Bambang Haryo Minta Kemenpar Tanggapi Pernyataan Bali Tak Layak Dikunjungi

waktu baca 3 menit

Jakarta – Pernyataan Fodor’s Travel yang menilai Bali tidak layak untuk di kunjungi pada tahun depan dianggap terlalu berlebihan dan bisa menghancurkan minat wisatawan dunia ke Bali. Dan tentu itu akan sangat merugikan Indonesia, karena Bali merupakan salah satu tempat wisata andalan Indonesia

Sebelumnya, situs penyedia panduan perjalanan dari Amerika Serikat, Fodor’s travel resmi merilis daftar destinasi yang wajib dipertimbangkan ulang sebelum dikunjungi pada 2025, dan dalam daftar tersebut, Bali menjadi destinasi nomor satu yang direkomendasikan untuk tidak dikunjungi pada tahun depan.

Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyatakan rilis Fodor’s travel tersebut harus segera di tanggapi oleh Kementrian Pariwisata. Ia menyatakan penilaian Fodor’s tersebut tidak didasari atas kajian mendalam dan menyeluruh dari semua indikator dalam menilai kelayakan tempat pariswisata secara menyeluruh.

“Ada berbagai sudut pandang atau banyak kriteria dalam memberikan penilaian. Jadi harus dilihat dulu, sudut pandang yang mana? mayor atau minor,” kata Bambang saat ditemui, ditulis Kamis (28/11/2024).

Alasan dari fodor’s travel jumlah pengunjung turis asing di Bali sudah overload sehingga mempengaruhi kenyamanan penduduk setempat, dinilai Bambang Haryo tidak lah tepat.

“Menurut saya, jumlah turis asing yang hanya 4,7 orang itu tidak terlalu padat. Coba bandingkan dengan Pulau Penang di Malaysia, yang dikunjungi turis mancanegara lebih tinggi, yaitu 6 juta, itu tidak ada masalah. Padahal luasan Pulau Penang hanya seperlimanya Pulau Bali, yang luasnya 5.000 ribu kilometer persegi. Hanya memang turis domestik kita jauh lebih banyak di Pulau Bali, ada sekitar 8,5 juta orang per tahun,” ungkapnya.

Ia mengakui, jumlah turis domestik ini memberikan kontribusi kepadatan yang ada di Pulau Bali, karena mereka menggunakan rata-rata kendaraan pribadi, yang menjadikan perbandingan infrastruktur jalan di banding dengan sarana kendaraan sudah tidak seimbang.

“Seharusnya sudah waktunya Bali memiliki transportasi publik masal bus yang menghubungkan titik-titik pariwisata sebagai sarana bagi turis, sehingga masyarakat tak perlu menggunakan kendaraan pribadi,” ungkapnya lagi.

Hal ini, seperti yang dilakukan di destinasi pariwisata berbagai negara, termasuk Malaysia. Atau bila perlu, sudah waktunya menambah jalur infrastruktur khusus untuk menghubungan titik-titik tempat wisata yang ada di Bali.

“Jadi tidak ada alasan Fodor mengklaim bahwa Bali terlalu padat karena masih ada jalan-jalan alternatif yang bisa menghubungkan titik-titik pariwisata. Jika terlalu padat, Bali masih bisa mengadakan infrastruktur sarana transportasi massal, yang menuju ke titik-titik wisata,” kata Bambang Haryo tegas.

Ia pun menyoroti permasalahan sampah, yang menjadi salah satu poin oleh Fodor. Ia menegaskan tidak bisa dikatakan pantai-pantai Bali dipenuhi sampah.

“Coba kita lihat dari jumlah panjang pantai di Pulai Bali yang 633.35 kilometer, 60 persen-nya bisa dipakai untuk wisata, hanya Pantai Kuta saja yang mengalami problem permasalahan sampah. Ini berarti tidak lebih dari 1 persen pantai yang mempunyai problem sampah. Terlihat pernyataan Fodor’s travel cenderung mengada-ngada untuk mendowngrade atau menjatuhkan pariwisata Indonesia yang sekarang ini masih dalam pembenahan dan peningkatan kepercayaan masyarakat dunia,” tuturnya.

Bambang Haryo meminta kepada Kementrian Pariwisata harus segera membantah pernyataan Fodor’s travel tersebut.

“Kita tahu minat masyarakat internasional ke Bali masih cukup tinggi dan kencenderungan masih meningkat dari tahun ke tahun setelah covid. Berarti masih banyak indikator lain yang lebih penting yang diinginkan turis selama di Bali,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *