Kenangan Bersama Penyair Almarhum M. Har Harijadi

waktu baca 4 menit
Har Hariyadi (*)

KEMPALAN: Kenangan terakhir bersama penyair yang merupakan kakak saya itu, terjadi saat acara gelaran Malam Sastra Surabaya atau Malsasa, tahun 2007. Ketika itu dia juga salah satu penulis dalam kumpulan puisi Malsasa 714. Tempatnya di Taman Budaya Surabaya (Agustus 2007), saat gelaran baca puisi Malsasa bersama penyair se-Jatim.

Selepas acara, ngopi bersama di angkringan kaki lima Cak Sun, depan Taman Budaya hingga jelang subuh. Lantas saya antarkan ke Bungurasih, untuk pulang ke Ngawi. Selepas subuhan di Bungur, dia mengajak lagi ngopi warkop untuk melanjutkan omongan tentang sastra, baru kemudian naik bus pulang Ngawi.

Kakak yang juga penyair itu bernama M. Har Harijadi, adalah nama penulis dari nama asli Mohammad Harijadi Munawari. Lahir di Ngawi, 5 Juli 1951. Dia selain menulis puisi, juga cerpen, esai, cerita anak. Ia juga humasnya Teater Persada Ngawi, pimpinan Mh. Iskan. Almarhum eninggal dunia, pada 27 September 2007.

Bakat menulis Harijadi, menurut pengakuannya karena lingkungan banyak seniman yang menulis, seperti Mh. Iskan, Wahab Asyari, Salimoel Amien, dan banyak lagi. Termasuk pula di antaranya, pamannya seorang sastrawan yang merupakan salah satu tokoh Angkatan ’66 versi HB Jassin, bernama M. Alwan Tafsiri.

Istrinya bernama Ismijati. Juga seorang karyawan Pemda Kabupaten Ngawi, kelahiran Ngawi, 4 Juli 1958. Bersama istrinya, ia mempunyai 3 anak, yaitu Alif Aulia Ananda (Ngawi, 14-5-1984, laki-laki), Bernas Kurnia Kanthi Inayati (Ngawi, 16-11-1985, perempuan), Cipta Nur Asa (Ngawi, 25-01-1988, laki-laki).

Dalam perjalanan sekolah, M. Har Harijadi, sekolah di SDN Ronggowarsito Ngawi (lulus 1963), SMPN 1 Ngawi (lulus 1966), SMAN Ngawi, Jurusan Pasti Alam (lulus 1969). Selepas pendidikan SD dan SMA, ia melanjutkan ke IKIP Cabang Madiun Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, tidak dirampungkan. Sewaktu bekerja di Pemda Kabupaten Ngawi, Harijadi diberi tugas belajar ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Malang (1981).

Sedangkan dalam perjalanan pekerjaannya, pernah bekerja sebagai wartawan di koran Suara Merdeka Semarang, dari tahun 1973 hingga 1977, sambil banyak menulis cerita pendek dan puisi, serta jadi penyiar radio swasta di Ngawi. Terakhir jadi PNS di Pemda Kabupaten Ngawi.

Menjadi PNS di Kantor Pemda Kabupaten Ngawi, yang kemudian mendapatkan tugas belajar di APDN (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri) Malang, lulus tahun 1981. Selepas lulus APDN, Harijadi pernah menjabat sebagai kepala kantor Kecamatan Sine, kemudian jadi Mantri Polisi di Kecamatan Ngawi. Pernah juga sebagai Kepala Sub Bagian Humas Pemda Kabupaten Ngawi, Kepala Sub Bagian Diklat, dan Kasubdin di Kantor Dinas tanaman Pangan dan Holtikultura, Kabupaten Ngawi.

Dalam bidang seni dan budaya, M. Har Harijadi, pernah jadi koordinator pentas Teater Persada Ngawi di Festival Drama se Jatim di Surabaya (1983), pentas Monolog Mh. Iskan di Surabaya (2005). Dulu sewaktu pelajar aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) Ngawi, bersama RM Yunani Prawiranegara (sewaktu masih di Ngawi).

Menurutnya waktu itu, M. Har Harijadi, mengatakan bahwa motivasi dalam menulis karya sastra adalah guna menghidupkan perasaan, utamanya banyak teman-teman juga sebagai penulis. Bahkan serasa ‘gatal’ jika saya tidak menulis karya sastra. Sedangkan kemampuan menulis sastra, lebih banyak otodidak dan banyak membaca, utamanya karya sastra. Genre sastra yang ditulis Harijadi adalah puisi, cerpen, artikel, dan cerita anak.

Naskah puisinya banyak dimuat di koran Surabaya Post, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Adil, Masa Kini, Mercusuar, Memorandum, Bhirawa, dan Suara Karya. Sedangkan majalahnya adalah: Gadis dan Midi. Naskah cerpennya termuat di Bhirawa, Mercu Suar, Masa Kini, dan Adil. Naskah cerita anaknya termuda di: Majalah Bobo, Ananda, Hopla, dan Surabaya Post. Sementara itu artikelnya banyak dimuat di Kompas, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Memorandum, Berita Yudha, dan koran-koran lokal lainnya.

Kumpulan puisi bersama rekan-rekan Teater Persada Ngawi, bertajuk ‘Tanah Persada’, ‘Tanah Kapur’, dan ‘Tanah Rengkah’. Lantas ‘Kota Tercinta’ kumpulan puisi sastrawan kota Ngawi (2003). Ada rencana akan mencetak ketiga kumpulan puisi tersebut jadi satu kumpulan, berjudul “Trilogi Tanah,” hingga kini masih jadi draf saja.

Adapun bicara soal proses kreatif, katanya dia waktu itu, biasanya terpicu oleh peristiwa sesaat/kesan sebentar yang mengharukan lalu dibuat/diproses jadi karya sastra, bisa berupa puisi maupun cerita pendek. Apabila dalam menulis sastra dipaksakan, ternyata secara kualitas terasa tidak baik, dan kurang lancar dalam penulisannya. Seringkali saya mencatat dulu dalam draft awal, sebagai master/babon penulisan karya sastra.

Menulis sastra menurutnya harus sampai akhir hayat, karena menulis berarti juga beribadah dalam hidup dan kehidupan manusia. Menurutnya pula, bahwa sastra Indonesia haruslah lebih semarak, jika mungkin bisa mendunia, atau setidaknya membenua. Semua ini bisa terjadi bila ada perhatian dari pihak pemodal, Pemerintah, para pejabat, para ulama, serta para sastrawan yang lebih senior lainnya.

M. Har Harijadi telah tiada, semoga karya-karyanya tetap berguna bagi yang mau membacanya. Semoga mendapatkan husnul khotimah di akhirat sana. Amiin YRA.

(Aming Aminoedhin).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *