Dugaan Beli Suara Dalam Pemilihan Presidum KAHMI dan Forhati di Palu?
KEMPALAN: BANYAK yang memuji sikap Korps Alumi Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang baru saja selesai menggelar musyawarah nasional (Munas) di Palu, Sulawesi Tengah. Organisasi mantan aktivis HMI ini berani tegas. Mereka memilih kehadiran Anies Baswedan di Munas dengan konsekuensi Presiden Jokowi batal hadir.
Jokowi dan Anies, menurut jadwal acara, bakal berada di satu ruangan. Jokowi seharusnya membuka Munas dan Anies sebagai salah seorang pembicara utama (keynote speaker).
Kata orang-orang yang tahu panggung belakang Munas, panitia pelaksana mendapat tekanan keras. Termasuk dari aparat intelijen, agar membatalkan kehadiran Anies demi kehadiran Jokowi. Tapi, panitia menolak tekanan itu. Mereka memilih Anies.
Tentang mengapa Jokowi tidak mau ada Anies di Munas, dikatakan bahwa Presiden tidak mau ambil risiko kalah pamor dengan Anies. Dan kenyataannya memang para peserta lebih senang Anies yang hadir.
Tersebarlah berita bagus untuk KAHMI. Bahwa KAHMI bukan organisasi sembarangan. Bukan kumpulan kaleng-kaleng. Mereka punya marwah, wibawa, dan tidak akan tunduk di bawah tekanan. Publik di luar Munas, bahkan yang mengikuti perkembangan dari jauh, sangat senang dengan pendirian KAHMI.
Sayangnya, di balik berita bagus ini ada pula berita yang sangat tidak enak. Sekaligus memalukan. Yaitu, dugaan kuat bahwa proses pemilihan pimpinan KAHMI di Palu ternoda oleh praktik beli suara.