Gapasdap Peringatkan Risiko Keselamatan Akibat Tarif Penyeberangan di Bawah Standar
Jakarta – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengingatkan bahwa tarif angkutan penyeberangan yang masih berada di bawah standar biaya operasional dapat berdampak serius terhadap keselamatan pelayaran dan keberlangsungan usaha.
Ia menyebut tarif yang berlaku saat ini masih lebih rendah 31,8 persen dari Harga Pokok Penjualan (HPP), sehingga membuat operator sulit melakukan pemeliharaan kapal secara optimal.
“Dengan kondisi tarif seperti sekarang, operator bukan hanya sulit untuk berinvestasi, tapi juga kesulitan merawat armada yang ada. Padahal, keselamatan pelayaran sangat bergantung pada kondisi kapal,” ujar Khoiri dalam Rakernas IV Gapasdap di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, ketidakseimbangan tarif juga diperparah dengan kebijakan izin operasi kapal baru tanpa penambahan dermaga. Kondisi tersebut membuat jadwal operasi kapal eksisting berkurang drastis.
“Banyak kapal yang semula bisa beroperasi 26 hari dalam sebulan, kini hanya 8 hingga 11 hari. Setiap izin baru tanpa dermaga tambahan berarti memangkas hari operasi kapal lain,” tegasnya.
Khoiri juga menyoroti bahwa sektor penyeberangan menjadi satu-satunya moda transportasi yang belum menerapkan dynamic pricing, sistem tarif fleksibel yang sudah digunakan moda lain seperti kereta api dan penerbangan.
“Jika tarif bisa disesuaikan dengan musim dan permintaan, operator punya ruang untuk bertahan dan meningkatkan layanan. Saat ramai tarif bisa naik, dan saat sepi masyarakat tetap diuntungkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Khoiri memperingatkan bahwa keberlanjutan usaha penyeberangan akan terancam bila pemerintah tidak segera menyesuaikan tarif. “Kalau kondisi ini terus dibiarkan, bukan hanya operator yang merugi, tapi juga keselamatan penumpang yang bisa terabaikan,” katanya.
Ia juga menyinggung Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 131 Tahun 2024, yang sebenarnya telah mengatur penyesuaian tarif penyeberangan dan dijadwalkan berlaku sejak 1 Oktober 2024, namun hingga kini belum dijalankan.
“Regulasi itu tidak dibatalkan, tapi juga tidak dilaksanakan. Padahal kami beroperasi 24 jam, isi maupun kosong tetap harus jalan. Kejelasan kebijakan sangat dibutuhkan agar layanan publik tetap terjaga,” ujar Khoiri.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Suntana menyatakan pemerintah akan menampung dan mengkaji kembali masukan dari Gapasdap.
“Masalah tarif ini sedang kami evaluasi secara menyeluruh agar tetap seimbang antara kepentingan operator dan masyarakat,” katanya.
Gapasdap berharap pemerintah segera memberikan kepastian tarif yang lebih proporsional agar industri penyeberangan nasional dapat tumbuh sehat, berdaya saing, dan menjamin keselamatan pelayaran bagi pengguna jasa di seluruh Indonesia.








