Anggota DPR-RI Bambang Haryo Apresiasi Efisiensi Anggaran IKN, Dorong Pemerintah Kaji Ulang

waktu baca 3 menit
Bambang Haryo, saat memberikan komentar kepada media Parlemen

Jakarta – Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono memberikan apresiasi terhadap kebijakan pemerintah yang melakukan penghematan anggaran, termasuk dalam alokasi dana untuk proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) pada tahun 2025 sebesar Rp5,04 triliun.

Bambang menilai penghematan ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pembangunan IKN, yang telah menyerap dana besar sejak awal ditetapkan sebagai proyek strategis nasional.

“Proyek IKN membutuhkan evaluasi menyeluruh, meskipun anggaran signifikan telah digelontorkan oleh pemerintahan sebelumnya. Berdasarkan analisis saya, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum IKN sepenuhnya difungsikan sebagai pusat pemerintahan dan ibu kota negara,” ujar Bambang Haryo pada Jumat (14/2/2025).

Ia menyoroti isu aksesibilitas dan beban biaya bagi masyarakat yang ingin menuju IKN. Saat ini, sebagian besar penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa, dengan sekitar 5 juta orang setiap hari bepergian ke Jakarta sebagai pusat pemerintahan.

“Selama ini, masyarakat menggunakan berbagai moda transportasi darat, laut, dan udara untuk menuju Jakarta, bahkan ada yang berjalan kaki. Mayoritas menggunakan moda darat yang lebih terjangkau. Jika pusat pemerintahan dipindahkan ke IKN, hanya moda laut dan udara yang tersedia, dan keduanya memiliki keterbatasan kapasitas. Hal ini akan menimbulkan antrian penumpang yang sangat padat,” jelasnya.

Ia memberikan gambaran bahwa jika 1 juta orang per hari harus menggunakan moda udara dengan tarif Rp1,5 juta, maka biaya total perjalanan pulang pergi mencapai Rp3 triliun per hari atau Rp1.095 triliun per tahun. Angka ini belum termasuk biaya akomodasi.

“Ini jelas sangat besar. Kita mengupayakan efisiensi anggaran tidak hanya untuk pemerintah, tetapi juga masyarakat. Mengharuskan masyarakat mengeluarkan hingga Rp1.500 triliun per tahun hanya untuk transportasi dan akomodasi ke IKN adalah hal yang memberatkan,” tambah Bambang.

Ia juga menyoroti kapasitas bandara IKN yang hanya dapat menampung 600 penumpang per hari, sementara Bandara Balikpapan sebagai bandara penunjang hanya mampu menampung 15 juta penumpang per tahun atau sekitar 41.100 per hari.

“Jika jumlah calon penumpang mencapai 1,5 juta per hari, bagaimana kita mengatasi kekurangan kapasitas ini?” tanyanya.

Jumlah pesawat yang tersedia di Indonesia hanya sekitar 480 unit dengan kapasitas rata-rata 150 kursi, yang setara dengan daya tampung 72 ribu penumpang. “Bagaimana mengakomodasi 1,5 juta penumpang per hari dengan jumlah pesawat yang terbatas? Apalagi apron Bandara Balikpapan hanya bisa menampung 20 hingga 30 pesawat, sementara apron Bandara IKN kurang dari 10 pesawat,” ungkapnya.

Dari sisi ekonomi, ia menilai pembangunan IKN merupakan pemborosan anggaran, baik untuk negara selama proses pembangunan, maupun bagi masyarakat setelah IKN difungsikan sepenuhnya.

“Pindahnya pusat pemerintahan ke IKN justru dapat mempersulit masyarakat dalam mengakses layanan negara. Jika pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan maksimal, hal ini dapat dianggap sebagai kegagalan. Pemerintah mengupayakan efisiensi, tetapi masyarakat justru dibebani dengan biaya tinggi untuk ke IKN,” jelasnya lagi.

Bambang juga menambahkan bahwa proyeksi kebutuhan transportasi ini belum termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pekerja swasta yang bertugas di IKN, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 2-3 juta orang. Mereka juga akan menjadi beban tambahan di sektor transportasi, terutama saat musim liburan.

“Inilah hal-hal yang perlu dievaluasi oleh pemerintah,” ujar Bambang, yang menyatakan dirinya telah menolak proyek pembangunan IKN sejak 2017.

Karena proyek IKN sudah dalam tahap pembangunan, Bambang mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan menjadikan IKN sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan kedua, bukan satu-satunya pusat pemerintahan.

“IKN sebaiknya menjadi pelengkap bagi Jakarta dalam melayani masyarakat, terutama untuk wilayah Indonesia bagian timur. Ini seperti yang pernah saya sampaikan kepada Prof Bambang Susantono saat beliau masih menjabat sebagai Kepala Badan Otorita IKN,” tutup Bambang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *