Vanessa Angel dan Warung Tengah Sawah

waktu baca 6 menit
Vanessa Angel.

KEMPALAN: Penggemar kuliner di Surabaya, Sidoarjo, dan sekitarnya mungkin pernah mendengar nama ‘’Warung Tengah Sawah’’ yang sering disebut sebagai WTS. Sesuai dengan namanya, warung itu terletak di wilayah persawahan di Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Ada hampran sawah luas di sekitar warung, ada empang kecil, dan para petani penggarap sawah masih terlihat lalu lalang.

Pemandangan desa yang asri seperti ini sudah sangat sulit ditemui kalangan urban kota. Karena itu makan di warung ini memberi experience tersendiri. Selain menikmati udang, gurami, tempe goreng dengan sambel yang pedas, pemandangan alami yang segar memberikan pengalaman wisata kuliner yang unik.

Bagi sebagian orang penyebutan WTS mungkin membuat risi. Tapi, bagi para pemburu kuliner nama itu justru menjadi daya tarik yang membawa sensasi tersendiri. Mungkin sama dengan Rawon Setan di Surabaya yang banyak membuat orang penasaran karena namanya. Dalam dunia marketing, nama yang unik menjadi publikasi yang menguntungkan.

Bagi generasi milenial, penyebutan WTS pasti tidak berkonotasi apa-apa. Bagi generasi kolonial yang hidup di era 1980-an penyebutan WTS bisa jadi berkonotasi negatif atau bahkan mungkin tabu. Bahkan, kalau generasi milenial diberi tahu bahwa kepanjangan WTS adalah ‘’wanita tuna susila’’ mereka belum tentu punya konotasi negatif.

Zaman sudah berubah, istilah WTS sudah lama terkubur. Dulu, wanita yang menjajakan dirinya dengan imbalan uang disebut pelacur. Sebutan itu dianggap kasar lalu diperhalus menjadi ‘’wanita tuna susila’’ yang disingkat WTS. Lelaki yang menjadi pelanggan pelacuran disebut sebagai lelaki hidung belang, meskipun kenyataannya tidak ada yang belang pada hidung lelaki itu.

Zaman berubah lagi. Gerakan feminisme semakin banyak bermunculan. Semakin banyak aktivis yang menyuarakan isu-isu kesetaraan gender. Penyebutan WTS dianggap merendahkan perempuan. Para penjaja seks itu pun diangkat derajatnya sama sejajar dengan pekerja lainnya. Mereka disebut sebagai ‘’pekerja seks komersial’’ atau PSK.

Karena sekarang musim digital. Ada ekonomi digital, jual beli melalui internet tanpa harus ada transaksi tatap muka. Barang dan layanan bisa dibeli dan dipesan secara online. Kalau harga dan barang cocok, pesanan bisa diantar melalui delivery service, dan transaksi pembayaran bisa dilakukan via transfer atau COD, cash in delivery, bayar ketika barang datang.

Bisnis layanan seksual juga tidak mau ketinggalan memakai layanan digital. Meskipun disana-sini kompleks pelacuran ditutup, tapi transaksi seks tidak berarti hilang. Sebaliknya, transaksi seksual juga ikut beremigrasi ke dunia digital, lalu bisnis pelacuran digital pun tumbuh pesat dimana-mana.

Publik di Jawa Timur masih ingat pada Januari 2019 Polda Jawa Timur membongkar jaringan prostitusi online dan menangkap para pelakunya. Ada pelaku yang tertangkap ketika sedang melayani kencan di kamar hotel, ada pelaku yang ditangkap ketika sedang menuju hotel.

Salah satu selebritas yang tertangkap ketika itu adalah Vanessa Angel. Penangkapannya menjadi drama, dan kemudian pengadilannya pun menjadi drama. Kisah hidup pribadi Vanessa Angel terkekspose ke publik. Kisah mengenai hubungan pribadinya dengan ayahnya menjadi konsumsi publik. Alih-alih menjadi pesakitan, Vanessa menjadi selebritas yang moncer.

Vanessa diadili dan divonis tiga bulan plus denda Rp 10 juta. Selepas dari penjara Vanessa menjalani hidup normal, menikah, punya suami yang baik, melahirkan bayi yang sehat. Semuanya diekspose oleh media dan dikonsumsi oleh publik dengan penuh minat.

Di tengah episode itu Vanessa dan suaminya berurusan dengan polisi lagi. Kali ini mereka ditangkap karena penyalahgunaan narkoba. Berita ini viral dan tetap menjadi publisitas gratis bagi Vanessa.

Hidup begitu singkat dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *