Kompetensi Wartawan dan Jurnalisme Prapatan ala Bupati Magetan

waktu baca 5 menit
Bupati Magetan Suprawoto (kanan).

MAGETAN-KEMPALAN: Ada banyak istilah jurnalisme yang dikenal publik. Ada jurnalisme berkualitas dan ada juga jurnalisme kuning. Tapi, bagi Suprawoto, Bupati Magetan, ada satu lagi istilah jurnalisme, yaitu jurnalisme ‘’prapatan’’. Istilah ini dia pakai untuk menggambarkan media yang membuat judul sensasional, supaya korannya laku di ‘’prapatan’’ atau perempatan jalan.

Hal itu diungkapkan Suprawoto, Selasa (13/12) saat memberi sambutan pada acara penyerahan “Media Awards 2022’’ untuk insan media di wilayah kabupaten Magetan. Penghargaan ini diberikan kepada jurnalis dan media yang bekerja di lingkungan Pemkab Magetan. Ada tiga kategori penghargaan, yaitu bidang pendidikan, olahraga, dan pariwisata. Penghargaan diberika kepada media cetak, online, dan broadcast.

Suprawoto dikenal mempunyai kepedulian terhadap kualitas media. Sebelum menjadi bupati Magetan, Suprawoto menghabiskan karir birokrasinya di kementerian komunikasi dan informatika. Sebelumnya, Suprawoto sudah berkarir di dinas penerangan di provinsi Jawa Timur. Karir birokrasinya itu membuat Suprawoto mempunyai hubungan erat dengan media dan jurnalis di seluruh Indonesia.

Ia mengalami masa-masa ketika media cetak masih menjadi sumber utama konsumsi media oleh publik. Kemudian muncul era digital yang menyebabkan ‘’great disruption’’ gangguan besar dalam tata kehidupan sosial masyarakat.

Disrupsi besar ini membawa perubahan besar dalam pola kehidupan sosial masyarakat. Praktik-praktik sosial tradisional banyak berubah karena munculnya digitalisasi. Media juga menghadapi disrupsi besar. Sepuluh tahun yang lalu media cetak masih menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi. Sekarang pola konsumsi masyakarat berubah total setelah muncul media digital. Media cetak yang semula menjadi sumber utama sekarang digeser oleh media digital, terutama munculnya berbagai platform media sosial.

Media konvensional menghadapi persaingan yang berat, karena jumlah media online yang sangat banyak. Selain itu media konvensional juga menghadapi persaingan dengan media sosial yang setiap saat bisa menghasilkan informasi yang tumpah ruah tanpa diketahui akurasi dan kredibilitasnya. Informasi itu begitu melimpah sehingga disebut sebagai tsunami informasi yang tidak semuanya dibutuhkan oleh publik.

Media konvensional pun berusaha menarik perhatian publik dengan menampilkan konten yang lebih mudah mendapatkan perhatian melalui klik. Maka lahirlah ‘’clickbite journalism’’, jurnalisme yang berorientasi pada klik untuk mendapatkan pengunjung sebanyak-banyaknya.

Di era media cetak ada judul sensasional besar ‘’screaming banner’’, supaya koran laku di perempatan jalan. Itulah yang dinamakan ‘’jurnalisme perempatan’’. Sekarang, di era digital, jurnalisme perempatan bertransformasi menjadi jurnalisme cklickbite. Tujuannya sama, yaitu menarik pembaca sebanyak-banyaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *