George McTurnan Kahin, sang pionir proyek tersebut.
Sebagai tempat berkumpul dan bercengkeramanya mereka yang terlibat dalam proyek tersebut, ada sebuah gedung legendaris yang sudah tiada, yakni 102 West Avenue. Dalam rumah itu, pernah berkumpul akademisi papan atas seperti Benedict Anderson, Takashi Shiraishi, Ruth McVey, George Kahin, dan John Echols.
Pada awalnya, proyek tersebut didanai oleh Ford Foundation yang dari tahun 1954 sampai 1968 mengucurkan dana sebesar $502.295 dan Universitas Cornell mendukungnya dengan memberikan ruangan untuk mereka. Bahkan Cornell menjadi pusat bagi siapapun yang ingin mendalami tentang Indonesia, ada jurnal khusus yang didedikasikan untuk negara Asia Tenggara itu dengan nama Indonesia.
Pada masa kejayaannya, banyak penelitian yang didanai oleh CMIP, seperti kajian mengenai desentralisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Gerald Maryanov, Pemilihan Umum 1955 yang ditulis oleh Herbert Feith, penelitian Barbara Sillars Harvey tentang pemberontakan Permesta, penelisikan tentang pemberontakan Madiun yang dilakukan Ann Swift dan ulasan mengenai transisi menuju Demokrasi Terpimpin karya Daniel Lev. Semua atas jasa CMIP.
Belum lagi kalangan CMIP ini pernah membuat geger Indonesia dengan munculnya Preliminary Analysis of 1st October Coup atau biasa dikenal dengan sebutan Cornell Paper. Hal ini menyebabkan sejumlah orang tidak bisa lagi berkunjung ke Indonesia dalam jangka waktu yang lama.
Banyak penelitian lain yang mungkin belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan diperkenalkan kepada para akademisi muda (bahkan dengan dalih “kebaruan” sekalipun belum tentu ada yang bisa menyamai analisis yang dilakukan dan dihasilkan oleh proyek itu). Namun sekarang, nama CMIP hanyalah bayang-bayang kejayaan dari masa lalu. Namanya bahkan sudah terlupakan dalam arsip-arsip kajian Indonesia. (*)
