Anggota DPR Bambang Haryo Desak Evaluasi Industri Terkait Rencana Penutupan Pabrik PT Sanken Indonesia
Jakarta – Keputusan PT Sanken Indonesia untuk menutup pabriknya memicu reaksi dari anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono. Ia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Investasi, untuk segera mengevaluasi kondisi industri guna mencegah dampak negatif lebih lanjut.
“Perlu ada kajian menyeluruh mengenai penyebab penutupan pabrik PT Sanken Indonesia. Apakah ini akibat daya beli masyarakat yang melemah, tingginya biaya produksi, atau faktor lain seperti harga energi? Pemerintah harus segera turun tangan untuk memastikan industri di Indonesia tetap stabil,” ujar Bambang Haryo, Senin (24/2/2025).
Ia juga menyoroti rencana PT Sanken Indonesia untuk beralih ke industri semikonduktor. Menurutnya, pemerintah harus memahami hambatan yang dihadapi perusahaan dalam melakukan transisi bisnis. “Apakah kendalanya pada perizinan yang rumit, kurangnya tenaga kerja terampil, atau pajak yang memberatkan? Jika demikian, harus ada solusi yang diberikan,” tegasnya.
Bambang Haryo menekankan pentingnya keterbukaan dari pelaku industri terkait kendala bisnis mereka, agar pemerintah bisa merancang kebijakan yang lebih mendukung keberlangsungan sektor manufaktur nasional.
Ia juga menilai bahwa penurunan kinerja industri telah terjadi sejak pemerintahan sebelumnya dan semakin memburuk akibat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan evaluasi agar industri tidak semakin terpuruk.
Selain itu, ia menegaskan bahwa Kementerian Tenaga Kerja harus berperan aktif sebagai mediator dalam kasus PT Sanken Indonesia untuk memastikan hak-hak pekerja tetap terlindungi. “Kemenaker harus memastikan adanya kesepakatan yang adil antara pekerja dan perusahaan agar tercipta solusi yang menguntungkan kedua belah pihak,” tambahnya.
Bambang Haryo juga mendesak koordinasi antara Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan guna memperbaiki kebijakan industri di Indonesia.
“Industri manufaktur sangat penting bagi perekonomian nasional karena menciptakan banyak lapangan kerja dan mendorong investasi. Pemerintah harus menjaga iklim usaha yang baik agar industri tetap berkembang,” ujarnya.
Ia menyoroti beberapa faktor utama yang harus diperhatikan pemerintah, seperti penguatan pasar industri dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memastikan biaya operasional industri tetap kompetitif, termasuk perizinan yang lebih efisien, infrastruktur transportasi yang berkualitas, pajak yang tidak memberatkan, serta ketersediaan tenaga kerja yang kompeten.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar sebagai pusat manufaktur global dengan populasi yang besar dan lokasi strategis. Namun, jika perusahaan memilih untuk menarik diri, ini menunjukkan adanya masalah yang perlu segera diselesaikan.
“Negara-negara besar seperti di Asia Timur, Eropa, Amerika Serikat, dan Australia berpotensi mendirikan pabrik di Indonesia karena pasar yang besar dan lokasi strategis. Jika industri justru hengkang dari Indonesia, ini harus dievaluasi dengan serius,” paparnya.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh hanya fokus pada pencegahan PHK, tetapi juga harus menciptakan kondisi yang kondusif bagi industri agar tetap bertahan. “Pemerintah harus memastikan kawasan industri memiliki akses yang baik ke pelabuhan dan rel kereta api untuk menekan biaya logistik. Tidak bisa hanya mengandalkan jalan tol yang mahal,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya daya beli masyarakat yang harus dijaga agar industri tetap berkembang. Menurutnya, harga kebutuhan pokok yang tinggi menyebabkan masyarakat kehilangan daya beli untuk produk sekunder.
“Pemerintah harus memastikan harga pangan terjangkau serta menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis. Jika daya beli meningkat, ekonomi juga akan bergerak lebih baik,” ujar Bambang Haryo.
Di sisi lain, ia mengapresiasi langkah PT Sanken Indonesia yang telah memberi informasi jauh-jauh hari terkait rencana penutupan pabrik dan menyediakan pelatihan serta pesangon bagi karyawannya.
“PT Sanken telah menunjukkan itikad baik dengan mengumumkan penutupan sejak setahun lalu, memberikan pelatihan kewirausahaan, serta membayar pesangon 2,6 kali gaji dalam program pensiun dini. Ini bukan PHK mendadak, melainkan solusi yang lebih manusiawi,” katanya.
Ia berharap pemerintah dapat mendukung PT Sanken Indonesia agar proses transisi bisnisnya berjalan lancar. “Pemerintah harus merespons itikad baik ini dengan bijak, agar menjadi contoh bagi perusahaan lain dalam menghadapi tantangan bisnisnya,” pungkasnya.
