Tolak Berdirinya Yayasan, Jawa Pos Gugat Mantan Wartawan Rp 9 Miliar

waktu baca 3 menit
Pengacara Ganing Pratiwi SH menunjukkan berkas kuasa yang diterima dari mantan wartawan/karyawan Jawa Pos. (Foto: Reha/Kempalan.com)

SURABAYA-KEMPALAN: PT Jawa Pos menggugat sembilan orang mantan wartawan dan karyawan Jawa Pos ke Pengadilan Negeri Surabaya. Mereka yang digugat adalah Surya Aka (mantan wartawan investigasi dan Direktur JTV), Dhimam Abror Djuraid (Peminpin Redaksi), Ali Murtadlo (mantan Redaktur Metropolis dan Direksi Jawa Pos), Sukoto (mantan Redaktur Metropolis dan Direktur Memorandum, kini Owner Pojok Kiri), K. Sudirman (Redaktur dan Koordinator Liputan), Eko Budiono (Pracetak), Imam Syafi’i (Redaktur Metropolis dan Direktur JTV), Slamet Oerip Prihadi (Redaktur Olahraga) dan Eka Dinarwanto (Staf Iklan).

Jawa Pos telah menunjuk kuasa hukum Kimhan Pentakosta dan tim Marcus Sayogo. Selain sembilan orang itu, mereka juga menggugat Dahlan Iskan. Dahlan bukan pengurus yayasan. Ia digugat karena melakukan dading yaitu melakukan kesepakatan dengan karyawan untuk membentuk yayasan.

Ada satu lagi sebagai tergugat yakni notaris Arini Jauharoh SH, notaris di Malang yang mengesankan berdirinya yayasan.

Jawa Pos menilai, berdirinya yayasan itu melanggar hukum sehingga harus dibatalkan dan mereka yang mendirikan yayasan harus membayar kerugian immaterial sebesar Rp 9 MIliar.

Gugatan itu telah didaftarkan ke PN Surabaya dan disidangkan Rabu (12/6/2024). Ketua PN Surabaya telah menunjuk tiga hakim untuk menangani perkara perdata tersebut.

Gugatan itu muncul terkait Yayasan Pena Jepe Sejahtera Surabaya yang kini melakukan gugatan 20 persen saham PT Jawa Pos ke Polda Jatim.

“Kami terpaksa melaporkan pemegang saham ke Polda Jatim karena yang bersangkutan (pemegang saham) tidak pernah mau ditemui. Kami akan hadir dalam sidang. Karena ini sidang perdata maka kami akan diwakili oleh pengacara Dr Duke Arie SH dan Ganing Pratiwi SH,” kata Surya Aka.

Sementara itu Sukoto mengatakan, pengadilan harus menolak gugatan Jawa Pos, dengan alasan: Pertama, berdirinya yayasan adalah perintah bos-bos Jawa Pos selaku para pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Kedua, 20 persen saham PT Jawa Pos memerlukan lembaga yang jadi wadah karena saham tersebut bukan milik perorangan. Ketiga, PT Jawa Pos tidak bisa meminta pembatalan karena hak atas saham itu melekat pada yayasan. Kalau tidak ada yayasan, lembaga apa yang berhak memilikinya?

“Siapapun yang menguasai saham yayasan bisa dikategorikan korupsi atau pasal penggelapan,” kata Sukoto.

Sidang ditunda 26 Juni 2024

Sidang gugatan terhadap 9 orang mantan wartawan dan karyawan Jawa Pos dilaksanakan Rabu (12/6/2024), jam 14.30 WIB.

Namun, sidangnya ditunda pada Rabu, 26 Juni 2024. Menurut tim pengacara mantan wartawan/karyawan Jawa Pos, Ganing Pratiwi SH, pihaknya hanya menyerahkan 9 berkas kuasa. Tiga berkas harus disempurnakan dulu. Berkas yang disempurnakan itu milik Ali Murtadlo, Imam Syafi’i dan K. Sudirman. “Yang disempurnakan itu harus materai asli dan tanda tangan basah. Tidak boleh di scan, ” kata Ganing.

Pada sidang pertama, Rabu (12/6/2024), nampak hadir antara lain Surya Aka, Slamet Oerip Prihadi, Eko Budiono, Eka Dinarwanto, dan Mario mewakili Sukoto. Hadir memberi dukungan Sutikno, Mansyur Effendy dan Soerijadi. Sedangkan, Dhimam Abror, Ali Murtadlo, K Sudirman, dan Imam Syafi’i tidak dapat hadir karena kesibukan masing-masing. Dua tergugat lainnya, yakni Dahlan Iskan (mantan CEO Jawa Pos) dan Arini Jauharoh SH (notaris) juga tidak hadir. Dari penggugat PT Jawa Pos hadir tim pengacara Kimhan Pentakosta, SH. (Muhammad Tanreha)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *