Bajingan, Tolol, Rocky Gerung pun Dilaporan ke Polisi
KEMPALAN: Bukan Rocky Gerung kalau tidak tajam lidahnya. Ungkapannya yang paling khas adalah ‘’dungu’’ untuk menyebut lawan bicara yang dianggapnya mengalami kekacauan pikiran. Kali ini, ungkapan—lebih tepatnya umpatan—yang dilontarkannya lebih sadis; bajingan dan tolol.
Lebih ngeri lagi, ungkapan itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, orang nomor satu dan paling powerful di negeri ini. Ungkapan itu dinyatakan dalam sebuah pertemuan dengan aktivis buruh di Bogor dalam acara ‘’pemanasan’’ menjelang demo buruh 10 Agustus yang kabarnya bakal diadakan secara besar-besaran.
Dalam video yang viral, Rocky Gerung mengkritik kebijakan Jokowi dalam membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Rocky terlihat emosional ketika mengritik Jokowi yang disebutnya lebih sibuk memikirkan dirinya sendiri ketimbang memikirkan rakyat.
Begitu Jokowi kehilangan kekuasaan dia jadi rakyat biasa, tidak ada yang peduli nanti. Tapi ambisi Jokowi adalah pertahankan legasinya. Dia masih ke China menawarkan IKN. Masih mondar-mandir dari ke koalisi ke koalisi lain, mencari kejelasan nasibnya. Begitu kata Rocky.
”Dia pikirkan nasibnya sendiri, dia tidak memikirkan kita. Itu bajingan yang tolol. Kalau dia bajingan pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat, tapi bajingan tolol sekaligus pengecut. Bajingan tapi pengecut,” ucap Rocky dalam video tersebut.
Rocky juga mengatakan akan ada demo buruh yang memprotes hal ini pada 10 Agustus mendatang. “Kita harus lantangkan ini, saya percaya 10 Agustus akan ada kemacetan di jalan tol. Bukan percaya, saya ingin. Lebih baik macet di tol daripada macet di jalan pikiran. Sejarah menunggu kita, siapa yang dipanggil sejarah untuk mewakafkan waktunya. Tidak ada perubahan tanpa gerakan,” ungkap dia.
Tidak pakai lama, relawan pendukung Jokowi langsung bertindak. Ketua Umum Barikade 98, Benny Rhamdani, mengaku sudah habis kesabaran untuk Rocky. Ia menilai Rocky kerap melontarkan hinaan hingga hoaks.
“Tidak boleh ada satu manusia pun di republik ini bisa gampang melakukan penghinaan pihak lain, terlebih kepada presiden. Serangan membabi buta, isu yang sifatnya fitnah, pencemaran nama baik, hoaks, serangan pribadi kepada Jokowi, bahkan istri Jokowi,” kata Benny.
“Dia juga mengatakan bajingan pengecut, dan bahkan memprovokasi rakyat untuk tanggal 10 Agustus turun aksi sebagaimana yang terjadi di 98. Ini lucu. Tahun 1998 Rocky Gerung dimana? Dia masuk ke bagian pro demokrasi iya, tapi tidak pernah berdarah menggulingkan rezim Soeharto,” tambah Benny.
Laporan pun dilayangkan ke Bareskrim Polda Metro Jaya. Tetapi, rupanya Bareskrim berpikir cermat menanggapi laporan ini. Dalam kasus pencemaran nama baik undang-undang menyebutkan bahwa pihak yang merasa dirugikanlah yang harus melapor ke polisi.
Karena tidak ada mandat maupun klarifikasi dari Jokowi maka Bareskrim menolak laporan itu, dan mengalihkannya ke bagian pengaduan masyarakat. Dengan status aduan masyarakat maka upaya untuk menjerat Rocky akan lebih sulit.
Bukan kali ini saja Rocky dilaporkan ke polisi. Sudah sangat sering muncul upaya untuk menjerat Rocky, tetapi sampai sejauh ini Rocky masih baik-baik saja. Kali ini, polisi tentu harus berpikir ulang untuk memproses laporan terhadap Rocky. Situasi politik masih sangat panas menjelang demo buruh 10 Agustus yang kabarnya akan diadakan secara besar-besaran.
Dalam beberapa unggahan di media sosial para aktivis buruh mengumumkan akan mengadakan demo besar 10 Agustus dengan mengepung Istana Negara. Tujuannya adalah mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan UU Ciptaker Omnibus Law.
Selama ini demo buruh tidak bisa mendekati istana karena selalu dicegat oleh polisi di wilayah Patung Kuda yang masih termasuk jarak aman dari istana. Kali ini pun belum tentu para buruh bisa mendekati istana. Tetapi, polisi tidak mau berspekulasi, karena kondisi politik sedang hangat dan bisa saja berubah menjadi panas.
Selain ancaman demo besar buruh, situasi menghangat karena desakan people power masih tetap muncul dalam berbagai kesempatan. Para tokoh oposisi senior seperti Amiens Rais dan Mudrick Sangidu masih sering mengungkapkan seruan people power dalam berbagai kesempatan.
Beberapa waktu yang lalu 100 tokoh oposisi menandatangani petisi mendesak DPR-MPR untuk melakukan sidang umum guna memakzulkan Presiden Jokowi. Mereka menyebut petisi ini sebagai ‘’Petisi 100’’ mengadopsi nama yang sama yang pernah dipakai oleh oposisi di zaman Orde Baru. Ketika itu 50 orang tokoh oposisi mengirim surat kepada DPR dan menuntut supaya Presiden Soeharto dimintai pertanggungjawaban atas berbagai penyelwengan kebijakan yang dilakukannya.
Alih-alih memperoleh hasil, para penandatangan petisi malah diisolasi dan dipersekusi. Akses sosial, politik, dan ekonomi mereka diputus, dan mereka dicekal tidak boleh bepergian ke luar negeri. Alhasil target Petisi 50 tidak berhasil.
Kali ini Petisi 100 diperkirakan tidak akan membawa hasil kongkret. Komposisi keanggotaan DPR-MPR yang dikuasai kekuatan rezim tidak memungkinkan terjadinya pemakzulan. Para penandatangan Petisi 100 tidak dipersekusi langsung oleh kekuasaan, tapi di antara mereka sudah banyak yang masuk dalam daftar merah.
Situasi makin panas karena Denny Indrayani rajin berkicau meminta DPR untuk memakzulkan Jokowi. Paduan semua unsur ini menjadi pertimbangan tersendiri bagi polisi sebelum memutuskan untuk menangani laporan terhadap Rocky Gerung.
Kalau salah langkah, bisa-bisa malah membuat bubrah, karena sama saja dengan menyiram bensin ke rumput kering yang siap dibakar. ()