Koruptor Dana Hibah DPRD Jatim Divonis 9 Tahun Penjara dan Bayar Uang Pengganti Rp 39,5 Miliar
SURABAYA-KEMPALAN: Kenyataan pahit harus diterima Sahat Tua Simandjuntak, terdakwa perkara korupsi dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Jatim. Politisi senior Partai Golkar itu harus mendekam dalam sel penjara untuk jangka waktu lama. Pasalnya, majelis hakim yang diketuai I Dewa Gede Suarditha menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Selasa (26/9).
“Mengadili. Satu, menyatakan terdakwa Sahat Tua P Simandjuntak telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata majelis hakim saat membacakan amar putusannya.
“Dua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan hukuman kurungan selama 6 bulan,” kata Dewa Gede Suardhita.
Vonis 9 tahun ini lebih ringan 3 tahun namun masih 3/4 dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang menuntut pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar subsider kurungan selama 6 bulan.
Tiga, sambung majelis hakim, menghukum Sahat untuk membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp 39,5 miliar paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.
“Jika tidak membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama 4 tahun,” ucapnya.
Empat, menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama 4 tahun, terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan. Sedangkan dalam tuntutan JPU KPK, mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
“Lima, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangi seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan. Enam, menetapkan terdakwa tetap ditahan,” ujarnya. Ketujuh, mengembalikan barang bukti dan beberapa di antaranya dirampas untuk negara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut keadaan yang memberatkan Sahat yakni sebagai penyelenggara negara tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa dinilai merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dalam tingkat provinsi. Selain itu, terdakwa belum mengembalikan uang yang dinikmatinya.
Sedangkan keadaan yang meringankan, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, menghormati persidangan, dan belum pernah dipidana.
Atas putusan majelis hakim, Sahat lewat tim Penasihat Hukum (PH) yang diketuai Bobby Wijanaro menyatakan pikir-pikir. Sedangkan JPU KPK yang diketuai Arif Suhermanto menyatakan menerima.(Dwi Arifin)