Anggota DPR-RI Bambang Haryo Kritik Analisa BMKG Soal Dampak Erupsi Lewotobi
Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengkritik keras pernyataan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang menyatakan bahwa erupsi Gunung Lewotobi Laki Laki juga berdampak ke wilayah Bali dan Lombok.
“Tidak benar itu, letusan Gunung Lewotobi Laki Laki itu berdampak pada wilayah wisata di Bali dan Lombok. Karena arah angin, itu bergerak dari barat ke timur di akhir tahun. Bali dan Lombok itu kan posisinya ada di sebelah barat Lewotobi, bukan sebelah timurnya. Yang kena dampak itu, yang posisinya di sebelah timur Lewotobi,” kata Bambang Haryo, dalam keterangannya, Kamis (14/11).
“Bahkan, Kupang pun yang berada di sebelah selatan Lewotobi, hanya sedikit terdampak debu Lewotobi, apalagi sebelah barat tidak sama sekali. Buktinya pesawat ke Kupang masih tetap jalan apalagi saya mempunya armada laut ke NTT yang juga mengamati langsung arah angin yang jelas-jelas bergerak dari barat ke timur dan cenderung agak ke tenggara,” imbuhnya.
Ia menegaskan BMKG sepatutnya bisa memberikan keterangan yang lebih akurat, dengan adanya sarana dan fasilitas pemantauan yang dibiayai oleh negara sangat besar!
“Nah terbukti kan, bahwa pernyataan mereka salah. Ternyata muncul pemberitaan media kemarin menyatakan tidak ditemukan debu abu vulkanik di Lombok maupun Bali. Kesalahan informasi BMKG ini sangat merugikan masyarakat dan tentu bisa membawa dampak ketakutan masyarakat domestik maupun internasional yang akan berwisata ke Bali dan Lombok. Karena ketakutan terhadap ketidak-pastian fasilitas penerbangan yang menghentikan operasionalnya akibat pernyataan BMKG yang cenderung menyesatkan,” kata Bambang Haryo dengan tegas.
Ketidak-akuratan analisa BMKG ini, lanjutnya, bisa sangat mempengaruhi industri wisata Indonesia, yang sedang didorong untuk meningkatkan jumlah wisatawan agar ekonomi tumbuh sesuai target 8 persen.
Ia menyebutkan sudah menjadi siklus tahunan di wilayah Indonesia, bahwa setiap bulan November hingga Februari, angin akan berhembus dari barat ke timur. Sementara, dari bulan April hingga September, angin akan berhembus dari timur ke barat.
“Setiap tahun sudah begitu siklusnya. Jadi BMKG jangan ngarang-ngarang sendiri lah, gak jelas itu! Ini termasuk juga isu megathrust yang digulirkan BMKG di awal tahun hingga saat ini yang sangat sering akhir-akhir ini ternyata nggak terbukti kan? Ini juga bisa menganggu iklim pariwisata Indonesia karena turis domestik dan bahkan turis asing akan takut menuju wilayah pesisir selatan Indonesia karena disebutkan BMKG wilayah tersebut berpotensi terjadi megathrust. Wilayah selatan ada Denpasar Bali dan Yogyakarta serta kota-kota selatan Jawa pasti akan terdampak penurunan jumlah wisatawan. Ini akan sangat merugikan ekonomi Indonesia,” ungkapnya lagi.
Ia menyebutkan, bukan hanya kali ini saja, BMKG melakukan kesalahan analisa atas gejala alam yang terjadi. Contoh lainnya, yang kerap kali tidak akurat adalah ramalan cuaca.
“Bilangnya hujan, nyatanya tidak hujan. Bilangnya tidak hujan, faktanya hujan. Padahal analisa BMKG ini mempengaruhi banyak sektor, bukan hanya pariwisata. Tapi juga pertanian yang berkaitan dengan masa tanam, nelayan yang berhubungan dengan cuaca juga industri, perdagangan, dan bahkan sangat dibutuhkannya informasi pengaruh cuaca baik angin, hujan bagi dunia transportasi udara, darat maupun laut, kata Bambang Haryo.
Ia menegaskan, jika BMKG memang tidak mampu menganalisa fenomena cuaca, sebaiknya mengutip saja pernyataan dari badan pemantau cuaca milik Singapura Australia atau Amerika.
“BMKG ini anggarannya besar lho, Rp2,769 triliun. Harusnya dengan anggaran yang seperti itu, BMKG mampu memberikan informasi yang jelas dan akurat pada masyarakat. Harusnya tidak ada kesalahan dalam menganalisa data yang ada. Sehingga tidak akan mengganggu sektor pariwisata dan industri, pertanian, maupun transportasi udara, darat, dan laut,” ucapnya.
“Kalau dana dan fasilitas tercukupi, seharusnya bisa memperbaiki kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia. Jangan anggaran sudah besar, malah hasilnya tidak akurat. Padahal dulu saya yang menyampaikan keras usulan kenaikan anggaran untuk BMKG, saat saya masih di Komisi V. Kenapa? Karena pentingnya peran BMKG terhadap semua sektor mulai dari pariwisata, pertanian, nelayan atau perikanan, perkebunan, perdagangan dan industri serta jutaan UMKM yang sangat menggantungkan informasi akurat cuaca dari BMKG,” sambungnya dengan nada keras.
Setelah saya sampaikan kritikan keras ke pimpinan BMKG Bu Dwikorita, disampaikan jawaban “Memang benar dari hasil paper-test untuk memastikan sebaran abu vulkanik BMKG menyampaiakan informasi bahwa sampai hari ini tidak ada debu vulkanik yang menyebar sampai ke bandara Lombok dan bandara Ngurah Rai.” Jadi dampak abu vulkanik Lewotobi hingga 13 Nov 2024 siang pukul 14:00 wita tadi hanya sebagian wilayah NTT yang berada di wilayah Barat dekat Gunung Lewotobi saja yang terdampak. Tetapi sampai dengan sore hingga malam sebaran debu vulkanik Lewotobi sudah berkurang.”
Kepala BMKG pun meyampaikan bahwa “Berikut sebaran abu vulkanik menurut VAAC Darwin pada pukul 13:00 WITA hingga 18:48 WITA, sesuai dg yg disampaikan BMKG bhw abu vulkanik tidak masuk ke Lombok dan Denpasar, hanya berdampak di wilayah NTT sebelah barat dekat G. Lewetobi.”
“Saya telah meminta ini supaya disampaikan kepada masyarakat luas, untuk meredam kekhawatiran masyarakat yang akan berwisata yang telah berkembang saat ini, akibat pernyataan sebelumnya,” pungkas Bambang Haryo