Anggota DPR-RI Bambang Haryo Sebut Seharusnya Harga Gas Indonesia Murah
ANGGOTA Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk memperpanjang program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Dengan harapan, bisa membuka potensi untuk pengembangan industri secara lebih luas.
Ia juga mengharapkan pemerintah bisa menerapkan harga energi murah untuk semua industri, guna menarik investor dari wilayah Asia Timur, Australia, Amerika dan Eropa.
Jika Indonesia bisa menyerap industri dari negara di kawasan tersebut, akan mendorong kemampuan industri dalam negeri untuk bertahan dan mengeluarkan produk murah dan berdaya saing.
“Jika produk murah, masyarakat akan memiliki daya beli, yang nantinya menggerakkan perekonomian seperti diharapkan Presiden Prabowo. Dampaknya, target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah, dapat tercapai,” kata Bambang.
Indonesia adalah negara produksi gas bumi ke-14 dunia pada Juni 2024 dan baru saja ditemukan sumber gas alam di Aceh. Indonesia juga negara pengekspor gas bumi ke berbagai negara, seperti Singapura, Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Filipina, Thailand, dan Malaysia.
“Seharusnya, sebagai negara yang memproduksi gas, harga jual ke masyarakat industri tidak terlalu tinggi,” ujarnya.
Ia menyatakan harga gas bumi dunia per 25 Januari 2025 adalah US$3,98 per MMBtu. Adapun, 80% dari masyarakat industri Indonesia mendapatkan harga gas sekitar US$12 per MMBtu.
Berbeda jauh dengan harga gas industri di Malaysia yang hanya US$6,8 per MMBtu dan Thailand hanya US$8,2 per MMBtu.
“Seharusnya, harga gas di negara tetangga bisa jadi rujukan pemerintah dalam menerapkan harga gas untuk industri di dalam negeri. Jika ini terealisasi, dapat dipastikan kita bisa merebut pelaku industri dari negara-negara adidaya tersebut,” katanya.
Menurut dia, semua industri harusnya bisa mendapatkan harga gas murah, yang kini hanya tujuh sektor yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
“Ada industri lainnya, yang lebih dibutuhkan masyarakat yang juga harus diberikan harga gas murah. Sehingga, komoditas yang dihasillkan industri tersebut bisa murah dan bersaing,” ungkapnya.
Ia menyampaikan Indonesia adalah negara berlokasi strategis di antara negara besar. Indonesia harus bisa mengambil peluang, yang bisa menampung industri dari Asia Timur, Eropa, Australia, dan Amerika.
“Apa yang kita jual kepada mereka? Harga energi sebagai investasi yang dilakukan secara terus serta kualitas dan produktivitas SDM,” katanya.
Ia menyatakan jika industri-industri dari negara besar masuk Indonesia akan menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang pertumbuhan ekonomi.
“Tidak usah pakai HGBT, tidak usah insentif. Buka saja harga US$6 ke semua industri. Harga gas bumi dunia US$3,98, kita jual US$6, masih untung kok,” ucapnya.
Ia mengakui harga gas bumi dunia memang naik, walau tidak signifikan. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah Indonesia merupakan negara yang memproduksi gas bumi.
Dia pun kembali mengingatkan infrasruktur energi tidak boleh mengambil keuntungan terlalu besar. Yang penting adalah dampak pembangunan atau pengadaan infrastruktur energi mampu menciptakan efek ganda ekonomi.
“Saya mengharapkan pemerintah bisa mengkaji harga gas murah ini dan mulai mengedepankan perluasan kebijakan harga gas murah untuk semua industri, terutama industri-industri berkaitan dengan sandang, pangan, dan papan. Tiga komoditas itu harus didukung infrastruktur energi yang murah karena kebutuhan pokok masyarakat,” pungkasnya.
