Revolusi dan Kudeta Sunyi Anas Urbaningrum

KEMPALAN: Anas Urbaningrum bebas dari penjara, Selasa (11/4), setelah menjalani hukuman selama 8 tahun karena kasus korupsi. Ia disambut dengan meriah oleh pendukung-pendukungnya dan dielu-elukan bak pahlawan. Anas bahkan memberikan pidato politik di depan pintu penjara Sukamiskin, Bandung.
Begitu keluar dari penjara Anas akan langsung menyemplung ke kolam politik yang memang sudah menjadi habitatnya. Beruntunglah Anas, meskipun sudah menjadi narapidana tapi hak politiknya tidak dicabut. Ia akan langsung masuk partai politik yang sudah dipersiapkan pembentukannya sejak ia masih di penjara.
Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) sudah lolos verifikasi KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan akan menjadi peserta pemilu pada 2024. PKN siap memberi posisi tertinggi dan terhormat kepada Anas Urbaningrum, karena partai itu memang didirikan oleh dan untuk Anas. Ketua yang sekarang Gede Pasek Suardika, dengan senang hati akan memberi posisi apa pun yang dikehendaki Anas.
Loyalis Anas masih banyak tersebar menjadi jaringan yang masih tetap hidup. Selama di penjara Anas secara rutin mendapat kunjungan dari para loyalis itu. Mereka adalah para aktivis yang berada di sekitar Anas dan kemudian dibawa masuk ke Partai Demokrat (PD) ketika Anas bergabung ke partai itu pada 2005.
Anas bergabung ke Partai Demokrat sebagai anak manis yang disayang oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian menjadi presiden RI. Ketika itu PD sedang getol merekrut anak-anak muda yang dinilai mempunyai kualitas bagus dan punya jaringan luas. Selain Anas, ada kader-kader muda seperti Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, M. Nazarudin, Edy Baskoro Yudhoyono alias Ibas, dan beberapa kader lain.
Anas memuji SBY setinggi langit. Anas menyebut SBY sebagai tentara cum politisi hebat yang berhasil melakukan revolusi sunyi di Indonesia. Semua puja-puji itu dituangkan Anas dalam buku yang ditulisnya berjudul ‘’Revolusi Sunyi: Mengapa Partai Demokrat dan SBY Menang Pemilu 2009’’ yang terbit pada 2010.
Anas menyebut Partai Demokrat dan SBY berhasil melakukan revolusi mendasar dalam pengelolaan partai politik tanpa membuat kegaduhan. Perubahan revolusioner itu dilakukan dengan melakukan pendekatan kepada pemilih di level akar rumput, yang sudah menjadi apolitis akibat politik floating mass yang diterapkan oleh Orde Baru selama 32 tahun.
SBY mendeteksi perubahan perilaku pemilih secara jitu, dan menerapkan pendekatan personal yang tepat kepada semua segmen pemilih. Reformasi pasca-Soeharto ketika itu melahirkan kebingungan dan kegalauan. Masyarakat menginginkan kehadiran figur pemimpin yang mengayomi dan menenangkan. Sosok itu ditemukan pada diri SBY.
Dengan pendekatan yang tepat SBY akhirnya bisa memenangkan kontestasi pemilihan presiden, meskipun Partai Demokrat yang dipakai sebagai kendaraan masuk kategori partai gurem yang baru lahir. Keberhasilan SBY menjadi presiden membawa efek ekor jas bagi Partai Demokrat yang meraup 21 persen suara dan menjadi partai pemenang sekaligus menjadi partai penguasa.
Tesis Anas mengenai revolusi sunyi SBY ternyata dipakai sendiri oleh Anas untuk merebut kekuasaan Partai Demokrat. Diam-diam, Anas melakukan revolusi sunyi dengan versinya sendiri untuk menguasai Partai Demokrat. Ia memperkuat jaringannya dengan membawa teman-temannya dari jaringan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan jaringan yang dia bentuk selama aktif di berbagai pergerakan.
SBY tidak menyadari gerakan sunyi ini. Ia terkejut karena tiba-tiba saja pada kongres Partai Demokrat 2010 Anas bisa menguasai suara dan bisa mengalahkan Andi Mallarangeng sebagai calon ketua umum yang direstui SBY. Diam-diam Anas melakukan kudeta sunyi dan berhasil merebut posisi puncak sebagai ketua umum Partai Demokrat.
SBY terlambat menyadari kudeta sunyi Anas. Tapi SBY bertekad akan merebut kembali Partai Demokrat dari tangan Anas. Dari anak manis, Anas menjadi anak yang dianggap mbalela oleh SBY. Pertempuran sunyi akhirnya pecah menjadi pertempuran terbuka.
Pada 2012 muncullah kasus korupsi pembangunan kompleks olahraga Hambalang yang diduga melibatkan Anas Urbaningrum dan beberapa kader muda Demokrat. Kasus ini menjadi pukulan telak bagi Partai Demokrat.
SBY ingin membangun partai masa depan dengan visi sebagai partai yang bersih dari korupsi. Karena itu jargon yang dipopulerkan ketika itu adalah ‘’Say No to Corruption’’ atau ‘’Katakan Tidak pada Korupsi’’. Iklan dan promosi besar-besaran disiarkan di berbagai media. Bintang iklannya tidak lain adalah Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Ibas, dan beberapa lainnya.
Tapi SBY harus menepuk air di dulang yang menyebabkan mukanya sendiri tepercik air. Anak-anak muda itu terlibat dalam jaringan permainan proyek APBN dan mengumpulkan uang dari hasil sogokan. Anas membantah keras keterlibatannya. Ia menantang, kalau ditemukan korusi satu rupiah dia bersedia digantung di Monas.
Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 2013 dan divonis 8 tahun. Anas banding ke pengadilan tinggi dan mendapat diskon satu tahun. KPK kemudian banding ke Mahkamah Agung dan Hakim Agung Artidjo Alkostar menggandakan vonis Anas menjadi 14 tahun.
Setelah Artidjo pensiun pada 2018 Anas mengajukan peninjauan kembali, dan sukses mengembalikan hukuman menjadi 8 tahun. Sekarang Anas sudah bisa menikmati cuti sebelum bebas murni. Anas bisa langsung kembali ke politik karena hak politiknya tidak dicabut.
Anas sudah bersiap menuntut balas terhadap SBY. Berbagai pernyataan psy war sudah dilakukan oleh kubu Partai Demokrat dan kubu Anas. Kubu Demokrat mendesak Anas supaya meminta maaf kepada SBY. Kubu Anas balik menantang SBY supaya meminta maaf kepada Anas.
Angelina Sondakh, teman satu geng Anas sudah terlebih dahulu bebas pada 2022 setelah dibui 10 tahun. Angelina memilih untuk tidak lagi masuk ke dunia politik. Tapi Anas tidak kapok, dia siap membuat perhitungan dengan SBY.
Karir politik Anas diwarnai dengan revolusi sunyi, kemudian kudeta sunyi, disusul dengan korupsi sunyi. Sekarang sangat mungkin akan terjadi pertarungan yang tidak lagi sunyi. ()
