Racun

waktu baca 5 menit
Prabowo dan Luhut (*)

KEMPALAN: Luhut Binsar Panjaitan suka membuat pernyataan yang bikin heboh. Yang terbaru dia mengingatkan kepada Prabowo Subianto supaya tidak membawa orang-orang toxic ke dalam kabinetnya.

Rupanya Luhut paham bahasa gaul, sehingga dia memakai istilah toxic. Tapi, istilah gaul ini menimbulkan kontroversi ketika dipakai sebagai terminologi politik.

Secara etimologi toxic artinya beracun. Dalam bahasa gaul artinya orang yang beracun yang membawa pengaruh negatif pada lingkungannya. Orang toxic membawa racun yang bisa menulari orang di sekitarnya dan menyebabkan lingkungannya tidak sehat.

Ada istilah toxic relationship yang sering dipakai anak-anak milenial untuk menggambarkan hubungan cinta yang tidak sehat. 

Hubungan toxic adalah hubungan yang tidak sehat sehingga membuat individu yang terlibat di dalamnya merasa tidak bahagia, direndahkan, mengalami ketidakadilan, dan selalu menjadi sasaran amarah yang berakhir pada kekerasan verbal, psikologis maupun fisik.

Luhut tidak menjelaskan secara detail apa yang dimaksudkan dengan toxic, dan siapa saja yang dianggapnya masuk kategori toxic. Banyak yang menduga hal itu dikaitkan dengan rencana Prabowo untuk membentuk koalisi besar dengan merangkul partai-partai yang berseberangan dengannya dalam kontestasi pilpres 2024.

Setelah dinyatakan secara resmi sebagai pemenang oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan kemudian dikuatkan oleh keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) Prabowo langsung tancap gas menemui para pimpinan partai yang berseberangan dengannya.

Prabowo sudah bertemu dengan beberapa pimpinan parpol dan sudah mendapatkan jaminan untuk bergabung dalam koalisi besar. Sangat patut diduga bahwa ada deal “syai’un li syai’in, something for something atau tit for tat.

Apalagi yang bisa ditawarkan Prabowo kecuali kursi kabinet alias jatah menteri. Meskipun hal itu tidak mengemuka tetapi hampir pasti kursi menteri menjadi sebentuk bargain yang paling ampuh untuk menarik lawan supaya mau bergabung.

Surya Paloh dari Nasdem dan Muhaimin Iskandar dari PKB sudah menyatakan minat untuk bergabung dalam gerbong koalisi besar. Prabowo berniat menarik semua kompetitornya ke dalam gerbong koalisi besar sehingga tidak ada lagi partai yang menjadi oposisi.

Manuver Prabowo ini rupanya membuat gerah Luhut. Dia tidak ingin melihat lawan-lawan politik Prabowo masuk ke gerbong koalisi, karena kalau hal itu terjadi sama saja dengan membawa racun ke tubuh kabinet.

Untuk menampung aspirasi koalisi besar itu Prabowo siap membentuk kabinet jumbo beranggotakan 40 menteri. Salah satu kementerian yang bakal dibentuk adalah “Kementerian Makan Siang” untuk mengurusi program makan siang yang menjadi janji utama kampanye Prabowo-Gibran. Mungkin juga Prabowo akan mengangkat “Menteri Omon-Omon” yang menjadi ikon Prabowo dalam debat capres.

Kabinet 40 menteri gagasan Prabowo ini lebih bersifat politis dan pragmatis yang bertujuan untuk menampung koalisi besar sekaligus meredam oposisi. Prabowo masih sangat terobsesi merangkul pesaing-pesaing politiknya, seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Megawati Soekarnoputri.

Ganjar Pranowo sudah mendeklarasikan diri sebagai oposisi. Tapi, sikap ini malah dibully oleh beberapa politisi dari kubu Prabowo. Budiman Sudjatmiko, yang menjadi kutu loncat dalam pilpres 2024, meledek Ganjar dengan menyebutnya sebagai kritikus alih-alih oposisi.

Sementara itu, sikap Anies Baswedan terlihat lebih tricky ketimbang Ganjar yang lebih zakeljk. Dalam berbagai kesempatan ketika ditanya oleh media apakah akan bersedia bergabung dengan pemerintahan Prabowo, Anies lebih memilih menjawab dengan retorika alih-alih hitam putih iya atau tidak.

Anies memilih berhati-hati karena dia diyakini masih mempunyai aspirasi untuk maju lagi dalam kontestasi pilpres lima tahun mendatang. Jika demikian maka Anies harus tetap mempunyai panggung politik supaya tetap berada pada political spotlight.

Salah satu pilihan yang paling masuk akal adalah maju kembali dalam kontestasi pilgub DKI tahun ini. Tetapi, Anies harus melakukan kalkulasi politik yang cermat sebelum memutuskan terjun dalam pilgub DKI.

Kalau Anies memutuskan untuk bertarung lagi di DKI maka Anies hanya akan mendapatkan “one way ticket” tiket satu kali jalan. Kompetisi ini menjadi pertandingan must win, wajib menang, karena kalau kalah berarti tamat riwayat.

Masih terbuka kesempatan bagi Anies untuk bergabung dengan kabinet Prabowo. Tetapi Anies tahu bahwa pilihan itu akan membuatnya terisolasi dari para pendukung fanatiknya. Anies juga sepenuhnya sadar bahwa dialah yang menjadi sasaran tembak toxic dari Luhut.

Prabowo tidak ingin mempunyai oposisi yang akan merecokinya. Ia sangat terobsesi untuk merangkul Merangkul Megawati dan PDIP ke dalam kabinetnya.

Prabowo sudah berkali-kali berusaha menemui Megawati tapi tidak berhasil. Sampai sekarang Megawati belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai sikapnya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Tetapi, elite politik PDIP menduga sikap diam Megawati ini berarti isyarat bahwa PDIP akan menjadi oposisi dan akan berada di luar koalisi pemerintah.

Hal ini bisa menjadi kabar buruk bagi Prabowo, karena Megawati dan PDIP sudah terbukti punya endurance yang tangguh ketika menjadi oposisi. Megawati dengan tabah membawa PDIP sebagai oposisi selama 10 kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2004-2014.

Megawati kecewa terhadap SBY yang dianggapnya berkhianat, dan sampai sekarang Megawati belum bisa move on dan tetap tidak bersedia berkomunikasi dengan SBY.

Kekecewaan Megawati terhadap Jokowi dalam pilpres 2024 jauh lebih besar kertimbang kekecewaan terhadap SBY. Kekecewaan terhadap Jokowi akan berimbas kepada Prabowo yang dianggap sebagai protege Jokowi. Oposisi dari Megawati tentu akan sangat merepotkan bagi Prabowo.

Bagi Luhut, oposisi mungkin termasuk toxic yang harus disingkirkan. Ia sudah terbukti berkuping tipis terhadap kritikan sebagaimana yang terjadi dalam kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Luhut juga tidak segan-segan “mengusir” orang-orang yang suka mengkritik pemerintah.

Jusuf Kalla menyindir bahwa Luhutlah yang sebenarnya toxic karena melanggar pasal 33 UUD 45 karena menguasai kekayaan negara tidak untuk kepentingan rakyat. JK tidak terang-terangan menyebut nama Luhut. Kendati demikian sangat mungkin JK merujuk pada Luhut ketika berkomentar mengenai manusia toxic.

Masih harus ditunggu apakah Opung Luhut masih akan dipakai oleh Prabowo dalam kabinetnya.

Atau, jangan-jangan Prabowo akan mendepak Luhut dari kabinetnya karena justru Luhut yang dianggap toxic. 

Oleh: Dhimam Abror Djuraid, founder kempalan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *